"Teh, aku beli buku yang ini." Aku pun menyodorkan sebuah buku cerita detektif pada penjaga toko.
Kedua penjaga toko saling berpandangan, terlihat benar menahan tawa. "Emangnya yang kemarin dibeli udah tamat?"
Aku mengangguk, menandakan memang sudah selesai membaca buku yang baru dibeli hari kemarin. Membaca memang hobiku, dan dulu aku termasuk pembaca yang cepat. Aku kemudian kecewa mendengar jawaban kedua penjaga toko yang kebetulan tetanggaku itu. Kata mereka, buku yang kuinginkan baru bisa dibeli minggu depan. Ternyata, usut punya usut, kakekku agak kesal dengan kebiasaanku sering membeli buku baru. Dalam satu minggu aku bisa membeli beberapa buku sekaligus. Kompensasinya, aku tidak jajan di sekolah. Karena semua uang sakuku dibelikan buku. Akibatnya aku sering minta uang jajan pada kakakku. Rupanya ia mengadu pada kakek. Dan kakek pun berinisiatif pergi ke toko buku yang kebetulan pemiliknya itu tetangga dekat.
Memang seperti itulah kecintaanku pada buku. Dulu aku sering heran bila ada yang malas membaca. Lebih heran lagi kalau ada yang bilang tidak punya uang untuk beli buku. Dulu, aku belum sadar jika buku itu jadi barang mewah bagi sebagian orang. Jangankan untuk membeli buku, untuk makan saja mereka kesulitan.
Pondok Bacaan Gratis di Boja
Kini aku paham kenapa banyak perpustakaan keliling gratis yang disebar. Kenapa pula ada komunitas membaca yang mengadakan perpustakaan gratis di taman-taman di akhir pekan. Selain untuk meningkatkan minat baca, hal tersebut diadakan demi menampung keinginan masyarakat untuk membaca buku. Seperti halnya yang dilakukan oleh Heri Chandra Santoso. Di perkebunan teh tempat ia tinggal buku sangat sulit diperoleh. Buku layaknya jadi barang mewah bagi warga yang sebagian besar berprofesi sebagai petani, buruh pabrik, dan pedagang kecil. Hati Heri protes, sebagai pecinta sastra ia berkeinginan memperkenalkan sastra pada warga. Dan salah satu jalannya adalah melalui buku.
Alumni Fakultas Sastra Diponegoro Semarang ini akhirnya berinisiatif mendirikan pondok bacaan gratis bersama sahabatnya. Adapun Sigit Susanto, sahabatnya, ternyata satu pemikiran dengan Heri. Demi mewujudkan asa bersama tersebut, Sigit menyediakan rumahnya di Desa Bebengan untuk digunakan sebagai pondok bacaan. Pada 2006, berdirilah Pondok Maos Guyub di Boja, pondok baca gratis yang diperuntukkan bagi masyarakat desa.
Aneka Kegiatan Para Pecinta Sastra
Tak disangka animo warga terhadap Pondok Maos Guyub sangat bagus. Heri dan Sigit makin bersemangat mengelola perpustakaan gratis tersebut. Pada saat didirikan, buku-buku yang tersedia awalnya berasal dari koleksi pribadi mereka berdua. Seiring waktu berjalan, Heri merasa masih ada yang kurang. Ia berpendapat kegiatan sastra-nya masih statis, alias begitu-begitu saja. Demi mengenalkan sastra pada masyarakat lebih luas lagi, Heri pun mengadakan berbagai kegiatan yang terbilang unik seperti berikut ini.
- Pada 2006 Heri beserta sahabatnya Sigit mendirikan perpustakaan gratis Pondok Maos Guyub. Buku di perpustakaan ini awalnya berasal dari koleksi pribadi.
- Sastra Sepeda, seiring waktu Heri menyadari membutuhkan kegiatan sastra yang lebih interaktif. Maka diadakanlah kegiatan Sastra Sepeda. Walhasil kegiatan ini berhasil memancing minat dan simpati warga desa, termasuk juga media. Sumbangan buku pun mengalir deras hingga berjumlah ribuan.
- Komunitas Lereng Medini, Heri kemudian juga menyadari membutuhkan wadah kegiatan sastra yang lebih resmi. Maka didirikanlah Komunitas Lereng Medini tempat berkumpulnya para pecinta sastra pada tahun 2008. Nama komunitas ini diambil dari perkebunan teh Medini.
Komunitas Lereng Medini
Kegiatan KLM sangat beragam, seperti reading group setiap Minggu pagi. Adapula Jemuran Puisi yang unik, dimana lembaran puisi dijemur mirip menjemur pakaian. Kemudian ada Wakul Pustaka, kegiatannya juga unik, menaruh wadah nasi dari anyaman bambu, lalu diletakkan di warung-warung seputaran Boja. Responnya sangat bagus, sampai ada yang request buku bacaan anak.
Respon warga sangat bagus terhadap berbagai kegiatan dari KLM tersebut. Ditambah pula dengan kegiatan Kemah Sastra. Kegiatan sastra ini berhasil menghadirkan sejumlah maestro sastra. KLM juga menerbitkan buku antologi cerpen dan puisi karya para penulis pemula. Begitu banyak dan variatif-nya kegiatan KLM ini hingga mengundang minat mahasiswa untuk menjadikannya objek penelitian skripsi.
Kecintaan Heri Chandra Santoso telah dibuktikannya dengan mengadakan berbagai kegiatan dan mendirikan Komunitas Lereng Medini. Jerih payahnya tersebut tidak sia-sia. Warga jadi memiliki akses mudah untuk membaca buku. Hingga mereka juga jadi lebih mengenal sastra lewat berbagai kegiatan unik dan kreatif yang diadakan oleh Heri. Upaya ini telah berhasil menggiring Heri menjadi penerima penghargaan Astra SATU Indonesia Awards 2011 di bidang pendidikan. Sebuah prestasi yang memang pantas Heri dapatkan.