Anak Anda pergi sekolah itu buat apa?
Coba sesekali tanyakan ketika sepulang sekolah, Gurunya di sekolah menghimbau apa?
Jawaban atas problematik yang tepat, ketika sekolah tidak mampu mencetak anak murid yang mampu berfikir secara individualistis, adalah karena metode yang diterapkan hanya menghafal. Orang sekaliber Albert Einstein sekalipun jika diminta menghafal buku setebal 350 halaman tanpa cacat, kepalanya juga akan meledak. Belum lagi mata pelajaran yang lain dengan tebal buku yang sama.
Mengahafal adalah salah satu metode belajar paling rendah. Hanya menciptakan manusia mekanis rongsokan. Simulasinya, seperti sebongkah robot yang ditanami chip database. Perkembangannya, hanya berdasarkan chip. Sifatnya, terbatas. Akumulasinya, tolol.
Apa itu chip dalam dunia pendidikan?
Aturan main yang bernama Kurikulum!
Anak Anda hanya dicekoki racun kurikulum melulu sampai mampus. Kotak hemat strandart yang dipakai yang hanya berdasarkan dikte. Dikemas ke dalam kardus berbentuk buku tebal. Dan Anda mau tidak mau harus menyisihkan perkalian bulanan untuk membeli tumpukan kardus.
Jadi, bagaimana solusinya?
Tentu saja dengan melarang barang rongsokan yang bernama hafalan itu bersarang di kepalanya, dan menggantinya dengan simulasi tendangan umpan lambung intelektual, agar semua roda di dalam otaknya berputar. Biarkan mereka mencoret-coret dinding, melompat kesana-kemari sebebas-bebasnya, membuat rak buku lemari berserakan. Tentu saja itu semua adalah proses eksplorasi intuisi.
Salah satu alasan kenapa Anak Anda malas pergi sekolah, adalah karena sebenarnya mereka tidak suka dengan sistem yang monoton dan itu-itu saja. Itulah sebabnya, mereka lebih suka mengobrol bermain bersama teman-temannya ketimbang mendengarkan pelajaran.
Ruang pendidikan, memang-lah harus natural---alamiah dan syarat manusiawi. Karena sejatinya manusia adalah makhluk penjelajah, memiliki naluri liar yang haus dengan hal-hal bernilai tabu.
.
Guru Teladan yang sudah dipecat.
Bung Plontos.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H