Beasiswa pendidikan inklusif telah menjadi salah satu rekomendasi kebijakan yang terus disuarakan oleh pihak-pihak yang mendukung penyandang disabilitas. Hal ini sejalan dengan permasalahan pelaksanaan pendidikan inklusi yang masih menjadi tantangan besar di berbagai jenjang pendidikan. Pendidikan inklusi, yang pada dasarnya bertujuan memberikan hak pendidikan kepada semua anak dengan mempermudah akses, ternyata belum sepenuhnya menjangkau penyandang disabilitas di Indonesia. Di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), misalnya, sekitar 1.400 anak berkebutuhan khusus pada 2018 diperkirakan belum mendapatkan pendidikan yang memadai. Salah satu alasan utamanya adalah keterbatasan finansial orang tua, meskipun anak tersebut memiliki disabilitas. Padahal, pendidikan inklusi merupakan bagian dari upaya mewujudkan keadilan sosial dan hak asasi manusia. Secara global, pendidikan inklusi telah menjadi fokus utama dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya tujuan 4 yang menekankan pendidikan berkualitas bagi semua. Namun, di Indonesia, akses terhadap pendidikan inklusi masih jauh dari memadai. Oleh karena itu, salah satu bentuk pemerataan akses pendidikan inklusi yang sangat penting adalah pemberian beasiswa inklusi.
Namun, beasiswa inklusi yang ada saat ini terbatas pada beberapa daerah di Indonesia, seperti di DIY yang difasilitasi oleh Pemerintah Daerah (Pemda). Di wilayah tersebut, siswa penyandang disabilitas yang bersekolah di sekolah inklusi dapat menerima beasiswa, sementara siswa di sekolah luar biasa (SLB) tidak dipungut biaya. Sebuah studi oleh Wasiati (2024) menunjukkan adanya penyuluhan tentang Penguatan Hak Atas Pendidikan yang Layak bagi Penyandang Disabilitas Penerima Program Keluarga Harapan (PKH). Dalam penyuluhan tersebut, seorang penerima manfaat PKH mengajukan pertanyaan mengenai akses beasiswa inklusi untuk anaknya yang bersekolah di sekolah inklusi di Kabupaten Sleman, namun jawabannya kurang memuaskan karena hanya menyarankan koordinasi dengan Dinas Pendidikan setempat.Â
Pertanyaan diajukan oleh seorang penerima manfaat Program Keluarga Harapan (PKH), "Anak saya penyandang disabilitas sekolah di sekolah inklusi di wilayah kabupaten Sleman. Di sekolah tersebut anak saya tidak mendapatkan beasiswa inklusi. Apa yang bisa dilakukan agar anak saya mendapatkan beasiswa inklusi?" Sayangnya, penyelenggara penyuluhan hanya mengusulkan agar Pengelola PKH Sedayu dapat berkoordinasi dengan Ranting Dinas Pendidikan Kapanewon Sedayu. Hal ini menunjukkan bahwa aksesibilitas beasiswa pendidikan inklusi masih terbatas, baik di kota-kota besar maupun di wilayah-wilayah 3T (tertinggal, terdepan, terluar).
Saat ini, beasiswa yang ada umumnya lebih difokuskan pada pelatihan guru untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan dalam melayani siswa penyandang disabilitas. Di sisi lain, pemerintah juga memberikan beasiswa LPDP untuk pendidikan magister dan doktoral bagi kelompok berkebutuhan khusus. Sayangnya, beasiswa untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah sangat terbatas. Pada 2011, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) berusaha menyediakan beasiswa bagi anak berkebutuhan khusus, termasuk bagi anak dengan orang tua penyandang disabilitas, dengan dana mencapai Rp 1 juta per tahun. Dana beasiswa diperoleh dengan sumber dana dari APBN Perubahan untuk memberikan bantuan beasiswa bagi anak berkebutuhan khusus ganda.Â
Bantuan serupa juga diberikan kepada sekolah yang melayani ABK dengan dana operasional hingga Rp 40 juta per tahun dan bantuan sosial e-learning senilai Rp 50 juta per sekolah. Beasiswa ini terbukti meningkatkan partisipasi anak berkebutuhan khusus ganda di pendidikan dasar, dari 30,5% menjadi 65% (Sajarwo, 2012). Begitu juga di Jawa Timur pada tahun 2011, pemerintah setempat menyiapkan dana sebesar Rp 10,8 miliar untuk siswa berkebutuhan khusus di berbagai jenjang pendidikan sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP) hingga jenjang sekolah menengah atas (SMA) (Pemerintah Siapkan Rp 10,8 M Untuk Siswa Inklusif, 2011).
