Mohon tunggu...
Yohanes Widodo
Yohanes Widodo Mohon Tunggu... Human Resources - Lahir di Lampung, lama di manado dan sekarang domisili di Tangerang. Sudah banyak daerah saya jelajahi dan semakin pula merasa belum banyak yang dikunjungi. So, penikmat jalan-jalan dan kuliner, apapun itu. hehehhe

Menyukai petualangan dan wisata kuliner. Selalu merasa "hijau" dalam menjalani hidup ini.....Ketiak semakin banyak daerah yang coba di datangi, di saat yang sama saya merasa semakin banyak daerah yang belum dan harus di kkunjungi.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Ismi ......Ada pelangi dibalik “Hujan Badai” (2)

19 September 2015   09:05 Diperbarui: 19 September 2015   09:11 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan kondisi badan yang letih, Ismi tak mampu memejamkan mata sedetikpun. Suasana Bus Trans Jakarta yang penuh sesak itu membuat lelah dan rasa capek Ismi hilang. Dia asih memandangi orang-orang disekelilingnya yang menatap kosong dengan raut wajah yang tegang. Dibenak Ismi terlintas bagaimana situasi yang sangat berbeda di kampong halamannya. Ketika mereka bepergian dan ada di satu bis yang sama. Disana ada tergur sapa, canda dan tawa, dan lain sebagainya. Mereka gembira dan bahagia ada bersama dalam satu atap (mobil).

Ternyata waktu mengubah Ismi. Kepergiannya dari kampong halamannya dengan tujuan membantu bibiknya di kota berjualan di warung nasi berbuah manis. Berkat kegigihan dan kerja keras Ismi dengan dukungan bibiknya, akhirnya Ismi mengambil kuliah kelas karyawan, dengan waktu kuliah ia lakukan di malam hari. Dengan demikian, Ismi tetap bisa membantu bibinya berjualan dan mendapatkan uang untuk membayar biaya kuliahnya. Meskipun lelah dan waktunya benar-benar padat dengan aktifitas dan kegiatan, tetapi Ismi tidak patah semangat. Dia justru semakin semangat dan giat dalam belajar maupun dalam bekerja.

“Suatu saat aku akan jadi seorang dokter, dan ketika aku sudah menjadi seorang dokter, aku akan membangun sebuah klinik di kampong kita. Di klinik itu, aku akan memberikan pelayanan gratis bagi warga desa kita. Setiap hari, setiap saat klinik itu akan di buka. 24 jam boy. Orang tak perlu cemas dan gelisah, ketika tengah malah anak mereka tiba-tiba panas tinggi 39 derajat. Orang-orang tak perlu cemas lagi, ketika musim hujan tiba dan demang, muntaber dan typus melanda.” Ismi mengatakan semuanya itu dengan nada yang disertai semangat dan tekat, tetapi di kelopak matanya telah terkumpul puluhan dan bahkan ratusan bulir air mata yang hendak berebut berhamburan keluar…..air mata kesedihan, karena Ismi teringat ketika adik kandungnya yang cantik dan mungil harus kembali ke surge karena terserang panas sangat tinggi dan dalam hitungan jam, sang adik telah tidak bernafas lagi. Dia masih bisa melihat jelas kepanikan dan kesibukan kedua orang tuanya, di tengah malam yang pekat dan hanya diterangi lampu dari minyak tanah. Seandainya saat itu ada tenaga medis yang bisa kapanpun dihubungi atau didatangi pasti adiknya bisa selamat. Peristiwa itulah yang kemudian mengkristal dan menggumpal dalam benak Ismi kecil, bahwa dia akan menjadi dokter, agar tidak ada lagi kakak yang mengalami nasib yang sama dengan dirinya. Kendati cita-cita itu sempat hilang begitu saja, ketika selang beberapa tahun kemudan, ayah, yang adalah penopang hidup dan masa depannya, menyusul ke tempat dimana adinya berada. Saat itu Ismi benar-benar kehilangan impiannya. Dia bak laying-layang yang terputus dari benangnya.

Ternyata Sang Semesta berkarya dan berkehendak beda. Indahnya pelangi dilubuk hati terdalam Ismi masih terlihat ditengah gelapnya badai kehidupannya. Keindahan pelangi masih memancar dan berbinar dan tak gentar dengan awan dan gelapnya dunia. Pelangi itulah yang menjadi harapam dan akhirnya menghantarkan Ismi pada suatu kenyataan……Ismi sekarang tengah menjalani program sarjana kedokteran di semester 5.

………grogol…..grogol…..teriakan sang kondektur memecahkan lamunan Ismi dan ia pun segera beranjak mendekati pintu Bus Trans Jakarta yang sudah padat dikelilingi penumpang lain yang juga akan turun di sana.

 

Bersambung........(3)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun