Mohon tunggu...
Yonathan Christanto
Yonathan Christanto Mohon Tunggu... Penulis - Karyawan Swasta

Moviegoer | Best in Specific Interest Kompasiana Awards 2019

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

[Review Film] "Early Man" dan Kritik Kapitalisme Dalam Sepak Bola

7 Maret 2018   20:02 Diperbarui: 7 Maret 2018   20:17 1236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menggabungkan elemen sepakbola dan zaman pra sejarah merupakan sebuah ide yang bisa dibilang cukup aneh dan out of the box. Bagaimana mungkin sepakbola yang baru ditemukan di abad ke-2 Masehi dan dipopulerkan mulai abad ke-16 Masehi bisa disandingkan dengan setting zaman batu? Namun itulah yang terjadi ketika kita menyaksikan film animasi terbaru produksi Aardman Animations,Ltd. dan British Film Institute(BFI) berjudul Early Man. 

Sebuah film animasi stop motionasal Inggris yang berisikan aktor dan aktris ternama sebagai pengisi suaranya. Sebut saja nama-nama seperti Eddie Redmayne(The Danish Girl, Les Miserables) sebagai Dug, Tom Hiddleston(The Avengers,Thor,Kong) sebagai Lord Nooth, dan Maisie Williams (Game of Thrones,The Falling) sebagai Goona turut meramaikan film ini.

Sinopsis

Early Manmengisahkan petualangan pemuda zaman batu bernama Dug yang hidup di sebuah lembah hijau nan subur dan harus berjuang untuk mempertahankan tanah leluhurnya dari gangguan Lord Nooth yang jahat dan rakus serta ingin menjadikan lembah tersebut sebagai tambang logam. Dug dan kawanan sukunya terpaksa harus keluar dari lembah subur tersebut dan berjuang hidup di tanah yang tandus dan penuh binatang besar. 

Dug yang pemberani dan memiliki tekad kuat akhirnya harus berhadapan dengan kerajaan zaman perunggu demi mengembalikan tanah leluhurnya yang direbut. Dengan iming-iming hadiah berupa pengembalian tanah leluhurnya, Dug dan kawan-kawan nya pun diharuskan memenangkan sebuah pertandingan olahraga yang sakral yaitu sepakbola. Sebuah olahraga yang ternyata juga memiliki hubungan dan sejarah yang panjang dengan para leluhurnya. Akankah Dug menang? Jawabannya bisa ditemukan setelah menyaksikan film ini.

Tentang Film Early Man

 Early man sendiri merupakan sebuah film animasi berjenis stop motion yang kehadirannya saat ini bisa dibilang sudah sangat jarang. Film ini juga menggunakan plastisin (sejenis dengan tanah liat) sebagai bahan pembentuk karakter (action figure) dan settingnya. Semenjak kesuksesan besar film Chicken Run di tahun 2000, sampai saat ini belum ada film bergenre animasi stop motionyang bisa mengulangi kesuksesan film Chicken Run.

Pendapatan film-film seperti Wallace and Gromit(2005), Corpse Bride (2005), Frankenweenie (2005)dan Kubo and the Two Strings(2016) tidak ada yang memiliki kesuksesan layaknya film Chicken Runtersebut.

Hal ini bisa dipahami mengingat tidak semua orang tertarik dengan animasi berjenis stop motion.Animasi yang terkesan kaku tersebut jelas membuat banyak orang melemparkan pandangannya pada animasi CGI(Computer Generated Images) yang lebih halus dan sedap dipandang, yang saat ini jamak ditemukan seperti pada film Minionsdan Trolls.

Di sisi rumah produksi pun, penggunaan bahan plastisin dan teknologi stop motionsangat tidak efektif dan memakan waktu yang lama dalam proses pengerjaannya. Bayangkan saja, butuh ribuan action figure plastisin dalam berbagai bentuk gerakan untuk menciptakan beberapa detik scene saja.

screenshot rotten tomatoes
screenshot rotten tomatoes
 Memang tidak sepenuhnya animasi stop motion "dijauhi" penonton. Film berseri yang cukup sukses dan terkenal di seluruh dunia seperti Shaun the Sheep pun masih menggunakan teknologi stop motion.

Hanya saja jika melihat pendapatan film-film stop motionsetelah Chicken Run,rasanya rumah produksi pun harus benar-benar percaya diri dan memiliki perhitungan yang matang dalam menelurkan kembali film berjenis ini untuk saat ini jika tidak ingin rugi. 

Namun dengan berbekal rating yang cukup tinggi pada situs Rotten Tomatoesyaitu 81% dan berhak mendapatkan label Certified Fresh,rasanya rumah produksi saat ini cukup percaya diri untuk mendapatkan keuntungan maksimal dari film ini. Pendapatan sebesar 36 Juta Dollar AS dalam 18 hari penayangannya di seluruh dunia pun seharusnya menjadi penanda hal yang positif. 

Dengan total budget sebesar 50 Juta Dollar AS, rasanya untuk "balik modal" pun bisa terlampaui mengingat banyak negara di kawasan Asia yang baru saja memulai jadwal tayangnya. Well, we'll see.

Sebuah Kritik Tentang Sepakbola Modern

 Apa yang ingin disampaikan dalam film ini sejujurnya sangatlah kaya. Bukan hanya sebuah kritik sosial tentang si kaya dan si miskin dalam bentuk penindasan masyarakat zaman perunggu kepada masyarakat zaman batu, lebih dari itu film ini ingin menyampaikan sebuah kritik dalam sebuah olahraga paling terkenal sejagat raya yaitu sepakbola.

Seperti kita tahu bahwa saat ini kapitalisme erat kaitannya dengan sepakbola modern. Tim yang kaya semakin kaya dan tim yang miskin semakin miskin. 

Kekayaan yang dimiliki klub-klub sepakbola pun menghancurkan esensi dari sepakbola itu sendiri. Saat ini faktor kebintangan yang dimiliki sebuah klub melebihi faktor-faktor penting dalam sepakbola itu sendiri seperti prestasi dan gaya bermain tim. Klub yang memiliki bintang sepakbola berlimpah sudah pasti akan lebih menarik banyak investor untuk menanamkan modalnya di klub tersebut. 

Bayangkan saja, berapa potensi iklan yang dilihat oleh jutaan pasang mata diseluruh dunia ketika ada seorang pemain bintang yang berlaga di sebuah pertandingan klub elit? atau berapa juta jerseyklub yang bisa terjual dengan nama si pemain bintang di belakangnya? Terlihat menggiurkan untuk investor dan klub itu sendiri. Kontrak pemain pun banyak yang tercipta dengan nilai yang tidak wajar bahkan beberapa melebihi GDPsebuah negara kecil. Jelas keuntungan finansial jauh lebih penting dari sebuah prestasi.

villains.wikia.com
villains.wikia.com
Dan hal inilah yang coba dihadirkan lewat film ini. Kehadiran tim sepakbola dari kerajaan perunggu bernama Real Bronzio jelas menggambarkan kondisi yang dimiliki banyak tim sepakbola saat ini, kaya dan bertabur bintang. Sementara tim sepakbola zaman batu jelas merupakan gambaran tim sepakbola yang saat ini sudah jarang ditemukan, memiliki gairah murni bermain sepakbola dan mengutamakan kerjasama tim. 

Kritikan ini sangat jelas ketika karakter Goona dari tim zaman batu menyemangati tim nya untuk tidak takut. Kira-kira seperti ini kata-katanya, "Tidak perlu takut, mereka bukanlah pemain sepakbola, mereka hanyalah 11 orang yang menganggap diri mereka masing-masing seorang bintang". Jelas, kritikan yang sangat pedas bukan?

 Selain itu penggambaran Lord Nooth dan Queen Oofeefa pun bagaikan para pengusaha kaya pemilik klub sepakbola dan Fifa itu sendiri. Lord Nooth digambarkan sebagai orang yang hanya memikirkan keuntungan dari setiap pertandingan sepakbola, sementara sang ratu menginginkan pertandingan yang fair dan menghibur bagi banyak orang layaknya esensi dan sejarah sepakbola itu sendiri. 

Meskipun sebenarnya saat ini pun Fifa juga tidak fair-fair banget, tapi setidaknya itu merupakan pesan bahwa apa yang diinginkan Fifa pada awalnya pun hanyalah sepakbola yang fair, menghibur dan apa adanya, tanpa kapitalisme yang muncul di tengah-tengahnya.

Mengingat film ini juga merupakan film Inggris yang merupakan negara dengan acara sepakbola paling diminati di seluruh dunia yaitu Premier League, rasanya kritikan ini memang terlebih dulu menyasar klub-klub lokal mereka yang berubah ke arah kapitalis seperti Manchester City, Manchester United dan Chelsea sebelum kritikan ini juga meluas ke klub sepakbola di negara lain seperti Spanyol dengan La Liga nya dan Perancis dengan Ligue 1 nya.

Kritikan lainnya juga muncul seputar isu sexistyang saat ini masih berkembang dengan bebas di masyarakat. Peran wanita dalam sepakbola saat ini masih dipandang sebelah mata oleh sebagian besar masyarakat. Dan pesan tersebut digambarkan secara apik ketika Lord Nooth meremehkan kehadiran gadis bernama Goona pada tim zaman batu.

Kesimpulan

Pada akhirnya film ini bisa dikatakan sukses untuk menyampaikan kritikan-kritikan pedasnya dalam dunia sepakbola. Dikemas dengan apik dalam balutan animasi stop motion yang menghibur. Jalan cerita yang diawal terasa absurdpada akhirnya berhasil menghadirkan penutup yang sangat baik, juga emosi yang ditampilkan sepanjang pertandingan sepakbola pun dihadirkan dengan sangat baik. 

Tak lupa, komedi yang ditampilkan di sepanjang film cukup segar dan memancing kita untuk tertawa terbahak-bahak. Dan untuk anak-anak, film ini sangat saya rekomendasikan untuk ditonton. Jelas film ini banyak mengajarkan pelajaran yang berharga bagi anak-anak seperti belajar untuk selalu fair play dalam setiap hal, belajar untuk tidak rakus dan tidak mengejar kekayaan serta yang terpenting adalah pelajaran untuk selalu berjuang dan memiliki kepercayaan yang besar terhadap diri sendiri. Belajarlah seperti Dug, bukan Lord Nooth.

So,selamat menyaksikan teman-teman kompasiana !!

*Untuk mengetahui bagaimana rumitnya pembuatan film stop motion, berikut video pembuatan film Early Man. Selamat menyaksikan !


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun