Kematian bagi banyak orang tentu merupakan suatu hal yang menakutkan dan tabu untuk dibicarakan. Entah itu bahasan tentang kejadian yang menyebabkan kematian, waktu kedatangan kematian atau mungkin kehidupan setelah kematian itu sendiri. Semuanya merupakan bahasan yang sangat jarang dibicarakan bahkan cukup dijauhi banyak orang.
Namun di tangan Coen Brothers, justru kematian lah yang menjadi bahasan dan menu utama pada film terbaru mereka. Kematian digambarkan Coen Brothers dengan  cara yang lebih "fun" lewat pendekatan cerita yang berbeda-beda dan penuh filosofi. Entah itu dark comedy, musikal, drama tragis, drama romantis hingga kisah surealis semuanya disatukan dalam antologi 6 film berlatar Amerika zaman koboi atau dikenal dengan sebutan old west, berjudul The Ballad of Buster Scruggs.
Sebut saja Fargo(1996)yang merupakan drama thriller dan sempat disajikan versi alternatifnya dalam bentuk miniseri di tahun 2014, kemudian No Country for Old Men(2007) yang nampaknya menjadi film wajib bagi setiap penggemar film, kemudian True Grit(2010) yang juga menceritakan kisah zaman koboi, serta menulis naskah yang memukau untuk film yang disutradari Angelina Jolie berjudul Unbroken(2014).
Dengan membawa kekuatan naskah dan teknik penyutradaraan yang cukup tinggi, The Ballad of Buster Scruggs mencoba menyajikan sesuatu yang berbeda dari yang selama ini disajikan oleh Coen Brothers. Sesuatu yang mengalir dengan lembut namun kuat di satu sisi layaknya lagu balada klasik yang kita dengarkan setiap hari.
The Ballad of Buster Scruggs dan 6 Segmen di Dalamnya
The Ballad of Buster Scruggs menyajikan 6 segmen film pendek dengan kisah yang tidak berhubungan satu dengan lainnya, namun disatukan oleh dua poin utama yaitu kematian dan latar Amerika zaman koboi. Menyajikan kisah old west dalam berbagai sudut pandang dengan kematian sebagai roda penggerak tiap segmen.
6 segmen tersebut antara lain berjudul The Ballad of Buster Scruggs, Near Algodones, Meal Ticket, All Gold Canyon, The Gal Who Got Rattled dan The Mortal Remains. Semuanya disajikan dalam satu film berdurasi 135 menit dengan tiap segmennya diawali dengan visualisasi halaman buku bergambar layaknya buku anak-anak klasik. Hal tersebut membuat kita seperti membaca halaman demi halaman buku tua dimana tulisan demi tulisan kisahnya divisualisasikan kemudian.
Konon, film ini awalnya dijadikan proyek miniseri untuk Netflix sebelum akhirnya diputuskan menjadi sebuah film antologi. Belakangan keputusan ini cukup tepat karena berhasil menyajikan sebuah film yang unik.
Sinopsis