Sosial media adalah arena sosial untuk memberitahukan kegiatan, bukan hanya untuk menunjukkan makanan. Makan cantik sebenarnya adalah cara untuk menunjukkan kelas, kekayaan, dan eksistensi diri jika dipahami secara lebih mendalam. Kenyataannya beberapa orang yang ingin melakukan makan cantik memiliki banyak tantangan yang dihadapi, terutama masalah keuangan. Untuk makan di restoran-restoran cantik ini, orang yang suka makan cantik harus mengeluarkan banyak uang, tetapi itu tidak menghalangi mereka untuk melakukannya. Berbagai upaya dilakukan untuk mewujudkannya, salah satunya dengan menyisihkan uang untuk makan enak di akhir minggu.
Realitas di sosial media menjadi acuan utama, bahkan lebih dari realitas itu sendiri. sementara fakta utamanya secara bertahap hilang. Seolah-olah masyarakat percaya bahwa apa yang tidak ditampilkan dalam akun sosial media pelaku bukanlah apa yang sebenarnya terjadi. Jadi, sampai seberapa jauh makan enak menyembunyikan yang sebenarnya (makan di pinggir jalan sebagai representasi kelas bawah)?. Sehingga dapat dikatakan bahwa makan cantik itu sendiri adalah hasil dari hiperealitas.Â
Di satu sisi, makan dipinggir jalan dianggap sebagai representasi kelas bawah, sedangkan makan cantik dianggap sebagai representasi kelas atas. Oleh karena itu ada pengaburan kelas di mana status kelas tidak jelas di sosial media. Sosial media tidak lagi menampilkan realitas, tetapi lebih banyak hiperealitas. Simulasi, manipulasi, dan rekayasa adalah semua yang dilakukan oleh sosial media modern (Kushendrawati, 2006: 146).
Kesimpulan
Makan cantik adalah hiperealitas yang dimulai dengan gejala realiatas-realitas buatan yang akhirnya menjadi lebih rill daripada yang rill. Ketika seseorang melakukan aktivitas makan yang menarik, orang lain percaya bahwa mereka memiliki sumber daya keuangan yang cukup. Namun, pelaku harus memulai bisnis terlebih dahulu sebelum dapat melakukannya. Fakta yang diposting oleh pelaku di sosial media akan memberikan kesan bahwa pelaku adalah individu berkelas. Sosial media memungkinkan orang membuat simbol bersama tanpa harus bertemu atau berinteraksi, bahkan jika mereka tidak kenal satu sama lain.Â
Namun, simulasi ini tidak akan terjadi jika pelaku makan cantik tidak memotret aktivitasnya dan kemudian mengunggahnya di sosial media. Makanan yang indah yang diunggah di sosial media adalah sesuatu yang berbeda dari kenyataan. karena kondisi pelaku dan kondisi sebenarnya berbeda. Meskipun simulasi yang dilakukan oleh pelaku makan cantik di sosial media menunjukkan bahwa mereka berasal dari kelas sosial atas, sebenarnya mereka bukan dari kelas sosial tersebut.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa realitas yang sebenarnya telah hancur dan diganti dengan simulasi yang membuat realitas menjadi tidak jelas. Pengaburan kelas disebabkan oleh hiperrealita, yang pada akhirnya menyebabkan ketidakjelasan tentang status sosial seseorang yang digambarkan di sosial media.
Referensi
Barker, Chris. (2011) Cultural Studies: Teori dan praktik (terjemahan: Tim Kunci Cultural Studies Centre). Yogyakarta: Bentang (PT Bentang Pustaka)
Jean Baudrillard. 1981. Simulacra and Simulation. United State of Amerika: The University of Michigan Press
Denzin. Norman K. 1986. "Post Moderns Social Theory". Jurnal Sociological Theory, Vol. 4, Number. 2 (Autumn, 1986), 194-204