Di Kota Pelabuhan yang ramai dan terdapat berbagai orang dengan asal yang berbeda-beda itu, dia membantu pamannya selama sepuluh tahun. Sekian lama belajar, Malin menjadi sangat pandai mengukir, serta menjual dagangan pamannya. Terutama kepada orang asing, karena dia mampu dengan mudah belajar bahasa asing seperti Bahasa Inggris, Belanda, Spanyol bahkan bahasa Perancis dan Arab. Dan kepandaian itu seperti sebuah keajaiban baginya.
Suatu sore datang pria Inggris dengan beberapa pengawalnya datang ke tempat pamannya untuk membeli ukiran. Dia seorang Kapten Kapal Perang Inggris yang sedang perjalanan pulang, mampir untuk mengisi perlengkapan. Dia sangat heran dengan kepintaran berbahasa dari pemuda ini. Lalu menawarinya sebuah pekerjaan. Dan tanpa pikir panjang dia mau menerima asalkan pergi ke Inggris karena dalam hati ia juga ingin pergi mencari ayahnya.
Malin pamit kepada ibunya dan pamannya, dengan berat hati mereka melepas kepergian Malin. Itupun dengan bujukan Malin bahwa dia berjanji tidak akan lama.Â
Sesampai di Inggris, Malin mengetahui bahwa ayahnya telah meninggal dalam perang, Malin menurut saja saat diserahkan oleh kapten kepada Kepala Angkatan perang Inggris, dan dia dididik menjadi agen mata-mata berkebangsaan pribumi agar memenangkan perang. Malin adalah figur yang cocok dengan kualifikasi yang dicari oleh kerajaan Inggris, karena menguasai banyak bahasa dan terutama adat-istiadat lokal.
Singkatnya Malin lulus dan ditugaskan ke Jawa untuk menyusup ke dalam Kerajaan Jawa. Agar tidak menimbulkan kecurigaan dari para telik sandi (mata-mata kerajaan Jawa) dia menyamar sebagai seorang putra bangsawan Jawa bernama Gondang Sumodiharjo yang baru pulang dari Inggris.
Kedatangannya diantar oleh sebuah Kapal Dagang Inggris yang besar dan terkenal. Pagi itu kapalnya akan berlabuh di Pelabuhan tempat ibu dan Pamannya dahulu tinggal, Ibu Malin telah mendengar bahwa ada kapal dari Inggris yang mau berlabuh. Karena sejak beberapa bulan ini ibu si Malin hampir tiap hari menyuruh seseorang untuk mencari berita kedatangan kapal dari Inggris.
Sejak di atas kapal Malin sudah dapat melihat di antara kerumunan itu ada ibunya, dan di sekitar situ ada beberapa telik sandi  (mata-mata Jawa) yang bisa terlihat dari pakaian dan tatapan mata mereka. Ibu Malin dengan hati berdebar berdiri sangat dekat dengan jalan satu-satunya turun dari kapal itu. Siapapun pasti tidak akan terlewat dari pandangannya. Dengan menguatkan hati Malin bertekad untuk tidak membuka penyamarannya, karena ini juga tugasnya yang pertama yang dia tidak ingin gagal.
Setelah dekat ibunya berteriak "Malin! Malin! Anakku!" sambil terurai air matanya membasahi pipi. Pengawal Malin segera mendorong ibu Malin dengan keras serta membentak, "Malin siapa! Ini Gondang Sumodiharjo putra Bupati Sosrokusumo!" "Malin!" (Bukk!) Koper dipukulkan ke perut ibu Malin oleh pengawal itu. Malin agak tersentak dan tangannya memegang lengan pengawalnya. "Ora! Iki anakku Malin..!! (ini anak saya Malin) Ibunya berteriak. "Sanes Malin bu.. Nami kulo Gondang..(bukan Malin bu, nama saya Gondang" "Kondang? Kowe ojo wani-wani ngapusi biyungmu dewe, woohh duroko kowe mengko..!! (Jangan berani-berani menipu ibumu, nanti kamu durhaka!)" "Nyuwun ngapunten andahan kulo Bu..! (mohon maaf pengawal saya bu)" ujar Malin dengan halus (sambil mengerdipkan sebelah mata kepada ibunya). Ibunya sedikit kaget dan terkesiap, sangat faham dengan kebiasaan anaknya sejak kecil. Dari mulutnya terbata-bata teriakan "Malin! Eh Kundang! Malin Kondang!. Dan dengan sigap para pengawal Malin segera meninggalkan kerumunan itu agar tidak menimbulkan banyak pertanyaan. Tentu saja dari kerumunan menimbulkan cemoohan, ada anak durhaka yang melupakan ibunya. Namanya Malin Kondang.
Dari mulut ke mulut ditambah bumbu cerita itu malah tersiar cepat bahkan hampir ke seluruh Jawa (karena dalam bahasa Jawa Kondang artinya terkenal dan Malin hampir mirip dengan kata Maling yang artinya pencuri. Dan orang Jawa tidak mudah percaya, masak ada nama kok Maling Kondang, kira-kira Malin Kundang itu yang lebih masuk akal, sehingga penyebutannya menjadi lebih mudah Malin Kundang). Malin beserta pengawalnya yang juga teman sejawatnya akhirnya beberapa kali malah menjadi pusat perhatian, di mana-mana mata melihat mereka bisik-bisik. Dan hal itu sangat membahayakan tugasnya sebagai mata-mata Inggris. Maka atas petunjuk pimpinan mereka akhirnya misi dibatalkan. Dan mereka mendapat tugas baru agar berangkat ke Jawa Timur.
Sebelum berangkat Malin menyempatkan diri untuk menemui ibunya dan pamannya. Mereka melepas rindu dan Malin menceritakan semua pengalamannya. Untuk melindungi keselamatan anaknya, atas usul Pamannya yang bijaksana memikirkan cara membuat pengalihan dari kabar yang tersiar di masyarakat. Akhirnya dibuatlah patung batu mirip Malin yang sedang bersujud. Dan diletakkan di gubuk tempat kelahiran Malin. Dan disebarkan hoax sehingga dengan mudah tersiar kabar bahwa Malin dikutuk ibunya menjadi patung batu. Mereka berdua akhirnya pergi ke arah bagian selatan Pulau Jawa dan tinggal di sana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H