[caption id="attachment_327733" align="alignleft" width="640" caption="sepasang remaja menikmati pemandangan dari tepi pelabuhan kota Gyeongju, Korea Selatan. Aktifitas perdagangan menggeliat di kota tersebut seiring dengan pertumbuhan ekonomi Korea. (foto: Yohan Rubiyantoro) "][/caption]
Korea Selatan terus memantapkan posisi mereka sebagai kekuatan ekonomi di Asia. Banyak yang berasumsi bahwa faktor pendidikan menjadi motor penggerak kemajuan negeri ginseng tersebut. Hal tersebut memang sulit disangkal, namun ternyata ada faktor yang lebih esensial.
Pada pertemuan Asia Pasific Economic Cooperation (APEC) Education Forum yang saya ikuti pekan lalu di Busan, President APEC e-learning Traning Center Kim YoungHwan menyatakan bahwa rahasia keberhasilan negaranya adalah Public Private Partnership, alias kemitraan antara pemerintah, swasta dan masyarakat.
Profesor pada Busan National University tersebut mengungkapkan, setelah merdeka dari Jepang pada tahun 1945, dan paska perang dengan Korea Utara pada tahun 1953, pemerintah mulai menata kehidupan sosial dan ekonomi.
Pada tahun 1970an, Park, Presiden Korea Selatan mengumpulkan para menteri dengan asosiasi pengusaha, pimpinan bank sentral, bankir, dan berbagai pimpinan perusahaan.Presiden Park lantas menegaskan bahwa untuk membangun ekonomi Korea Selatan, mereka harus menggenjot ekspor.
Ia pun menanyakan apa saja kendala yang dialami para pengusaha. Saat itu, banyak pengusaha yang mengeluhkan lambannya birokrasi dalam merespon perizinan dan hal terkait usaha mereka. Presiden pun lantas meminta kepada menteri terkait untuk membereskan hal tersebut. Ia pun hanya memberi tenggat dua minggu untuk menuntaskan masalah itu.
Alhasil, secara berkelanjutan, kondisi bisnis di Korea Selatan berangsur membaik. Semangat para pengusaha pun menguar untuk membantu program pemerintah, terutama di bidang pendidikan. Mereka menyumbang dana untuk membangun sekolah, dan infrastruktur. Presiden pun membuat pertemuan bulanan secara rutin antara para menteri dengan kalangan pengusaha dan masyarakat.
Dari Negara Miskin Jadi Negara Penyumbang
Jalianan kemitraan ini terbukti ampuh membawa Korea Selatan mengubah diri dari negara miskin, menjadi negara maju. Bahkan, Korea Selatan saat ini tercatat sebagai negara donor untuk beberapa organisasi internasional, misalnya Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).
Karena hubungan yang harmonis antara birokrasi, pengusaha dan masyarakat, GDP Korea Selatan terdongkrak dari hanya 87 US$ pada tahun 1962 menjadi 1.000 US$ pada tahun 1977. Bayangkan, pendapatan perkapita tersebut secara dramatis meroket menjadi 21.217 US$ pada tahun 2010.
Kini Korea mencatatkan diri sebagai negara nomor wahid pengguna teknologi dalam bidang pendidikan, bisnis perkapalan, distribusi komputer, dan semi konduktor. Mereka juga menempati peringkat kedua di dunia dalam hal produksi LCD, dan peringkat kelima dalam produksi baja dan mobil.
Semoga ekonomi Indonesia mampu menyalip Korea. Semoga Presiden terpilih Republik Indonesia dan kabinetnya mampu membina hubungan baik dengan pengusaha, masyarakat, serta membangun birokrasi Indonesia menjadi lebih baik. Alhasil, Indonesia sebagai negara Emerging Market di Asia mampu bersaing di kancah global.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H