Mohon tunggu...
Yolanda Maya Damayhanti
Yolanda Maya Damayhanti Mohon Tunggu... Guru - Guru KB Cerdas Permai

Aku seorang Guru Kelompok Bermain, hobi ku adalah menyanyi dan makeup ini sekaligus menjadi pekerjaan sampingan ku ..

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Positivisme dan Fenomologi i

9 Desember 2024   17:24 Diperbarui: 14 Desember 2024   20:44 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

positivisme dan fenomenologi adalah dua aliran pemikiran yang sangat berbeda, baik dalam pendekatan maupun tujuan mereka, meskipun keduanya berfokus pada cara kita memahami kenyataan atau dunia di sekitar kita. 

Positivisme adalah aliran filsafat yang menekankan pentingnya pengetahuan yang dapat diverifikasi secara empiris, yakni pengetahuan yang berdasarkan pada fakta yang dapat diukur dan diamati. Positivisme pertama kali dikembangkan oleh Auguste Comte pada abad ke-19 dan memandang bahwa ilmu pengetahuan yang sahih harus didasarkan pada pengalaman indrawi yang dapat diobservasi dan diuji melalui eksperimen. 

Ciri-ciri utama positivisme, yaitu : 

  • Empirisme: Positivisme mengutamakan pengalaman dan pengamatan indrawi sebagai sumber utama pengetahuan.
  • Verifikasi dan Pengujian: Pengetahuan yang sahih hanya yang bisa diuji dan diverifikasi melalui eksperimen atau observasi.
  • Antimetafisika: Positivisme menolak spekulasi metafisik yang tidak bisa dibuktikan secara empiris. Misalnya, pertanyaan tentang Tuhan atau konsep-konsep yang tidak dapat diuji secara ilmiah dianggap tidak relevan.
  • Objektivitas: Positivisme percaya bahwa pengetahuan bisa bersifat objektif dan bebas dari pandangan subjektif atau bias individu.

Fenomenologi adalah aliran filsafat yang dikembangkan oleh Edmund Husserl pada awal abad ke-20, yang berfokus pada pengalaman langsung manusia terhadap dunia. Fenomenologi tidak hanya berusaha menggambarkan fenomena atau peristiwa, tetapi juga untuk mengungkapkan esensi atau struktur dasar dari pengalaman tersebut. Pendekatan ini sangat menekankan pada pemahaman bagaimana dunia tampak bagi subjek yang mengalaminya (yakni, bagi individu yang mengalaminya), tanpa melibatkan asumsi atau teori dari luar. 

Ciri-ciri utama fenomenologi:

  • Pengalaman subyektif: Fenomenologi menekankan pada cara kita mengalami dunia secara langsung, sebelum kita memberikan penilaian atau konsep-konsep abstrak terhadapnya.
  • Epoj: Salah satu metode utama dalam fenomenologi adalah "epoch", yaitu menangguhkan atau menanggalkan penilaian terhadap kenyataan untuk mengungkapkan bagaimana fenomena itu muncul dalam kesadaran kita.
  • Intentionalitas: Konsep ini merujuk pada ide bahwa kesadaran selalu "berarah" pada sesuatu. Artinya, setiap pengalaman atau perasaan yang kita alami selalu mengarah pada objek atau fenomena tertentu.
  • Esensialisme: Fenomenologi berusaha untuk menemukan esensi dari pengalaman manusia. Misalnya, untuk memahami apa artinya "mengalami sesuatu" dalam pengertian yang paling dasar dan mendalam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun