Mungkin seorang Usmar Ismail tak akan pernah menyangka, jika kelak 69 tahun setelah proses pengambilan gambar film Darah & Doa atau Long March of Siliwangi yang disutradarainya, akan membawa dampak yang begitu luar biasa bagi negeri tercintanya.Â
Sebuah film yang saat itu mungkin dibuat hanya sebagai bukti kecintaannya pada dunia film. Atau mungkin sebuah film yang memang dirasa perlu dibuat untuk mendokumentasikan sedikit kejadian pada masa tersebut.
Jelangkung (2001) sebagai pelopor horror modern, Petualangan Sherina (2000) di ranah anak-anak, sementara Ada Apa Dengan Cinta? (2002) sebagai pelopor film drama cinta remaja.Â
Meskipun memasuki tahun 2011 bioskop sempat dipenuhi film horor esek-esek, pada akhirnya film-film tersebut terkikis dengan sendirinya.Â
Kini, meskipun masih ada beberapa horor yang menggunakan formula serupa, namun bioskop Indonesia justru dipenuhi oleh film-film lokal dengan kualitas yang bisa disebut luar biasa. Film-film berskala Internasional baik film aksi, horor atau bertema arthouse pun kini jamak dijumpai entah lewat bioskop reguler ataupun penayangan di festival-festival film.
Namun, bukan tentang film saja yang mengalami perkembangan di Indonesia. Lebih dari itu, perfilman Indonesia juga semakin berkembang secara global. Berbagai sisi termasuk industri yang menaunginya, mengalami perkembangan yang signifikan hingga mampu merubah wajah perfilman nasional kita yang semakin cerah ke depannya.
Sumber Daya Manusia yang Semakin Baik
Khusus poin terakhir yaitu penulis skenario, memang saat ini masih kurang banyak penulis skenario kompeten yang tersedia di Indonesia. Dan hal ini tentunya menjadi tugas bersama baik dari lembaga perfilman juga lembaga pendidikan, untuk menyediakan sarana yang menunjang banyak orang untuk belajar lebih dalam tentang perfilman, khususnya kelas penulisan skenario ini.