Mohon tunggu...
YOLA ANANDA
YOLA ANANDA Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Mahasiswi S1 Program Studi Pendidikan Masyarakat, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sriwijaya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pembunuhan di Makassar, Diduga karena Gangguan Kejiwaan dan Pola Asuh

29 September 2024   13:18 Diperbarui: 29 September 2024   13:24 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Edit by Canva

Opini tentang Kasus Wanita di Makassar yang Membunuh Ibu Kandung dan Dugaan Gangguan Kejiwaan: Mengurai Akar Masalah dalam Pola Asuh dan Faktor Penyebab Lainnya.

Kasus tragis di Makassar, di mana seorang wanita diduga mengalami gangguan kejiwaan membunuh ibu kandungnya secara bertubi-tubi, adalah peristiwa yang mengguncang masyarakat dan memunculkan berbagai pertanyaan mendalam mengenai akar penyebab tindakan tersebut. Ketika kasus kekerasan ekstrem seperti ini terjadi dalam lingkup keluarga, wajar jika perhatian publik terarah pada faktor-faktor penyebabnya, baik dari segi kesehatan mental maupun pola pengasuhan.

Dugaan bahwa pelaku memiliki gangguan kejiwaan membuka diskusi lebih luas mengenai hubungan antara kesehatan mental dan kekerasan dalam rumah tangga. Gangguan kejiwaan yang tidak ditangani dengan tepat dapat menjadi pemicu tindakan yang tidak rasional, termasuk kekerasan terhadap orang yang justru paling dekat dengan pelaku. Di sisi lain, pertanyaan tentang apakah tindakan brutal ini disebabkan oleh pola asuh yang salah atau ada faktor lain juga layak untuk dipertimbangkan secara kritis.

Pola pengasuhan yang salah bisa memainkan peran penting dalam membentuk kondisi emosional dan psikologis seseorang. Orang tua yang memberikan pola asuh otoriter, tidak responsif, atau penuh tekanan dapat menanamkan luka emosional yang mendalam pada anak, yang kemudian memengaruhi kestabilan mentalnya di kemudian hari. Ketidakmampuan orang tua dalam mengenali tanda-tanda gangguan mental pada anak, serta kurangnya dukungan emosional atau akses terhadap bantuan profesional, juga bisa menjadi pemicu. Pada titik ini, pertanyaan yang perlu diajukan adalah apakah sang ibu menyadari adanya gejala gangguan mental pada anaknya, dan sejauh mana upaya yang telah dilakukan untuk membantu sang anak mengatasi masalah ini?

Namun, kasus ini juga tidak bisa hanya dilihat dari sudut pandang pola asuh. Banyak faktor lain yang mungkin berperan, seperti tekanan lingkungan, masalah sosial, dan trauma masa lalu. Situasi ekonomi, konflik keluarga yang berkepanjangan, serta kurangnya dukungan kesehatan mental di masyarakat sering kali memperburuk kondisi seseorang yang memiliki kerentanan terhadap gangguan psikologis. Kekerasan ini mungkin bukan hanya hasil dari pola asuh yang salah, melainkan gabungan kompleks dari berbagai faktor eksternal dan internal yang membentuk kehidupan pelaku.

Satu hal yang sangat penting dalam menyikapi kasus ini adalah perlunya peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan mental. Banyak keluarga yang mungkin tidak menyadari tanda-tanda awal gangguan kejiwaan pada anggota keluarga mereka, sehingga bantuan profesional sering kali datang terlambat. Kita juga harus menyadari bahwa dalam banyak kasus, stigma sosial terhadap gangguan mental menghalangi individu atau keluarga untuk mencari bantuan.

Kesimpulannya, kasus ini tidak hanya mengangkat isu kekerasan dalam keluarga, tetapi juga menjadi cermin dari bagaimana kesehatan mental sering kali diabaikan dalam konteks kehidupan sehari-hari. Masyarakat dan pemerintah perlu bekerja sama untuk memberikan akses yang lebih mudah terhadap layanan kesehatan mental, sekaligus meningkatkan pemahaman tentang pola pengasuhan yang sehat dan peka terhadap kondisi psikologis anak. Kekerasan seperti ini harus menjadi alarm bagi kita semua untuk lebih peduli terhadap kesehatan mental dan kesejahteraan emosional keluarga, sehingga tragedi serupa dapat dicegah di masa depan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun