Kemiskinan masih menjadi isu utama dalam pembangunan di berbagai daerah, terutama di pedesaan. Desa Namo Puli, Kecamatan STM Hilir, adalah salah satu wilayah dengan tingkat kemiskinan yang signifikan. Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat setempat, termasuk pernyataan Pak Arwan Ginting, sekitar 40% penduduk desa masuk dalam kategori tidak mampu. Mayoritas penduduk di desa ini bekerja sebagai petani, sementara lapangan pekerjaan di sektor lain sebenarnya tersedia, meski kurang dimanfaatkan oleh masyarakat. Desa ini juga memiliki program pelatihan kerja untuk meningkatkan keterampilan warga, namun tingkat partisipasinya masih rendah.
Desa Namopuli memiliki struktur sosial-ekonomi yang didominasi oleh sektor pertanian. Sebagian besar masyarakatnya bergantung pada hasil tani sebagai sumber penghidupan utama. Hal ini menyebabkan pendapatan petani sering kali tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan dasar. Selain itu, ketergantungan pada pertanian juga membuat masyarakat rentan terhadap fluktuasi harga hasil tani dan risiko gagal panen.
Di sisi lain, lapangan pekerjaan di sektor non-pertanian, sebenarnya tersedia di desa ini. Namun, banyak masyarakat yang enggan memanfaatkannya. Hal ini dapat disebabkan oleh preferensi terhadap pekerjaan tertentu atau kurangnya keterampilan yang dibutuhkan untuk memasuki sektor-sektor tersebut. Desa Namo Puli juga memiliki program pelatihan kerja yang bertujuan untuk meningkatkan keterampilan masyarakat. Program ini diharapkan dapat membuka peluang kerja baru dan membantu masyarakat beradaptasi dengan perubahan kebutuhan ekonomi. Sayangnya, program tersebut belum mendapat respon positif dari sebagian besar masyarakat, baik karena minimnya pemahaman tentang manfaat pelatihan, kurang relevan nya pelatihan dengan kebutuhan lokal, maupun keterbatasan sosialisasi dari pihak pelaksana.
Kemiskinan di Desa Namo Puli dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan. Ketergantungan pada sektor pertanian menjadi salah satu penyebab utama. Selain itu, sebagian masyarakat memiliki pola pikir yang kurang terbuka terhadap peluang ekonomi di luar sektor pertanian. Hal ini diperburuk oleh kurangnya keterampilan yang relevan untuk memasuki sektor lain.
Rendahnya partisipasi masyarakat dalam program pelatihan kerja juga menjadi salah satu hambatan dalam mengatasi kemiskinan. Banyak masyarakat yang tidak menyadari pentingnya pelatihan untuk meningkatkan kemampuan mereka. Selain itu, pelatihan yang disediakan terkadang kurang sesuai dengan kebutuhan lokal, sehingga manfaatnya tidak langsung dirasakan oleh masyarakat.
Mengatasi kemiskinan di Desa Namo Puli membutuhkan pendekatan yang holistik dan terintegrasi. Peningkatan produktivitas pertanian menjadi salah satu langkah penting. Pemerintah dan pihak terkait dapat memberikan pelatihan tentang penggunaan teknologi pertanian modern serta membantu petani dalam membuka akses pasar untuk hasil tani mereka. Dukungan berupa subsidi alat pertanian dan pupuk juga dapat diberikan untuk meningkatkan hasil panen.
Selain itu, diversifikasi ekonomi sangat penting untuk mengurangi ketergantungan masyarakat pada sektor pertanian. Desa ini dapat mendorong masyarakat untuk memulai usaha kecil, seperti peternakan, kerajinan tangan, atau usaha makanan olahan. Pemberian modal usaha serta pendampingan dari lembaga terkait dapat membantu masyarakat memulai usaha baru.
Program pelatihan kerja perlu dioptimalkan agar lebih relevan dengan kebutuhan lokal. Sosialisasi yang lebih efektif dapat dilakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pelatihan kerja. Selain itu, pelatihan harus disesuaikan dengan potensi desa, seperti pelatihan pengolahan hasil tani, keterampilan teknis, atau kewirausahaan.
Pola pikir masyarakat juga perlu diubah agar lebih terbuka terhadap peluang ekonomi baru. Edukasi berkelanjutan melalui program pemberdayaan masyarakat dapat menjadi solusi. Pelibatan tokoh masyarakat atau pemimpin lokal dalam kampanye perubahan sosial dapat membantu mempercepat proses ini.
Kesimpulan