Hingga Bulan Februari, melihat AS Monaco yang terdampar di peringkat ke-18 klasemen Ligue 1 bukanlah pemandangan yang biasa. Ya, itu memang nyata terjadi pada musim ini. Beberapa pencapaian juga mereka pecahkan pada musim ini. Pencapaian buruk tentunya. Bagaikan kapal perang yang sedang karam, Monaco memang sedang terjerembab dan rapuh di mata kapal lainnya.
Sejak Ligue 1 musim ini dimulai, klub yang berdiri sejak tahun 1924 ini memang sudah menunjukkan pertanda tidak baik musim ini. Kemenangan di pekan pertama atas Nantes menjadi kemenangan terakhir yang diberikan Jardim sebelum dipecat setelah mengalami 10 pertandingan nihil kemenangan di semua ajang.
Masuknya Thierry Henry sebagai pelatih baru tidak mengubah situasi. Henry baru bisa menyudahi puasa kemenangan Les Monegasques di pertandingan ketujuhnya pasca menang di markas Caen 1-0. Tiga setengah bulan lamanya setelah kemenangan atas Nantes. Nasib Monaco di Liga Champions justru lebih mengenaskan. Singkatnya, mereka terbenam di dasar grup dengan hanya mengantongi sebiji poin.
Setelah tiga bulan, Henry harus angkat koper dari Stade Louis II. Rekornya hampir tidak ada yang gemerlap sama sekali. Kemenangan terbesarnya hanya dengan skor 2-0 atas Amiens. Ujung-ujungnya, sang petinggi, Vadim Vasilyev kembali menunjuk Jardim untuk menjadi pelatih.
Pelatih nampaknya bukan masalah utama yang mengakibatkan keadaan Monaco seperti sekarang ini. Jika mengingat torehan Jardim di Monaco, tentu masih melekat dalam ingatan disaat Monaco mengakhiri dominasi PSG sebagai juara Ligue 1 dan mencapai babak semifinal Liga Champions di musim 2016/17 lalu. Dua musim setelahnya, mengejutkan melihat nasib Monaco yang rapuh, walau masih ditangani pelatih yang sama. Maka dari itu, muncullah jawaban dari permasalahan yang dimiliki peraih 8 trofi Ligue 1 tersebut saat ini, yaitu pilar yang telah hilang.
Dua musim lalu, tidak asing nama-nama pilar muda Monaco saat itu. Mulai dari Thomas Lemar, Tiemoue Bakayoko, Bernardo Silva, Fabinho, Benjamin Mendy, Djibril Sidibe, hingga sang fenomenal Kylian Mbappe. Merekalah kunci Monaco saat itu, walaupun usia mereka semua tidak ada yang lebih dari 24 tahun saat itu, masih sangat muda. Namun, itu juga menjadi boomerang bagi dirinya sendiri. Level Liga Perancis yang kalah dari liga top Eropa lainnya membuat para pemain kunci Monaco meninggalkan klubnya untuk mencari tantangan baru.
Praktis, dalam dua musim nama-nama pemain diatas sudah tidak menjadi pemain Monaco, kecuali Djibril Sidibe yang masih bertahan. Sebenarnya sudah menjadi resiko bagi klub pencetak bibit muda itu untuk kehilangan pemain kuncinya. Hal ini juga terjadi pada Borussia Dortmund, Benfica, dan Ajax Amsterdam. Sehingga, Jardim hanya bisa melakukan bongkar pasang pemain di setiap musimnya.
Untung besar memang diperoleh Monaco pasca melepas pemain bintang mereka. Bahkan, hasil penjualan pemain mereka selama dua musim terakhir menyentuh angka 600 juta Euro! Fantastis. Namun, tugas berat menanti. Monaco harus menemukan pemain baru yang kualitasnya tidak kalah dengan pemain sebelumnya. Hal itulah yang (sejauh ini) gagal dilakukan oleh mereka. Ditambah lagi, pemain yang tersisa dari tim juara Monaco dua tahun lalu kebanyakan sudah berusia kepala tiga seperti Radamel Falcao, Kamil Glik, dan Danijel Subasic.
Sejatinya, Monaco melakukan apa yang mereka biasa lakukan di bursa transfer. Mencari bibit muda potensial sekaligus mencari penambal pemain yang meninggalkan Monaco. Tapi masalah justru datang ketika musim dimulai. Pemain yang diharapkan cepat nyetel dengan skema, justru sebaliknya yang terjadi. Nacer Chadli dan Antonio Barreca adalah contohnya.Â
Alhasil, mereka jarang mendapat kesempatan bermain. Selain itu, badai cedera yang menimpa pemain kunci seperti Aleksandr Golovin dan Danijel Subasic juga kian membuat Monaco pincang. Bahkan Subasic sudah mengalami dua kali cedera musim ini yang harus membuatnya menepi selama total 158 hari. Hal itu diperparah ketika kiper cadangan, Diego Benaglio juga mengalami cedera yang berbarengan dengan Subasic. Thierry Henry yang baru ditunjuk menjadi pelatih saat itu tidak punya pilihan kiper lain selain memainkan kiper muda Seydou Sy dan Loic Badiashile yang tersisa.
Lini depan Monaco memang masih memiliki El Tigre Radamel Falcao. Namun, hilangnya duo kreator lini tengah musim lalu, Fabinho dan Joao Moutinho jelas membuat suplai bola bagi Falcao menurun. Tielemans yang kerap dimainkan lebih ke tengah bukanlah tipe seorang playmaker dengan umpan manjanya. Pada dasarnya, permasalahan Monaco saat ini datang dari segala lini.