Mohon tunggu...
yolanda ariska puspitasari
yolanda ariska puspitasari Mohon Tunggu... -

akku adalah akku yang apa adanya

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Bergeser untuk lebih baik, begitukah?

6 November 2011   12:35 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:00 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Kontribusi teori pembelajaran yang dicetuskan para ahli utamanya ditujukan untuk membantu memgarahkan kerangka berpikir pendidik dalam merencanakan kegiatan pembelajaran yang akan dilangsungkan. Namun, dalam perkembangannya teori-teori tersebut mengalami pergeseran-pergeseran karena dipicu adanya kejanggalan yang ditemukan dalam suatu teori setelah teori tersebut dianalisa lebih mendalam. Teori yang dirasa janggal bergeser ke teori lain yang dirasa lebih baik.

Behaviorisme merujuk pada dominasi guru dalam pemberian hubungan stimulus-respon. Sasaran utama pembelajaran beriklim behaviorisme terletak pada aspek fisik individu yang belajar dengan mengamati perubahan perilaku yang ditunjukkan si belajar atas adanya stimulus-respon. Pembelajaran beriklim Behaviorisme menjadikan si belajar sebagai individu pasif dan menganggap fungsi otak individu sebagai alat pengcopy yang menjiplak struktur pengetahuan yang diberikan pendidik sepenuhnya. Kontrol belajar menjadi otoriter pendidik sehingga efeknya ialah si belajar akan cenderung berfikir linear, konvergen, tidak produktif, tidak imajinatif dan tidak kreatif. Behaviorisme belum dapat menjelaskan hierarkhi struktur situasi pembelajaran yang kompleks karena teori ini berasumsi bahwa pembelajaran kompleks dapat terlaksana dengan pemberian stimulus-respon saja tanpa melihat variabel lain yang juga mempengaruhi bagaimana seorang individu belajar. Terlihat ringkas memang, namun setelah ditelaah menjadi suatu ambiguitas besar, karena pembelajaran beriklim Behaviorisme hanya bertumpu pada aspek fisik saja dengan hanya berkonsentrasi pada pemberian stimulus-respon.

Koneksionisme menganggap suatu respon akan menghasilkan stimuli, yang pada gilirannya bisa menghasilkan respon-respon lain, sehingga yang ditekankan adalah respon yang ditunjukkan. Respon yang baik akan diperkuat agar menghasilkan kebiasaan yang pada akhirnya diharapkan menjadi keahlian kompleks. Koneksionis menginterpretasi pembelajaran pada pengkoneksian hubungan stimulus-respon ke dalam hubungan sistem saraf si belajar dengan diperkuat adanya efek penguatan. Asumsinya bahwa penguatan cenderung meningkatkan kemungkinan munculnya suatu respon, dan tidak adanya penguatan cenderung mengakibatkan penghapusan.Hal ini dianggap hanya akan membuat individu mampu menirukan jawaban-jawaban atas masalah yang dimunculkan bukan membelajarkan individu untuk memecahkan masalahnya secara mandiri. Selain itu, adanya efek penguatan dari sistem di luar diri individu cenderung mengakibatkan kontrol belajar masih belum dimiliki individu sepenuhnya untuk mengeksplor dan mengembangkan pengetahuannya sendiri.

Kognitifisme merujuk pada pembelajaran yang bertitik tolak pada pengoptimalan aspek kognitif (pengetahuan dan pengalaman) yang telah dimiliki individu dalam struktur kognitifnya. Belajar merupakan interaksi faktor internal dari dalam diri individu dengan lingkungan secara asimilasi maupun akomodasi. Pengakuan faktor internal (aspek mental) yang dapat mempengaruhi bagaimana individu belajar (seperti bakat, minat, keterampilan, dll) merupakan poin penting dari kontribusi kognitifisme. Pembelajaran ditekankan pada proses penerimaan informasi hingga pengolahan informasi menjadi perubahan persepsi dan pemahaman yang mengoptimalkan aspek kognitif si belajar. Otak si belajar difungsikan sebagai alat penginterpretasi struktur pengetahuan yang diberikan sehingga muncul makna yang unik dimana satu pengetahuan yang sama dapat dimaknai berbeda oleh tiap-tiap individu. Hal ini akan menimbulkan kesenjangan dimana individu yang pintar akan semakin pintar dan yang kurang dapat memaknai pengetahuan akan semakin tertinggal. Karena dalam tahap perkembangan yang sama, tiap individu dapat memiliki perbedaan kemampuan dalam memaknai suatu pengetahuan.

Konstruktivisme mendefinisikan belajar sebagai proses pembangunan struktur pengetahuan secara mandiri oleh individu. Pendidik difungsikan sebagai fasilitator dan individu diposisikan agar aktif dalam mengkonstruksi pengetahuannya secara mandiri setelah diberikan pengalaman nyata di lapangan oleh pendidik. Dengan mengembangkan dan mengeksplorasi pengetahuan secara mandiri menjadi konstruk yang melekat dalam diri individu, diharapkan pengetahuan yang telah dikonstruk dapat dimaknai dan dihayati sepenuhnya oleh si belajar. Kontrol belajar dipegang penuh menjadi tanggung jawab si belajar. Dampaknya, individu yang kurang memiliki kontrol belajar akan tertinggal pengetahuannya oleh individu lain yang memiliki kontrol belajar yang baik.

Humanism, mendefinisikan pembelajaran dengan istilah “memanusiakan manusia” yang dapat dilakukan dengan memadupadankan beberapa teori asalkan tujuan “memanusiakan manusia” dapat tercapai. Individu memiliki kemampuan dalam dirinya untuk mengerti diri, menentukan hidup, dan menangani masalah–masalah psikisnya asalkan pendidik menciptakan situasi yang dapat mempermudah perkembangan individu untuk aktualisasi diri. Kelemahan mendasar terletak apabila pendidik tidak mampu menciptakan situasi pembelajaran yang mendukung aktualisasi diri individu yang belajar. Selain itu, pembelajaran benar-benar dipusatkan pada pencapaian tujuan “memanusiakan manusia” dengan cara apapun seperti memadukan berbagai teori sebagai landasan pembelajaran, menjadikan teori ini sedikit banyak bermakna ambigu.

Teori pembelajaran yang ada dan kita analisis memiliki sifat yang relative, dan kebenarannya bergantung pada konteks pemakaian dalam pembelajaran. Masing-masing teori memiliki aspek penekanan yang berbeda, sehingga suatu teori terasa janggal jika dibandingkan dengan teori lain. Untuk menyikapi teori-teori dengan berbagai kekurangan yang ada, kita harus dapat memanfaatkan sebaik-baiknya kontribusi yang telah dirumuskan para ahli. ^^

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun