Mohon tunggu...
Putu Yonata Udawananda
Putu Yonata Udawananda Mohon Tunggu... Administrasi - Kontributor

Merajut asa dengan rangkaian kalimat

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Socrates : Piawai di Lapangan Hijau, Vokal di Panggung Demokrasi

2 Mei 2020   17:38 Diperbarui: 10 Agustus 2022   06:47 471
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source: newframe.com

Suatu saat Aristoteles sempat berucap "Pendidikan mempunyai akar yang pahit, tapi buahnya manis."

Di dalamnya tersirat makna berat rasanya menempuh pendidikan, namun manfaatnya akan terasa di kemudian hari. Sekiranya kutipan itu mampu menjadi motivasi bagi mereka yang sedang menempuh pendidikan saat ini. Tidak terkecuali bagi pesepakbola profesional. Sebagian pesepakbola tetap memprioritaskan pendidikan di tengah padatnya kegiatan sepakbola mereka.

Sepanjang sejarah, dunia sepakbola telah mengenal banyak pemain yang tetap mementingkan pendidikan. Jika mengambil contoh pesepak bola masa lalu, maka nama Socrates yang akan mencuat. Namun, bukan Socrates filsuf Yunani, melainkan pesepak bola yang mengemban 60 caps untuk Timnas Brasil.

Adalah Socrates Brasileiro Sampaio de Souza Vieira de Oliveira. Ia bukanlah pesepak bola biasa. Selain urusan olah kulit bundar, ia juga adalah seorang pengemban gelar dokter, aktivis politik, dan bahkan memiliki gelar Ph.D dalam bidang filsafat.

Socrates lahir di Para namun besar di Sao Paulo. Masa kecilnya kerap ia habiskan di perpustakaan ayahnya.

Sejatinya, ia memiliki keinginan untuk menjadi dokter. Hingga akhirnya ia dihadapkan pada dua pilihan, sepak bola atau kedokteran.

Atas saran ayahnya, Socrates memilih sepak bola, sebab ia bisa fokus dahulu di sepak bola dan belajar kedokteran setelah ia pensiun. Namun nyatanya tidak bisa ia lakukan.

Selama masa remajanya, ia habiskan untuk belajar dan berlatih dengan klub lokal Botafogo. Socrates menaruh perhatian pada ketidaksetaraan di Brasil saat itu. Banyak rekan setimnya di Botafogo yang berlatar kemiskinan. Namun, Socrates membujuk rekannya untuk rajin membaca dan mengikuti perkembangan isu.

Socrates kemudian bergabung dengan Corinthians pada tahun 1978 dan bermain selama enam musim untuk klub asal Sao Paulo tersebut.

Di luar lapangan, Socrates dikenal sebagai penggagas "Corinthians Democracy" atau yang sebutan aslinya "Democracia Corinthiana." Gagasan itu ia kembangkan bersama rekan setimnya Wladimir, Walter Casagrande, dan Zenon Farias.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun