Mohon tunggu...
Yola Caecenary
Yola Caecenary Mohon Tunggu... wiraswasta -

Belajar menulis dengan hati dan pikiran serta menempatkan cinta sebagai landasan.

Selanjutnya

Tutup

Nature

Mengatasi Banjir Secara Individu dan Kolektif

3 Desember 2012   15:35 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:14 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hampir dua dasawarsa tinggal di sebuah pemukiman yang termasuk titik banjir di kawasan Jakarta Selatan, membuat kami belajar menerima sekaligus mengatasi keadaan itu. Rumah yang dibangun di atas lahan yang yang kami sebut palung—karena terletak di tengah-tengah—pertemuan dua jalan menurun dari timur dan barat, menjadikan rumah kami dan rumah beberapa tetangga kami strategis tergenang air. Ketika untuk pertama kali kami mengalami banjir di wilayah itu pada tahun 1992, kami tidak siap. Sebelum kami menempati wilayah itu, kami tidak pernah mengalami banjir di lingkungan kami tinggal sebelumnya. Banyak barang-barang kami yang tergenang hingga akhirnya harus mengalami kerusakan. Karpet dari bulu yang sebelumnya mengalasi lantai dengan terpaksa harus kami buang karena berbau dan berjamur. Meja belajar anak-anak yang terbuat dari serbuk kayu ditumbuhi jamur yang cepat sekali berkembang biak karena lembab. Lemari kayu dinding pun rusak oleh jamur dan rayap yang berkembang pesat.

Namun demikian, kondisi Jakarta yang selalu banjir dari tahun ke tahun tidak membuat kami pasrah. Sebelum kami memutuskan untuk merenovasi rumah, kami mengupayakan langkah-langkah sederhana untuk mengantisipasi dan mengatasi masuknya air ke dalam rumah. Kami tidak lagi menggunakan perabot rumah yang mudah lapuk terkena air—kayu jati masih kami pertahankan. Lantai rumah sudah tidak kami alas lagi dengan karpet. Sebagai pengganti lemari kayu kami menggunakan lemari berlaci yang terbuat dari plastik. Saat hujan mulai turun, kami segera menutup semua lubang saluran air untuk mencegah air masuk dengan bebas. Segala barang-barang ringan yang dapat dinaikkan ke atas barang lain, segera kami naikkan. Intinya, kami berupaya untuk meminimalisasi kerusakan barang yang mungkin terjadi.

Tentu saja sangat melelahkan membersihkan lantai dari banjir. Maka kami sengaja menyisihkan dana untuk merenovasi rumah. Lantai rumah dan pekarangan kami tinggikan untuk mencegah kemungkinan air masuk. Bersama dengan pimpinan warga, kami, juga warga setempat turut berperan serta dalam memperbaiki struktur jalan dan pembuatan saluran air, membersihkan setiap selokan, menumpuk karung-karung pasir di pinggir selokan—upaya mencegah air meluap ke jalan.

Dengan menanamkan rasa bertanggung jawab dalam diri sendiri dan dalam keluarga untuk mengambil tindakan asertif dan konstruktif dalam mengatasi banjir yang terjadi, serta kerja sama yang baik dengan warga dan pimpinan warga, juga selalu mengupayakan upaya yang optimal dalam menanggulangi banjir di lingkungan setempat, maka, niscaya banjir yang selalu terjadi di musim penghujan tidak lagi menjadi momok, dan bukannya tidak mungkin banjir di wilayah tersebut tidak terjadi lagi. Dan itulah yang terjadi di wilayah kami. Kami sempat mengalami beberapa tahun tanpa mengalami kebanjiran lagi, hingga kami pindah dari pemukiman tersebut di awal tahun 2012.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun