Mohon tunggu...
Yolanda Putri Pratiwi
Yolanda Putri Pratiwi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pelajar/Mahasiswa

whatever will be, will be

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Review Artikel Sosiologi Hukum

24 Oktober 2023   07:51 Diperbarui: 24 Oktober 2023   07:57 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Judul : Dampak Pernikahan Dini dan Problematika Hukumnya
Penulis : Muhammad Julijanto
Halaman : 62-71
Tahun terbit : 2015


Artikel ini membahas mengenai dampak pernikahan dini terhadap pembangunan keluarga sakinah,menganalisis pernikahan dini menjadi penyumbang tingginya angka perceraian di beberapa daerah Indonesia, dan bagaimana upaya pemerintah mengatasi pernikahan dini.


Pernikahan adalah rahmat yang harus dipelihara dengan baik oleh setiap pasangan. Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Mahaesa (Pasal 1 UU No 1 Tahun 1974). Pernikahan merupakan hak setiap manusia. Penikahan dini adalah pernikahan yang dilakukan di luar ketentuan peraturan perundang-undangan. Pernikahan dini adalah akad nikah yang dilangsungkan pada usia dibawah kesesuaian aturan yang berlaku. Pernikahan dini yang terjadi adalah akibat kecelakaan dalam pergaulan dan munculnya pergaulan bebas generasi muda. Sangat jarang pernikahan dini karena kesadaran akan kedewasaan dalam membangun rumah tangga.


Dampak pernikahan dini diantaranya:
1. Menyebabkan kualitas rumah tangga tidak berada dalam keadaan unggul baik dari kesehatan reproduksi, kesiapan psikologis maupun ekonomi keluarga, sehingga membawa dampak rentan terjadi perceraian
2. Kualitas pendidikan anak yang kurang memadai
3. Kematangan psikologis kurang, sehingga cara mereka menyelesaikan masalah kurang berpikir panjang, psikologis juga berdampak dalam melakukan pekerjaan rumah tidak maksimal.
4. Emosi belum stabil dalam menyelesaikan masalah rumah tangga yang silih berganti


Upaya merevisi UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan khususnya tentang batas usia perkawinan. Pada UU No 16 Tahun 2019 telah direvisi mengenai batas usia perkawinan menjadi laki-laki 19 tahun dan perempuan 19 tahun. Namun data kementerian pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak tahun 2021 sekitar 65ribu kasus dispensasi perkawinan diajukan, dan tahun 2022 ada 55ribu kasus tercatat diajukan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun