Mohon tunggu...
Yola Widya
Yola Widya Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Penyuka kuliner dan traveling

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Berkah Membayar Sekolah dengan Sayuran

14 September 2023   08:20 Diperbarui: 14 September 2023   08:51 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi SATU Indonesia

Teringat cerita bertahun-tahun lalu ketika saya berkunjung ke rumah teman di desa. Saya sangat menyukai rumahnya yang terletak di atas bukit, sederhana, tapi nyaman, dan udaranya sangat sejuk. Teman saya itu memiliki anak laki-laki kembar. Waktu itu tahun ajaran baru sekolah akan segera dimulai. Saya pikir kedua anak teman saya itu pun masuk SMP seperti anak lainnya.

"Ah, cuti dulu saja sepertinya ...." Demikian jawaban teman waktu itu yang membuat saya shock.

Setelah beberapa saat mengumpulkan keberanian untuk bertanya, saya pun melancarkan protes, "Tapi kan SMP itu gratis. Iya bener kan?"

Teman saya hanya menggelengkan kepala, lalu melempar senyum lemah. Tak lama kemudian meluncurlah ceritanya. Saya hanya bisa terdiam setelah mendengar alasan mengapa kedua putranya tidak akan lanjut sekolah ke jenjang SMP. Selama ini, setahu saya memang suaminya kerja serabutan. Keuangan teman saya ini masih dibantu oleh orangtuanya. Walaupun begitu, tetap saja hati ini protes, tak rela rasanya kedua anak kembar itu harus berhenti sekolah hanya untuk membantu mencari nafkah. Apakah memang masalah ekonomi ini yang membuat anak putus sekolah dari jenjang SD lebih besar prosentasenya?

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, penyebab utama anak putus sekolah adalah faktor ekonomi. 67 persen tidak melanjutkan ke jenjang berikutnya karena sulit membayar biaya sekolah, sisanya karena harus membantu keluarga mencari nafkah. Jumlah anak putus sekolah sepanjang tahun ajaran 2022/2023 saja sebanyak 76.834 dari semua jenjang, SD sebanyak 40.623, SMP 13.716, SMK 12.404. Miris, karena dari jenjang SD yang tidak lanjut sekolah sangat banyak jumlahnya.

Sekolah Alam Untuk Semua Anak

Sedih rasanya kalau menemukan anak yang putus sekolah itu. Saya sering juga menemukan anak usia SD yang ngamen di jalanan. Awalnya saya suka nanya-nanya, "Nggak sekolah, Dek?" Terus mereka menjawab kalau baru pulang sekolah, lalu lanjut ngamen. Jleb! Rasanya gimana gitu mendengar jawaban mereka itu. Jadi teringat anak-anak saya yang terkadang suka malas-malasan sekolah. Padahal banyak anak di luar sana yang harus sekolah sambil bekerja, dan lebih banyak lagi yang putus sekolah. Sedih rasanya menyadari semua itu, apa tidak ada orang yang bisa menolong mereka?

Kegelisahan saya itu terobati ketika mengetahui sosok pejuang pendidikan Muhammad Farid. Beliau ini pendiri Sekolah Alam untuk anak-anak dari keluarga tidak mampu. Masya Allah, jadi teringat ketika anak saya masih di Sekolah Alam, dan bayarannya itu lumayan menurut saya. Sedangkan Bapak Farid ini dengan mulianya mendirikan Sekolah Alam yang ditujukan untuk mereka yang kurang mampu. Bahkan sekolah pun dibayar dengan sayuran, jika terpaksa malah boleh membayar dengan doa saja. Saya sempat tertegun, niat yang benar-benar tulus dan mulia.

Dokumentasi SATU Indonesia
Dokumentasi SATU Indonesia
Sekolah Alam Banyuwangi Islami School (BIS) yang didirikan oleh Muhammad Farid terletak di Desa Kopen, Genteng, Banyuwangi. Niat mulia pria yang lahir pada 19 April 1976 ini telah mengantarkannya menjadi penerima ASTRA Indonesia SATU Awards 2010 di bidang pendidikan dengan title "Sayur Untuk Sekolah".

Sayur Untuk Sekolah

Bapak Farid menyadari benar banyak anak putus sekolah karena faktor ekonomi. Awalnya beliau mendirikan Sekolah Alam sebagai penunjang tesis S2 Manajemen Pendidikan. Beruntung ada yang mewakafkan tanahnya untuk dikelola oleh Bapak Farid menjadi sekolah. Di atas tanas seluas 3000 meter, Pak Farid membangun aula dan langgar kecil, ditambah aula untuk sanggar. Selebihnya, di atas sisa lahan dibangun saung-saung dari kayu yang sederhana.

Pak Farid terkejut dengan biaya Sekolah Alam ketika melakukan studi banding ke Jakarta. Beliau kemudian bertekad mendirikan sekolah dengan biaya terjangkau. Pak Farid mencari murid-murid dari keluarga tidak mampu untuk bersekolah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun