Mohon tunggu...
Aryoko Jiwandono
Aryoko Jiwandono Mohon Tunggu... -

lahir 23 oktober 1987\r\n\r\nemail: aj_yoko@yahoo.com.au\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Apa Itu "Contextual/Philosophical Lying?"

3 September 2010   11:59 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:28 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Contextual/philosophical lying adalah kata yang saya gunakan untuk mendeskripsikan sebuah teknik untuk berbohong. Teknik berbohong yang seperti apakah contextual/philosophical lying ini?

Mungkin kata berbohong tidak tepat digunakan, karena ini bukan bohong. Mungkin lebih tepat diartikan: statemen yang secara harfiah mengandung 100% kebenaran, namun secara konteks merupakan kebohongan.

kalau definisi di atas masih agak susah dipahami, mungkin contoh di bawah bisa membantu:

kemarin saya ditelpon teman, dia mengajak saya untuk nonton film di bioskop. Saya bilang “maaf, saya ada kegiatan hari ini”. Dalam hati saya berkata “hari ini saya ada kegiatan untuk bermalas-malasan, hehehe”.

Kalau dilihat scenario di atas, secara harfiah statemen saya 100% benar! Kegiatan = aktivitas. Bermalas-malasan = melakukan aktivitas malas-malasan. Berarti bukan bohong kan?

Pada masa kuliah, saya sering menggunakan teknik ini terutama kepada orang tua saya (mohon maaf lahir batin bu, pak). Kalau ditanya “kamu sudah mandi belum?”, “sudah bu!” dalam hati: tiga hari yang lalu sudah mandi! “kamu merokok ya?” “enggak kok!” (merokok = melakukan kegiatan rokok, saya tidak sedang merokok!). “kamu sudah sholat ashar?” “sudah!(minggu lalu)” dsb.

[caption id="attachment_248440" align="alignnone" width="299" caption="http://neoavatara.com/blog/wp-content/uploads/2009/12/thumb-pinocchio.png"][/caption]

Keuntungan dari teknik contextual/philosophical lying ini ada tiga (yang saya temukan sejauh ini), yaitu:

1.Bila dilakukan terus menerus dapat menghapus rasa bersalah (kan statemen saya benar!)

2.Memberikan alasan saat ketahuan, walaupun semu dan terkesan banyak alesan (haha). Contoh: kan saya memang sudah mandi dua hari yang lalu, bener kan?!

3.Dapat melakukan counter attack (serangan balik) saat ketahuan. Contoh: makanya kalau kasih pertanyaan yang jelas dong.

Teknik berbohong ini lebih susah digunakan daripada sekedar berbohong, karena kita harus cermat melihat cela dan ketidaksempurnaan dari pertanyaan yang diajukan, lalu mengakalinya. Apabila orang tua saya bertanya “kamu hari ini sudah mandi?” saya masih bisa pakai teknik ini walaupun saya cuma sekedar bilas (pada jaman dulu saat musim kering, membilas juga bisa disebut mandi). Lain lagi kalau pertanyaannya “kamu pagi ini sudah mandi pakai air dan sabun & sikat gigi & keramas rambut selama kurang lebih 30 menit?” tentu saja semakin susah untuk menggunakan teknik ini.

Melihat karakteristik teknik ini, teknik ini tentu sering digunakan dalam pengadilan, bahkan bukan tak mungkin yang pertama kali menggunakannya adalah seorang pengacara atau terdakwa, atau malah seorang politisi?

Dalam pengadilan, jaksa penuntut harus berhati-hati dengan penggunaan teknik ini. Sebagai contoh, pertanyaan “apa kamu yang membunuh si A?” tersangka bisa menjawab tidak, tapi dalam hati dia berkata “saya hanya menusuknya, lalu membiarkannya mati kekurangan darah”.

Contoh penggunaan teknik ini dalam kasus yang lebih serius dapat ditonton dalam film law abiding citizen (silahkan beli bajakannya, hahaha).

Teknik ini (pasti) sering digunakan dalam kehidupan sosial sehari-hari, dimana kebohongan adalah makanan sehari-hari dan berbohong adalah skill yang sudah terlatih dalam diri kita. Diantara pembaca juga pasti ada yang pernah berbohong seperti ini kan? (ngaku aja).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun