Mohon tunggu...
Yois Saputro
Yois Saputro Mohon Tunggu... pegawai negeri -

suka logika sederhana complicatedly simple bike-to-work-er milagroser

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Mungkin Sari Tak Ingin Mengambil Muka Orang

11 Desember 2016   22:49 Diperbarui: 11 Desember 2016   23:26 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Saya merasa beruntung sempat membaca beberapa postingan orang terkait klarifikasi produsen roti tentang ketidakterkaitan pihaknya dengan aksi 212.

Sebatas yang saya tahu dari membaca beberapa postingan, klarifikasi itu justru bermula dari pujian yang ditujukan kepada produsen roti tersebut. Pujian yang diberikan oleh para netizen karena sebuah foto yang menampakkan tulisan “gratis untuk mujahid” (atau apa tepatnya?) tertempel di gerobak beratribut/ber-livery perusahaan mereka. Bukannya menerima saja, pihak perusahaan roti justru mengklarifikasi, memberitahukan kepada publik perihal yang sebenarnya, bahwa yang berbaik hati memberi gratisan kepada para partisipan aksi 212 itu bukanlah perusahaan, melainkan konsumennya–setelah melakukan aksi borong roti terlebih dulu, tentunya.

Entah bagaimana terlihatnya jika dilihat dari sudut pandang (atau dengan persepsi) si A, si S, si D atau si Apapun. Setiap kepala punya persepsi masing-masing. Setiap pasang mata (bahkan mata yang tak memilki pasangan pun) memilik sudut pandang sendiri-sendiri. Saya juga.

Dan klarifikasi perusahaan roti itu, bukankah itu sebuah kejujuran? Mereka dengan jujur mengakui bahwa mereka tidak sebaik hati prasangka orang-orang yang di awal-awal menanggapi foto yang menampakkan tulisan “gratis untuk mujahid” (atau apa tepatnya?) tertempel di gerobak beratribut/ber-livery perusahaan mereka. Mereka tidak hendak mengambil muka atas pujian. Sebaliknya, perusahaan roti itu menyalurkan pujian itu kepada pihak yang lebih pantas menerimanya (karena memang berbuat nyata memberi roti gratis kepada para partisipan aksi 212), yang insya Allah adalah pendukung berat aksi massal tersebut.

Kemudian, sebuah pikiran negatif menerjemahkan klarifikasi (dan kejujuran) itu dengan sangkaan-sangkaan buruk. Terjemahan dengan sangkaan-sangkaan buruk itu–as always–jauuuuh lebih mudah dan jauuuuuh lebih cepat menyebar di dunia maya, meracuni pikiran para netizen. Lalu … tersebarlah ajakan, berita dan sialnya kejadian sungguhan juga boikot-boikotan itu.

Tapi, begitulah media. Media massa, media sosial, media komunikasi yang bisa digunakan beramai-ramai. Dan begitulah tingkat ketidakdewasaan khalayak (terutama netizen?) kita.

Capek deh ….

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun