Mohon tunggu...
Yoga Mahardhika
Yoga Mahardhika Mohon Tunggu... Konsultan - Akademisi, Budayawan & Pengamat Sosial

Pembelajar yang ingin terus memperbarui wawasan, mempertajam gagasan, memperkaya pengalaman dan memperbesar manfaat untuk sesama.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Belajar Lockdown dari India dan Italia, Cocokkah untuk Indonesia?

27 Maret 2020   17:42 Diperbarui: 27 Maret 2020   21:48 7281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sampai hari ini, pemerintah dan segenap lapisan masyarakat masih berjibaku melawan pandemi virus corona atau Covid-19. Pemerintah pusat, daerah, hingga desa-desa saling bersinergi.

Penanganan yang dilakukan yaitu melakukan pemantauan, pengujian virus, penanganan pasien, hingga mengantisipasi dampak ekonomi terhadap warga. Para pekerja medis terus bekerja siang malam merawat para pasien, dan publik pun bahu-membahu mencegah meluasnya sebaran virus.

Meskipun begitu, ada saja pihak yang terus teriak-teriak, tak henti menyalahkan pemerintah dan mendesak dilakukan lockdown.

Seperti apa sebenarnya Lockdown? Bagaimana pengalaman negara-negara yang menerapkan, dan cocokkah Indonesia mengikuti strategi Lockdown? Tulisan ini akan mengulas pengalaman lockdown di India dan Italia.

1. Chaos di India
Sejak Rabu (24/03) dini hari, pemerintah India resmi menerapkan status lockdown nasional. Artinya, 1.4 miliar penduduk India harus mengarantina diri di rumah, tidak boleh bepergian di dalam kota, apalagi ke luar kota atau luar negeri. 

Reaksi pertama yang terjadi di India, yaitu kepanikan massal yang memicu aksi borong dan penimbunan barang kebutuhan pokok serta obat-obatan. Langkanya bahan pokok dan obat-obatan pun memicu persoalan baru, karena banyak warga miskin tak memiliki cadangan makan sehingga terancam kelaparan.

Selain itu, banyak warga rutin mengonsumsi obat-obatan dari apotik, dan tak lagi menemukan obat yang dibutuhkan. Maka selain ancaman kelaparan, potensi perluasan penyakit pun terjadi. 

Dengan kondisi itu, warga India pun terpaksa keluar ke jalan-jalan, mencari obat-obatan maupun kebutuhan pangan. Sebagai gambaran, 90 persen tenaga kerja India adalah sektor Informal yang mengandalkan gaji harian, dan tidak memiliki stok pangan memadai di rumahnya. Hal ini mempengaruhi banyaknya warga India yang terpaksa keluar rumah karena terancam kelaparan.

Sayangnya, semua toko pun tutup seiring kebijakan Lockdown. Kalaupun ada yang buka, polisi akan megobrak-abrik, memukuli penjaga, dan memaksa untuk menutup tokonya. Begitu juga dengan warga yang keluar rumah mencari kebutuhan pokok, polisi akan memukuli mereka dan memaksa kembali ke rumah. 

Dalam situasi lockdown, yang berlaku adalah hukum darurat. Hukum sipil yang mengatur kebebasan, perlidungan individu, dll tidak berlaku lagi. Aparat punya hak penuh menertibkan masyarakat sesuai ketentuan lockdown. Semua ini justru membuat warga India makin panik. Mereka tak punya apa-apa di rumah, tapi kalau keluar akan dihadang dan dipukuli aparat.

Terakhir (26/03), pemerintah India sudah mengeluarkan stimulus sebesar 1.7 triliun rupee, atau sekitar Rp 360 triliun rupiah. Dana ini ditujukan untuk menjamin ketersediaan pangan, khususnya bagi warga miskin selama masa lockdown. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun