TUNGKU HARAM
(Sebuah Pertunjukan Teater Human Trafficking)
Teater "Tungku Haram" yang melibatkan ratusan siswa-siswi SMAK dan SMK Syuradikara sudah dipentaskan pada tanggal 10 November 2017, bertempat di lapangan bola kaki SMAK Syuradikara. Teater Tungku Haram yang menceritakan tentang  Perdagangan Manusia ini berhasil menarik  perhatian ribuan masyarakat baik yang tinggal di dalam kota Ende maupun yang berasal dari luar kota bahkan dari luar Kabupaten Ende. Seperti dilansir media Flores Pos edisi Senin, 13 November 2017, penonton yang datang menyaksikan pementasan teater Tungku Haram memadati lapangan bola kaki SMAK Syuradikara hingga ruas-ruas jalan yang terletak dekat dengan area pentas.
Mengapa teater ini diberi  judul "Tungku Haram"?  P. Yohan Wadu,SVD,  penulis naskah sekaligus sutradara mengatakan: "Tungku bagi kita orang Flores dan masyarakat Nusa Tenggara Timur melambangkan persatuan. Selain menyatukan, tungku melambangkan juga kehidupan. Api dan asap pada tungku adalah dua tanda bahwa kita hidup.Â
Namun, problematika tungku muncul kalau kehidupan yang diperjuangkan tersebut tidak bersumber dari pekerjaan-pekerjaan halal. Salah satu pekerjaan yang mengharamkan tungku adalah manusia yang menjual manusia! Â Perbuatan ini tidak saja mengharamkan tungku tetapi juga mengakibatkan kesengsaraan bagi para korban.Â
Orang yang mencari hidup dengan cara menjual sesama manusia adalah tindakan haram yang tidak sejalan dengan filosofi tungku masyarakat Flores. Selain itu, maksud lain dibalik judul Tungku Haram adalah karena refleksi gender yg bersentuhan langsung dengan konsep emansipasi. Kebanyakan kaum perempuan berpikir bahwa derajat kesamaan dengan kaum pria bisa diterjemahkan dengan sama-sama bekerja, sama-sama punya profesi, sama-sama peka terhadap realitas dan seterusnya.Â
Idealisme menyamakan kedudukan seperti ini akhirnya mendorong kaum perempuan untuk juga mengambil cara yang sama dalam bekerja. Kaum perempuan tidak lagi mencemaskan bahaya yang terjadi di luar sana apabila ia sudah bertekad memilih untuk merantau. Tekad yang kuat dilatari oleh prinsip emansipasi bahwa kaum mereka (perempuan) juga bisa diandalkan untuk mencari hidup seperti yang ditempuh kaum pria, bahwa mereka bisa juga diandalkan untuk menafkahi hidup pribadi dan orang lain (keluarga).
Kenyataan tungku di kampung yang umumnya dekat dengan kaum perempuan lalu ditinggalkan demi sesuatu yang lebih menjanjikan. Mereka percaya bahwa dengan menerima tawaran bekerja sebagai Pembantu Rumah Tangga di daerah atau negara lain, tungku kampung yg mereka tinggalkan akan terus hidup.Â
Juga, keyakinan ini, Â bahwa sistem penafkahan yg akan mereka terima cepat atau lambat akan turut mempengaruhi tungku kampung yang sederhana. Idealialisme memperbaiki 'tungku kampung' inilah yg dalam banyak kasus berubah menjadi petaka! Setelah berada di tanah rantau, mereka justru dijadikan budak, pekerja seksual, pengedar narkoba dan pekerjaan-pekerjaan lain yang secara moral melecehkan martabat kaum perempuan.Â
Di sini, Tungku Haram tidak saja menyimbolkan apa yang haram yang sedang dilakukan oleh para pelaku tetapi juga menyimbolkan matinya kepekaan pemerintah yang gagal menyiapkan lahan kerja di daerah. Tungku Haram juga memberi signal tertentu tentang sebuah proses pendidikan yang belum sungguh-sungguh mencerahkan. Toh, masyrakat masih dengan mudah tergiur pada banyaknya tawaran, namun berujung fatal!".
Bertepatan dengan peringatan hari Pahlawan Nasional, pementasan teater Tungku Haram diharapkan dapat menyadarkan dan memotivasi seluruh masyarakat bahwa dengan semangat patriot kebangsaan, kita bisa  menghentikan fenomena Perdagangan Manusia yang sedang marak dewasa ini.Â