"Maaf Pak, dompetnya jatuh." ujar gadis itu sembari membenarkan kacamatanya yang merosot.
Lelaki dengan kemeja biru tua segera menghentikan langkahnya lalu membalikkan badannya ke arah belakang. Uluran tangannya menerima dompet lalu segera menjauhkan langkah kakinya dari gadis itu, "Makasih" ucapnya terdengar samar.Â
Nadifah, gadis dengan tentengan amplop coklat masih menyusuri jalanan Ibu Kota. Setengah hari penuh, ia habiskan untuk berkeliling menaruh berkas lamaran pekerjaan dibeberapa tempat yang ia dapati dari pamflet yang tersebar di media sosial. Langkahnya mulai gusar, terik matahari membuat kulitnya terasa terbakar. Segera ia mencari tempat untuk beristirahat.
"Kak, mau tissue?" tawar anak kecil dengan baju lusuh serta tentengan plastik besar yang berisikan tumpukan tissue. Nadifah menampilkan senyum manisnya, lalu mengangguk mengiyakan.
"Aku boleh duduk di sebelah Kakak?" tanyanya, dengan cepat Nadifah segera mengangguk-anggukkan kepalanya. Mulutnya penuh, sehingga hanya anggukan yang tercipta sebagai jawaban.Â
Anak lelaki dengan pantaran usia sembilan tahunan. Baju yang semula berwarna putih kini berubah menjadi coklat, terlihat sangat lusuh, banyak lipatan yang tak beraturan, serta beberapa tambalan kain perca untuk menutupi bajunya yang bolong. Pendidikan yang seharusnya ia dapatkan, justru terbentang jauh dari dirinya. Penampilannya yang kumel membuat Nadifah tak henti menatapnya dengan tatapan iba. Di Bukanya bungkus tissue itu, lalu diulurkan ke Nadifah.
"Kok langsung dibuka, Dek?" pertanyaan itu refleks terucap.
"Ini buat Kakak, tidak usah bayar." jawabnya, tangannya terulur sembari memberikan tissue.
"Kakak makannya belepotan, pasti lagi buru-buru ya Kak?"
"Iya Dek, Kakak masih punya satu potong roti, buat kamu yaa, sebentar." ujar Nadifah sembari merogoh tasnya.Â
Gelengan pelan tercipta dari anak itu. "Ga usah Kak, aku sudah makan."Â