film Captain Marvel yang dirilis beberapa waktu lalu, kini kita kembali disuguhi duet mereka kembali dalam film yang tentunya cukup berbeda. Bahkan film terbaru mereka ini cukup ditunggu kehadirannya semenjak trailernya muncul di kanal youtube maupun berbagai platform media sosial.
Baru saja kita melihat aksi Brie Larson dan Samuel L. Jackson dalamUnicorn Store yang menjadi judul film tersebut, sejatinya sudah ditayangkan di tahun 2017 silam pada segmen Special Presentation di gelaran Toronto International Film Festival. Hanya saja, Netflix kemudian mengambil alih distribusi global film ini sehingga ditayangkan secara eksklusif sejak 5 April 2019 lalu.
debut penyutradaraan si aktris peraih Oscar yang saat ini menjadi komoditas hangat Hollywood, Brie Larson, juga berhasil mendapatkan 2 nominasi di 2 festival film Internasional,meskipun tidak memenanginya. 2 nominasi tersebut adalah Audience Award pada gelaran Edinburgh International Film Festival 2018 dan Best Canadian First Feature Film di Toronto International Film Festival 2017.
Film yang juga menjadiLantas seperti apa sih film yang menjadi debut penyutradaraan si bakal kapten baru MCU ini? Yuk, kita masuk ke ulasannya.
Sinopsis
Unicorn Store memfokuskan kisahnya pada tokoh Kit (Brie Larson), seorang gadis yang baru saja dikeluarkan dari perguruan tinggi setelah mencoba untuk menyelesaikan gelar sarjana seninya.
Terpaksa tinggal di rumah bersama ibunya, Gladys(Joan Cusack) dan ayahnya, Gene (Bradley Whitford) yang 'kolot' dan selalu menganggap bahwa pekerja seni tak akan benar-benar bisa sukses, membuat Kit Jengah dan mencoba untuk melangkah ke kehidupan nyata dan mencari pekerjaan.
Kit yang akhirnya mendapatkan pekerjaan sebagai karyawan sementara di perusahaan PR, pada suatu hari mendapatkan sebuah surat undangan yang ditujukan khusus untuk dirinya dimana berisi sebuah pesan bahwa si pengirim bisa memenuhi mimpi masa kecil Kit.
Unicorn Store yang menjadi satu-satunya clue mengenai tempat yang harus dikunjungi Kit, pada akhirnya mempertemukannya dengan seorang yang eksentrik dan glamor yang disebut dengan The Salesman(Samuel L. Jackson). The Salesman berjanji memberikan apa yang menjadi mimpi masa kecil Kit yaitu seekor hewan dongeng yang disebut dengan Unicorn.
Namun sebelum Unicorn tersebut benar-benar diberikan, Kit terlebih dulu harus menyelesaikan beberapa tugas atau tantangan yang diberikan Salesman. Mulai dari membangun kandang, membeli jerami dan hal-hal lainnya. Respon Kit pun diuji di setiap fasenya.
Lantas, apakah Kit mampu menyelesaikan tugas-tugas tersebut? Dan apakah Unicorn tersebut benar-benar ada untuk Kit?
Debut Penyutradaraan yang Menjanjikan
Terlepas dari genre drama komedi yang diusungnya, Unicorn Store jelas bukan merupakan film yang akan disukai banyak orang. Begitu banyaknya metafora dan berbagai unsur simbolik, membuat beberapa orang mungkin akan membutuhkan effort lebih dalam menikmati film ini. Dimana hal tersebut tak jarang membawa mood bosan selama menonton.
Jalan cerita yang bergerak lambat juga membuat 92 menit film ini terasa begitu lama. Singkatnya, film ini bukanlah film terbaik yang tersedia di Netflix saat ini, namun yang pasti lewat film ini lah masa depan gemilang Brie Larson sebagai sutradara sudah bisa terlihat. Ya, Brie Larson sudah berhasil menunjukkan kelasnya dengan berani membuat film yang sesuai dengan idealismenya.
Menggabungkan unsur drama dan surealisme memang bukan menjadi hal yang 'wow' lagi di industri film Hollywood. Namun dengan kecerdasan seorang Brie Larson, film ini mampu menampilkan sebuah kisah yang baru bahkan bisa dibilang cukup segar.
Brie mampu mengkombinasikan antara unsur drama, komedi, dan surealisme, tanpa mengabaikan pesan penting tentang kehidupan di sepanjang filmnya. Ditambah dengan kostum warna-warni dan nyeleneh, serta soundtrack yang didominasi lagu 90'an, membuat film ini tampil begitu unik dan berhasil menunjukkan jati diri Brie sebagai sutradara.Â
Bahkan tak hanya brilian di belakang layar, akting Brie di film ini pun patut diacungi jempol karena tampil begitu maksimal dan mampu merepresentasikan sosok kekanakan yang sedang dalam perubahan ke arah dewasa. Ya meskipun memang perannya di film ini tak se-memorable perannya dalam The Room.
Sayangnya, chemistry antar tokoh entah antara Brie Larson dengan Samuel L. Jackson atau Brie Larson dengan Mamoudou Athie yang merupakan sahabat sekaligus love interest-nya di film ini, nampak kurang kuat dan cenderung sekadar tampil sebagai pelengkap saja. Dan satu hal lagi, penampilan Samuel L. Jackson disini justru mengingatkan kita akan tokoh Mr. Glass yang diperankannya di trilogi Unbreakable.
Penuh Metafora Kehidupan
*dikarenakan sub-bab ini akan membahas agak mendalam seputar film, maka tentu berpotensi menimbulkan sedikit spoiler. Untuk itu, jika tidak mau terganggu pengalaman menontonnya, pembaca bisa melewati sub-bab ini.
Sudah jelas bahwasanya Unicorn hanya menjadi sebuah hewan dalam dongeng masa kecil yang kerap muncul di berbagai kisah berlatar negeri impian. Dan di film inipun, kita tidak pernah benar-benar mendapatkan kejelasan mengenai ada atau tidaknya sosok Unicorn bagi si tokoh utama. Namun, satu hal yang pasti, Unicorn di film ini lah yang menjadi inti yang menggerakkan keseluruhan cerita.
Unicorn Store jelas menjadi film yang penuh metafora dimana perlu effort lebih untuk memahami bagaimana Unicorn begitu penting bagi kehidupan Kit. Unicorn menjadi semacam poin pembeda antara Kit dan teman-temannya. Dimana ketika teman-temannya sudah memasuki usia dewasa dan 'berani' menerima kenyataan, Kit justru masih setia dengan keyakinan dirinya akan konsep Unicorn yang nyata.
Tak hanya itu, Unicorn sendiri menjadi semacam metafora akan mimpi yang begitu diyakini banyak orang sedari kecil namun perlahan harus hilang atau disembunyikan, hanya karena harus berhadapan dengan fase kedewasaan. Padahal pada kenyataannya justru banyak kesuksesan yang diraih para tokoh dunia berasal dari mimpi masa kecil yang terkadang di luar nalar.
Kit yang penampilannya begitu eksentrik dan menonjol serta tetap percaya pada mimpinya sendiri di tengah orang-orang yang dari luar nampak realistis, seakan ingin menghindari gagasan bahwa mimpi hanya ada di masa lalu, di masa kecil. Sementara ketika beranjak dewasa, logika lah yang harus maju dengan impian dikesampingkan terlebih dahulu.
Namun Kit justru tak pernah benar-benar mengesampingkan mimpinya. Karena dia yakin mimpi tak boleh hilang meskipun telah berpindah fase menuju kedewasaan yang hakiki.
Sama seperti tantangan demi tantangan yang diberikan The Salesman pada Kit, kita pun sejatinya kerap diberikan tantangan dalam kehidupan untuk menguji keyakinan diri akan apa yang menjadi impian kita. Jikalau kita yakin, tantangan akan dengan mudah dilewati. Namun sebaliknya, jika tak yakin maka keadaan sekitar juga akan mendistorsi banyak hal yang ujungnya akan menganggu keyakinan diri sendiri.
Tentu saja hal ini seakan menjadi tamparan keras bagi kita yang kerap mengubur mimpi hanya karena 'keharusan' untuk bersikap realistis di fase dewasa. Padahal jikalau kita tetap teguh akan apa yang menjadi mimpi kita, apapun itu, semesta pun tentu akan mendukung dan membukakan jalannya bagi kita.
Tak hanya soal mimpi dan keberanian, simbol perlawanan wanita terhadap budaya patriarki pun sejatinya juga diwujudkan dalam latar tempat kerja Kit. Dari mulai penempatan wanita pada posisi kurang strategis yang masih banyak dilakukan perusahaan, hingga pelecehan ringan yang kerap dilakukan para pria yang sayangnya berubah menjadi kebiasaan yang terkadang harus ditolerir.Â
Hal-hal negatif tersebut lah yang kemudian disuarakan melalui film ini. Dimana berkat mimpinya juga pada akhirnya Kit bisa melawan segala hal negatif tersebut dan menuntunnya keluar menuju sebuah jalan baru yang lebih baik.
Penutup
Sebagai film debut penyutradaraan Brie Larson, Unicorn Store sejatinya tidaklah berjalan buruk. Tone warna-warni, kostum yang unik, hingga deretan soundtrack yang kaya nostalgia 90'an, membuat Unicorn Store tampil original dan mampu membuat perkenalan yang manis terkait karir baru Brie Larson ini.
Tema girl power tentu menjadi poin utama yang tak bisa diabaikan begitu saja. Pun pesan kehidupan yang kental tentang keyakinan diri dan keberanian untuk mewujudkan impian dalam proses transisi kehidupan, jelas menjadi pesan utama yang tersampaikan dengan baik meskipun butuh sedikit effort terkait pemahaman metafora dalam film.Â
unicorn atau nuansa gliter yang 'cewek banget', pada dasarnya film ini memiliki tema yang universal dan relate dengan kehidupan banyak orang saat ini. Dan tentu saja, masa depan gemilang akan karir penyutradaraan Brie Larson sudah bisa terlihat melalui film ini.
Praktis, meskipun film ini kental dengan unsur wanita melalui sosokDengan berlimpahnya film berkualitas di bioskop baik dari luar maupun dalam negeri di bulan April ini, Unicorn Store tentu bisa menjadi alternatif bagi siapapun yang ingin menikmati tontonan di rumah tanpa perlu pusing memilih film di bioskop.Â
Salam Kompasiana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H