Â
Kali ini aku ingin menceritakan tentang perjalanan hidup kepenulisanku. Bernapak tilas begitu. Saat itu aku memulainya secara terpaksa dan harus kupaksakan. Dan semuanya bermula dari sana. Berawal bermuara pada sebuah diktat. Kala itu dia guru BESAR-ku.
Sebuah diktat berwarna merah bendera dengan tebal kurang lebih setengah sentimeter. Berisi sekitar seratusan halaman yang ditulis bolak balik. Artinya setiap lembar dengan dua halamannya berisi penuh tulisan. Ia yang menuntunku menyelesaikan karya pertama itu, proposal penelitian.
Waktu itu antara bulan Agustus-September tahun 1987. Tiga puluh empat tahun yang lalu kurang lebih. Aku kebingunan, kelimpungan dan tidak 'dong' harus mulai menulis apa dari mana. Situasi ini terjadi padaku sesudah judul proposal penelitian disetujui oleh Ketua Jurusan kala itu, Drs. Mashoed, M.P.
Aku sebenarnya telah terbiasa menulis sejak awal masuk di perguruan tinggi. Sebab waktu itu di tahun 1983 belum ada computer dan internet. Sehingga semua tugas kuliah berupa makalah diramu sendiri dan hanya dikerjakan dengan mesin tik.
Mesin tulis yang sangat seru iramanya saat kita menekan tuts-tuts penghasil kata. Selain bunyi dari tuts juga berasal dari gesekan perputaran roda untuk berpindah ke baris berikut. Atau dari tuts shift untuk menulis huruf KAPITAL.
Sungguh sangat beritama. Tapi cukup mengganggu orang di sekitar bila kita sedang menggunakan mesin tulis ini. Rasanya teman-teman yang mengalami situasi ini pasti merasakan apa yang saya alami. Jadi aku sudah sering menulis tapi tidak percaya diri untuk mulai menggarap proposal penelitian itu.
Aku bingung dan limping mau bagaimana. Tapi tak kubiarkan diri dirundung murung. Aku berburu informasi yang bisa menolong. Berburu buku atau apapun asal bisa membantu.
Dalam situasi tak menentu itu aku berkunjung ke sebuah gerai buku. Kedai buku yang ada di lingkungan kampus A. Kala itu kami menyebutnya gedung pusat IKIP Jakarta. Lokasinya persis bersebelahan dengan kampus UI Rawamangun.
Gerai buku yang tidak terlalu besar itu aku 'gerayangi' dari sudut ke sudut. Kuacak-acak dari ujung yang satu ke ujung yang lain. Aku melihat judul setiap buku yang tergerai. Bila ada yang sesuai, aku teliti lebih mendalam. Membuka bagian dalam dan membaca lebih detail.
Dan tak sia-sia usahaku. Aku mendapatkan diktat itu menantiku dengan pasrah di salah satu rak. Tak menunggu waktu lebih lama. Aku langsung membawa dan membayarnya. Harganya mungkin sekitar seribu rupiah. Entahlah. Aku sudah tidak ingat lagi berapa tepatnya. Ia dicetak tahun 1986. Yang aku beli adalah yang cetakan kedua di tahun yang sama.