Hingga saat ini, dalam UU No. 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas Pasal 40 ayat (6) menyatakan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib menyediakan beasiswa bagi peserta didik penyandang disabilitas berprestasi yang orang tuanya tidak mampu membiayai pendidikan. Namun di daerah Jakarta, beasiswa khusus untuk penyandang disabilitas belum ada, kecuali Kartu Jakarta Pintar (KJP) untuk sarana sekolah. Sementara itu, ada bantuan sosial berupa Kartu Penyandang Disabilitas Jakarta (KPDJ) yang bertujuan mencegah kerentanan sosial, tetapi bukan beasiswa bagi khusus penyandang disabilitas (Putri et al., 2023).Â
Di sisi lain, Thailand telah mengambil langkah besar untuk mendukung pendidikan anak berkebutuhan khusus dengan memberikan program beasiswa yang mencakup pendidikan dasar dan menengah serta jenjang pendidikan tinggi. Pemerintah negara Thailand memberikan beasiswa kepada sekitar seratus anak berkebutuhan khusus dengan tujuan utama agar mereka menjadi guru yang terampil dan siap mengajar anak berkebutuhan khusus lainnya di masa depan. Program beasiswa ini tidak hanya berfokus pada pemenuhan pendidikan siswa, tetapi juga mendidik generasi berikutnya untuk menjadi lebih inklusif dalam pendidikan. Model ini bisa dijadikan referensi dalam pengembangan beasiswa inklusi di Indonesia. Beasiswa pendidikan inklusi diharapkan dapat digunakan untuk membeli alat bantu pembelajaran, biaya akses transportasi, biaya terapi, atau untuk mendukung penyediaan guru pembimbing khusus (GPK) di sekolah inklusi.
Selain membantu meringankan biaya pendidikan, beasiswa inklusi juga memberikan peluang bagi anak-anak berkebutuhan khusus untuk belajar di sekolah inklusi dan memperoleh kesempatan yang setara dengan siswa lainnya. Orang tua akan lebih terdorong untuk memberikan pendidikan terbaik bagi anak mereka jika sekolah membuka program inklusi. Bagi guru, beasiswa inklusi juga bisa mendukung pelatihan tenaga pendidik untuk menguasai metode pembelajaran inklusif. Proses ini melibatkan pengetahuan yang cukup oleh guru untuk mengenali dan memahami ciri-ciri dan mengidentifikasi siswa berkebutuhan khusus dengan cepat untuk membuat strategi pembelajaran yang tepat bagi siswa berkebutuhan khusus (Widiasmara dalam Berliana & Nugraha, 2024). Pemanfaatan beasiswa ini dapat membantu mengatasi tantangan pendidikan inklusi di Indonesia secara bertahap, khususnya pada masalah kurangnya fasilitas yang ramah disabilitas dan rendahnya jumlah tenaga pendidik yang terlatih dalam melayani anak berkebutuhan khusus.Â
Penyelenggaraan beasiswa pendidikan inklusi harus melibatkan kolaborasi multi-sektor untuk bekerja sama. Pemerintah, swasta, masyarakat, sekolah, bahkan keluarga harus teredukasi dan memahami pentingnya pendidikan inklusi. Urgensi kolaborasi multi-sektor atau disebut juga multi stakeholder partnership dapat mendorong stakeholder dan pemerintah untuk memulai kemitraan di tingkat nasional dan lokal. Dengan mengusung slogan 'No One Left Behind' maka multi stakeholder partnership dapat mendorong kerjasama antar pemangku kepentingan (Putro et al., 2023). Kolaborasi multi-sektor dapat memperkuat jaringan dukungan yang diperlukan untuk memastikan keberlanjutan program pendidikan inklusif bagi para penyandang disabilitas. Melalui kesempatan kolaborasi, program beasiswa pendidikan inklusi diharapkan dapat tepat sasaran dan bermanfaat signifikan bagi penerima maupun sistem pendidikan secara keseluruhan. Pada akhirnya beasiswa pendidikan inklusif merupakan solusi penting untuk menjawab tantangan terhadap akses pendidikan inklusi yang masih terbatas. Dengan memberikan dukungan finansial, beasiswa tidak hanya membantu meringankan beban ekonomi keluarga tetapi juga membuka peluang lebih besar bagi anak-anak berkebutuhan khusus untuk mengakses pendidikan yang layak dan inklusif. Mari bersama-sama kita wujudkan pendidikan inklusif yang lebih adil dan merata melalui dukungan beasiswa sebagai langkah awal menuju perubahan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H