Sektor industri berperan penting terhadap kegiatan perekonomian di suatu negara. Sektor industri berperan sebagai pemegang kunci mesin pembangunan karena sektor industri memiliki beberapa keunggulan  dibandingkan dengan sektor yang lainnya yaitu nilai kapitalisasi modal yang tertanam sangat besar, kemampuan menyerap tenaga kerja yang besar, juga kemampuan menciptakan nilai tambah (valueadded creation) dari setiap input atau bahan dasar yang diolah. Pada negara-negara berkembang, sektor industri juga menunjukkan kontribusi yangsemakin tinggi. Salah satu perusahaan yang berkontribusi besar untuk negara maupun daerah adalah perusahaan rokok.
Perusahaan rokok memang memiliki kontribusi dan pengaruh yang cukup besar terhadap perekonomian di Indonesia maupun daerah. Keberadaan perusahaan rokok dapat menyerap tenaga kerja dengan jumlah yang sangat banyak dan dapat pula meningkatkan pendapatan suatu daerah tersebut serta berkontribusi secara signifikan terhadap pendapatan negara melalui pembayaran cukai, dan lain-lain.
Kota Kediri merupakan salah satu kota yang terkenal dengan pabrik rokok besar, yakni PT. Gudang Garam Tbk. Perusahaan rokok terkemuka ini telah lama berdiri di Kota Kediri dan berperan terhadap kemajuan Kota Kediri baik dari segi ekonomi maupun pembangunannya.
Berdirinya pabrik rokok Gudang Garam di Kota Kediri ini berdampak langsung kepada perekonomian masyarakat di Kota Kediri. Banyak masyarakat yang terserap tenaga kerjanya. Tidak hanya tenaga kerja yang bekerja di dalam pabrik, namun juga terbukanya berbagai usaha lainnya seperti toko dan warung yang berdiri di sekitar wilayah pabrik.
Sekitar 70% produk domestik regional bruto (PDRB) Kota Kediri itu disumbang oleh aktivitas produsen rokok kretek terkemuka di Tanah Air itu. Mengutip dokumen Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) 2016, PDRB atas dasar harga konstan Kota Kediri pada 2011 tanpa Gudang Garam hanya Rp7,2 triliun; lalu Rp7,6 triliun pada 2012; Rp7,9 pada 2013 (angka sementara); Rp8,2 triliun-Rp8,3 triliun pada 2014 (angka sangat sementara); dan Rp8,5 triliun-Rp8,7 triliun pada 2015 (angka sangat sementara). Sementara dengan perusahaan rokok Gudang Garam itu, PDRB atas dasar harga konstan selama 2011-2015 berturut-turut senilai Rp23,7 triliun; Rp25,5 triliun; Rp27,1 triliun (angka sementara); Rp28,6 triliun-Rp29,2 triliun (angka sangat sementara); dan Rp30,1 triliun-Rp31,3 triliun (angka sangat sementara). Adapun tahun ini, PDRB Kota Tahu tanpa Gudang Garam diproyeksi Rp8,7 triliun-Rp9,3 triliun, sedangkan dengan Gudang Garam, PDRB mencapai Rp31,6 triliun-Rp33,8 triliun. - amp.kaskus.co.id
Dalam dokumen itu, Pemkot Kediri mengakui bahwa dominasi industri pengolahan dalam struktur ekonomi Kota Kediri akan terus berlangsung dalam beberapa tahun mendatang sejalan dengan keberadaan pabrik rokok sigaret kretek mesin (SKM) dan sigaret kretek tangan (SKT) Gudang Garam. Sementara itu, jika ditilik dari pertumbuhan ekonomi, laju Kota Kediri melambat sejak 2012. Perlambatan itu kian tajam jika aktivitas Gudang Garam dikeluarkan dari perhitungan.
Adanya wacana bahwa harga rokok akan naik hingga 50 ribu rupiah per bungkusnya membuat Wali Kota Kediri sedikit menghawatirkan dampak ekonomi yang terjadi jika wacana tersebut benar-benar tereealisasikan. Pasalnya, di pabrik rokok Gudang Garam itu terdapat sekitar 37 ribu karyawan dan ribuan warga Kediri yang menggantungkan hidupnya dengan bekerja di pabrik rokok tersebut. Jika usulan kenaikan harga rokok tersebut benar-benar direalisasikan maka dikhawatirkan akan terjadi Pemutusan Hubungan Kerja.
Meskipun Wali Kota Kediri Abdullah Abu Bakar belum yakin jika wacana itu akan direalisasikan, namun semuanya diserahkan ke pusat dan daerah hanya melakukan kebijakan dari pusat. Untuk saat ini, Pemerintah Kota Kediri juga berupaya untuk mendorong masyarakat agar lebih mandiri, dengan menjadi wirausaha. Pemkot Kediri sedikit menggeser masyarakat yang menggantungkan diri ke industri rokok dengan UMKM, dan sudah mulai muncul UMKM baru, sehingga ekspektasi atau keinginan masyarakat bekerja di pabrik rokok semakin kecil.
Usulan menaikkan harga rokok menjadi 50 ribu rupiah per bungkus merupakan hasil studi Kepala Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Hasbullah Thabrany (jatim.antaranews.com). Studi tersebut mengungkap kemungkinan perokok akan berhenti merokok jika harganya dinaikkan dua kali lipat dari harga normal. Dan, hasilnya 80 persen bukan perokok setuju jika harga rokok dinaikkan. Sementara itu, Direktur Gudang Garam Istata Taswin Sidharta menilai industri rokok bisa berantakan jika wacana kenaikan harga rokok hingga Rp50 ribu per bungkus direalisasikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H