Premisnya sendiri cukup menarik meskipun tak cukup dalam penggambarannya. Yaitu tentang tema mother's love atau perjuangan ibu di tengah-tengah teror makhluk halus yang menghantui seisi rumah. Pun peran Cut Mini dan Clara Bernadeth sebagi ibu beda generasi juga memberi gambaran perbedaan parenting style yang kemudian mempengaruhi pandangan mereka seputar anak dan keluarga.
Satu hal yang menarik dan nampak mulai menjadi ciri khas Azhar Kinoi dalam memproduksi horor adalah kombinasi sinematografi dan scoringnya yang mencekam. Bahkan 2 hal tersebut berpadu rapi dengan pembentukan atmosfir horor di sepanjang film. Tone kelam dengan efek foggy dominannya tentu saja menambah suasana mencekam layaknya film Kafir.
Jumpscare yang menjadi andalan setiap film horor tentu saja dimunculkan dengan cukup baik di film ini. Jika anda merasa terganggu dengan deretan jumpscare yang nampak diumbar lewat trailernya, anda bisa cukup tenang karena deretan jumpscare lain yang muncul di sepanjang film tak kalah menarik dengan apa yang ditampilkan dalam trailernya.Â
Film ini pun menyajikan banyak misteri yang pada akhirnya dikupas tuntas di akhir film. Dengan plot twist yang cukup mengejutkan di babak akhirnya, tentu saja menjadi titik klimaks yang cukup menarik sekaligus menjadi penyelamat atas naskah yang kurang berjalan baik.
Naskah dan Pendalaman Karakter yang Biasa Saja
Dengan deretan aktor muda yang beradu akting dengan para aktor kawakan semisal Cut Mini dan T. Rifku Wikana, sudah pasti film ini cukup menjanjikan dari sisi pendalaman kisahnya. Namun sayangnya, hal tersebut tak benar-benar terwujud.
Akting apik Cut Mini sebagai orang gila yang menyimpan banyak rahasia dalam hidupnya memang mampu ditampilkan dengan sangat meyakinkan di film ini. Melalui film ini, Cut Mini berhasil keluar dari zona nyamannya dan tampil dengan kualitas yang tak perlu diragukan lagi.
Begitupun sosok dukun buta yang dimainkan Rifku Wikana, begitu apik dan berwibawa penokohannya, meskipun penampilannya tak orisinil. Namun, tentu saja peran apik keduanya tak cukup mengangkat kualitas film secara keseluruhan.
Naskah yang dikerjakan oleh Fajar Umbara nampak begitu lemah memaksimalkan potensi aktor yang ada di dalamnya. Ceritanya memang dirajut dengan sangat rapi dan unsur horornya sangat solid di berbagai sisi. Namun dari sisi dialog dan pendalaman masing-masing karakternya (kecuali Cut Mini) tampak mengecewakan.Â
Clara dan Rendy yang memerankan pasangan suami istri pun tak memperlihatkan chemistry layaknya pasangan suami istri seharusnya. Ditambah dengan peran Rendy yang lebih sering datang untuk memberi kata-kata motivasi di saat Clara ketakutan untuk kemudian pergi kembali alih-alih menemaninya, praktis membuatnya lebih nampak seperti sosok kakak atau sahabat dibanding seorang suami.
Bahkan ada beberapa karakter yang sejatinya tak begitu diperlukan di film ini. Seperti misalnya peran Sara Wijayanto sebagai dokter di RSJ tempat Sari berada. Sara hanya nampak menjadi pelengkap dialog saja alih-alih memberikan clue atau solusi atas konflik yang dialami oleh para aktor utamanya. Sederhananya Sara hanya sebagai pemanis saja di sini.