Mohon tunggu...
yona listiana
yona listiana Mohon Tunggu... Desainer - penjahit

suka mancing

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Bahasa dan Bahaya Laten Terorisme

11 Mei 2015   12:34 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:10 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menarik ketika menyimak seorang Ulil Abshar-Abdalla, salah satu tokoh utama Jaringan Islam Liberal (JIL), berkomentar mengenai gaya bahasa yang digunakan oleh pelaku terorisme dalam menjalankan aksi propagandanya. Menurutnya, bahasa yang sering digunakan oleh terorisme adalah bahasa yang mudah dipahami oleh khalayak luas. Hal ini menyebabkan munculnya peluang-peluang bagi terorisme into terus tumbuh. Banyak pengamat mengatakan bahwa ideologi radikal yang diusung oleh pelaku terorisme umumnya berasal dari pemahaman dangkal mengenai intepretasi agama. Namun menurut Ulil, sebenarnya para dalang terorisme memiliki kecerdasan dalam merangkai propaganda ideologinya, di mana hal tersebut ditunjukkan dalam penggunaan bahasa-bahasa sederhana yang mudah mengena dan menarik perhatian orang banyak. Itulah mengapa terorisme kini menjadi bahaya laten karena kompleksnya penanganan yang harus dilakukan terhadapnya. Kita tahu bahwa propaganda terorisme selalu menawarkan jalan keluar yang bersifat radikal guna menjawab pandangan hidup yang kosong, seperti kemiskinan, pengucilan, dan sebagainya. Pelaku terorisme selalu menekankan hal-hal yang bertentangan dengan ideologi yang diusungnya sebagai musuh. Ketika diskursus tersebut digabungkan dengan wacana pengentasan kondisi marjinal, maka paham radikal pun dapat tepat berkembang. Upaya untuk menanggulangi hal tersebut adalah melalui kontra-propaganda. Diskursus yang disampaikan dalam kontra-propaganda adalah memosisikan agama sebagai teman bagi semesta, di mana salah satunya menganggap perbedaan sebagai keragaman, bukan musuh. Hal ini dilakukan untuk melawan kecenderungan membesarnya eksistensi gerakan terorisme akibat makin luasnya sebaran rasa permusuhan yang digaungkannya. Terorisme merupakan ujung dari radikalisme yang dapat bermulapandangan hidup sederhana, di mana seseorang bisa sama tidak menyadari bahwa tindakan yang dilakukannya adalah tindakan radikal. Umumnya sikap radikal dilakukan oleh seseorang sebagainbentuk eskpresi kekecewaan dan ada pula yang dilakukan atas dasar kegusaran mengenai satu hal. Adapun kaitannya dengan terorisme agama, umumnya sikap radikal muncul dari keyakinan fanatik terhadap agama yang dianutnya. Hal inilah yang kemudian banyak dimanfaatkan oleh dalang terorisme untuk merekrut simpatisannya, sehingga tidak heran jika terorisme menjelma menjadin bahaya laten. Untuk menangkalnya, perlu dilakukan kerja sama sinergis antara seluruh pemangku kepentingan terkaitn untuk merumuskan dan mensosialisasikan kehidupan beragama yang toleran. Terlebih untuk sosialisasi, saya pikir perlu juga untuk mengajak serta kalangan mahasiswa dan media untuk membantu menyampaikan pesan toleransi dan damai kepada masyarakat luas. Hal ini dikarenakan mahasiswa dan media merupakan kslompok yang cukup aktif bersinggungan langsung dengan masyarakat tanpa ada batasan struktural. Salam damai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun