Mohon tunggu...
Yois Saputro
Yois Saputro Mohon Tunggu... pegawai negeri -

suka logika sederhana complicatedly simple bike-to-work-er milagroser

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Demokrasi dan Golput, Pilihan dan Menolak Konsekuensi

20 Februari 2014   21:32 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:38 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1393638766154218258

[caption id="attachment_325349" align="aligncenter" width="595" caption="Headline kotaksuara.kompasiana.com: Ilustrasi/ Admin (Tribunnews)"][/caption]

Golput? Tidak memilih adalah pilihan?

Alasannya, karena kita hidup di negara demokrasi. Memilih adalah hak. tidak menggunakan hak itu juga hak. Ibarat kamar hotel. Kalo sudah saya pesan dan bayar, saya mau tidur di kamar itu atau di rumah nenek, itu terserah saya.

Demokrasi. Demo. Krasi. Demos. Kratos. Rakyat. Memerintah. Pemerintahan oleh rakyat. Rakyat sebagai pemilik kedaulatan. Rakyatnya mau bagaimana, ya itu yang harus diakomodasi/dilaksanakan oleh negara.

Di negara bernama Athena 2.400 tahun yang lalu—atau entah berapa tepatnya—ketika demokrasi untuk pertama kalinya diberlakukan (setidaknya menurut buku sejarah di sekolah) orang bisa saja memilih secara langsung pemimpinnya. Mungkin mereka juga tidak perlu wakil di parlemen. Karena orangnya tidak banyak-banyak amat, dan wilayahnya juga segitu-segitu saja. Kalau mau bikin undang-undang, jadwalkan saja untuk berkumpul di depan panggung opera, syukur-syukur sambil bawa cemilan, lalu sama-sama membahas rumusan peraturan yang diperlukan/dikehendaki. Teknisnya mirip-mirip musyawarah di RT jaman sekarang.

Bila bangsa ini memilih demokrasi, seharusnya mereka sadar jika demokrasi langsung ala Athena jaman Cleisthenes atau Platotak lagi mungkin diterapkan. Luas wilayah dan jumlah penduduk negeri ini tidak memungkinkan parlemennya terdiri dari seluruh warga negara pemilik suara. Harus ada pemerintahan perwakilan yang dipilih dari warga.

Kalau rakyatnya tidak mau memilih pemimpin, apakah negara harus dibiarkan tanpa pemimpin? Bila rakyat tidak mau memilih wakil mereka untuk duduk di parlemen, apakah rakyat tidak perlu diwakili di parlemen? Atau tidak perlu ada parlemen?

Kalau anda menilai calon pemimpin dan calon perwakilan tidak ada yang qualified atau pantas dipilih, hambok ya mencalonkan diri saja sana dan lihat penilaian orang lain tentang anda.

Memilih pemimpin dan perwakilan adalah konsekuensi dari pilihan menganut demokrasi untuk negara dengan luas wilayah dan jumlah penduduk yang tidak lagi memungkinkan menjalankan demokrasi langsung [ala Athena jadul]. Jika anda tidak mau memilih, tolong bantahlah setiap pernyataan dan sinyalir yang mengindikasikan anda menghendaki demokrasi untuk negeri ini. Bagi saya, memilih sistem demokrasi tanpa kesediaan untuk memilih pemimpin atau perwakilan itu seperti menghendaki sebuah laptop tapi tidak menghendaki ada prosesor di dalamnya.

Mudah-mudahan tidak semua calon legislatif bermotivasi materi. Mudah-mudahan para pemilih tidak keliru memilih. Mudah-mudahan tidak ada yang mengalami nasib naas seperti saya: selalu [dibuat] golput.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun