Mohon tunggu...
Yolis Djami
Yolis Djami Mohon Tunggu... Dosen - Foto pribadi

Tilong, Kupang.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tapaleuk

20 Mei 2020   07:05 Diperbarui: 21 Mei 2020   16:04 976
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Jika Anda, para pembaca yang budiman pernah berada di Kupang dan kebetulan sedang keliling-keliling kota Anda akan mudah memperhatikannya. Entah berkeliling kota dengan kendaraan pribadi atau kendaraan umum atau sedang menunggu di pinggir jalan umum Anda akan mendapat kesan yang sama. 

Pertama, musik dari dalam angkot yang memekakkan telinga. Dan yang kedua, goresan yang menghiasi tubuh angkot-angkot itu. Goresan-goresannya bisa berupa gambar dan/atau kata-kata. Kata-katanya ada yang dalam bahasa Inggris, bahasa Indonesia atau dialek Kupang.

Goresan-goresan itu selalu menempati bagian-bagian strategis di badan kendaraan -- umumnya mobil -- agar mudah terlihat terbaca. Kata orang Inggris, eye catching. Kalau angkot, biasanya di belakang atau bagian samping badan mobil. Sedangkan kalau truk biasanya di bagian belakang atau di karet lebar yang menggantung sebagai pelindung bagian belakang roda belakang. Karet ini berfungsi untuk menahan air yang terbawa roda saat berputar atau berjalan agar tidak menciprati orang lain, terutama saat hujan.

Goresan-goresan yang terpampang di badan kendaraan beroda empat atau lebih itu variatif dan memiliki arti sendiri bagi yang paham. Kalau yang dalam bahasa Indonesia semua orang mengerti maksudnya dengan jelas. Kecuali keliru atau malah salah penulisannya. Yang bahasa Inggris tidak semua orang tahu maknanya dengan jelas.

Kecuali yang memiliki bahasa itu atau yang pernah mempelajarinya. Demikian pun yang dari dialek Kupang tidak semua yang membaca paham maksudnya. Kecuali orang Kupang dan/atau sebagian orang NTT. Tulisan-tulisannya ada yang hanya satu kata. Ada pula yang dalam bentuk frasa.

Satu di antara banyak tulisan yang pernah saya baca itu adalah kata: Tapaleuk. Kata tapaleuk dalam Kamus Pengantar Bahasa Kupang yang ditulis oleh June Jacob dan Charles E. Grimes (2003:212) diartikan dengan: "Jalan-jalan." Tidak ada keterangan tambahan tentang maksud sesungguhnya dari kata jalan-jalan itu dalam kamus ini. 

Tapi bagi orang Kupang kata tapaleuk berkonotasi negatif. Kata ini biasanya disematkan pada orang yang suka berjalan tanpa tujuan yang jelas. Misalnya keluar rumah dari pagi hingga kembali pulang di sore hari tanpa membawa hasil apapun.

Dari kata tapaleuk ini berkembang terbentuk sebuah frasa baru. Yakni frasa yang semakin memperjelas arti kata tapaleuk itu. Frasa yang dimaksud adalah: "Ukur jalan. Jalan-jalan ukur jalan. Habis ukur jalan. Atau baru pulang ukur jalan." Semua frasa ini memiliki arti yang sama yaitu pergi ke mana-mana tanpa tujuan, tanpa target apa-apa yang hendak diperoleh, dicapai. Jalan-jalan saja menghabiskan waktu, tenaga dan mungkin juga dana.

Kalau diperhatikan secara teliti arti tapaleuk dari kamus tadi tidak ada kecenderungan negatif padanya. Malah positif. Karena positif maka dia dipakai sebagai nama salah satu produk alas kaki di Kupang dengan merek komersilnya: Tapaleuk. Lalu kenapa dia menjadi negatif? Pembaca yang terhormat, kata ini menjadi negatif karena biasanya terucap dari orang yang marah terhadap seseorang atau sekelompok orang yang sukanya jalan-jalan melulu. Dan dari jalan-jalannya itu tidak menghasilkan apa-apa yang berarti, berguna. Baik untuk dirinya sendiri maupun bagi orang lainnya yang ada di sekelilingnya.

Dengan demikian berarti kata itu bagus, baik, positif. Tidak negatif. Tetapi karena sering digunakan, diperkatakan dalam keadaan atau situasi negatif (emosi yang tidak stabil, emosi yang tak terkendali) maka jadilah dia negatif. Artinya yang negatif bukan pada kata tapaleuk-nya tetapi paradigma orang yang melontarkan dan yang mendengar kata ini yang kemudian mempersepsikannya sebagai sesuatu negatif.

Pembaca mungkin pernah mendengar orang berkata: "Sepakat untuk tidak sepakat." Yang berarti tidak sepakat juga. Tapi karena diawali dengan sikap positif dia menjadi positif. Demikian halnya dengan kata tapaleuk. Karena dia positif dan bukan negatif maka perkenankan saya mengadopsi cara pembentukan frasa sepakat di atas tadi untuk mengartikan kata tapaleuk sebagai: "Jalan-jalan dengan tujuan tanpa tujuan."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun