Mohon tunggu...
Yohanes Tola
Yohanes Tola Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Aku Yonas, Bisa menjadi teman mu, Aku menulis agar kepalaku tidak pecah

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Cuitannya Viral: (Mentri LHK dan Konsekuensi Pembangunan Versinya)

16 November 2021   23:47 Diperbarui: 16 November 2021   23:53 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhir-akhir ini  dunia maya di Indonesia ramai akan pembahasan kontroversial mengenai cuitan menteri LHK Siti Nurbaya melalui akun twitter-nya. Dalam cuitan tersebut menteri LHK membuat sebuah cuitan yang memantik banyak respon warganet. Tentu respon warganet datang dari esensi penggalan kalimat dalam cuitan tersebut.

Cuitan tersebut dianggap pemerintah terkusus Kementerian lingkungan hidup Pro terhadap pemberlakuan dan pembangunan industri dan tambang yang telah banyak menyumbang dampak pada kerusakan ekologi di Indonesia. Menteri LHK RI dalam cuitanya mengatakan bahwa pembangunan besar-besaran di era Presiden Jokowi tidak dapat dihentikan dengan alasan kerusakan lingkungan dan deforestasi.

Kalimat singkat ini sungguh memantik emosional aktifis lingkungan dan berbagai pihak yang tengah gencar dalam usaha mengkampanyekan tentang kelestarian lingkungan dan usaha untuk menurunkan emisi yang menyebabkan terjadinnya pemanasan global. Usaha usaha tersebut dilakukan untuk mendukung pemerintah dalam upayannya membangun ulang peradaban yang hari ini telah menderita dan "dipaksa" ataupun "terpaksa" menyesuaikan diri akibat kerusakan lingkungan.

Setelah melihat bagaimana riuhnya dunia maya akan opini pro dan kontra akan sikap  mentri LHK pada cuitannya saya berusaha untuk melihat situasi ini lebih jernih dan mencoba menembus tembok dan standarisasi opini yang riuh tersebut. Dengan pertanyaan sederhana saya coba mengajukannya pada diri saya Ketika memilih tentang sika papa yang akan disampikan dalam menilai pembahasan public ini, atas dasar apa mentri LHK menyatakan membuat cuitannya tersebut? Bukankah dengan mengatakan hal tersebut, beliau menentang visi mulia institusi kementriannya? Lantas apakah beliau ceroboh? Ataukah benar sekelas mentri dapat seceroboh itu? Kita melihat dan menjawabnya. Mari terus melanjutkan dialog dalam teks ini.

Secara perumusan berdasarkan tugas dan fungsinnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang lingkungan hidup dan kehutanan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. 

Visi ini dibuat dengan tendensi negara melihat lingkungan hidup sebagai  elemen penting negara seperti Indonesia yang dengan dan dalam mimpinnya membangun masyarakat yang berdaulat.

Tugas dan fungsi tersebut kemudian di laksanakan dengan strategi dalam merumuskan tugas dan wewenangnya, seperti penetapan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penyelenggaraan pemantapan kawasan hutan dan penataan lingkungan hidup secara berkelanjutan, pengelolaan konservasi sumber daya alam dan ekosistemnya, peningkatan daya dukung daerah aliran sungai dan rehabilitasi hutan, pengelolaan hutan lestari, peningkatan daya saing industri primer hasil hutan, pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan, pengelolaan sampah, bahan berbahaya dan beracun, dan limbah bahan berbahaya dan beracun, pengendalian perubahan iklim, pengendalian kebakaran hutan dan lahan, perhutanan sosial dan kemitraan lingkungan, serta penegakan hukum bidang lingkungan hidup dan kehutanan.

Melalui strategi ini KLHK dibentuk untuk bekerja secara kompleks menyelesaikan masalah dan pembangunan yang memberi korelasi pada keutuhan ekologi. Sungguh mulia, pada strategi perumusan KLHK telah mendesign upaya dengan banyak rincian akan fokus membangun kelestarian lingkungan. 

Belum lagi jika membicarakan dan membuat hal hal lain yang juga penting dibahas mengenai strategi KLHK dalam mewujudkan tugas nya, seperti  koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidang penataan lingkungan hidup secara berkelanjutan, Koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi, Pengelolaan barang milik atau kekayaan negara, Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di daerah, dan Pelaksanaan dukungan yang bersifat substantif kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Penyajian diatas secara abstrak berusaha untuk merepresentasikan tentang bagaimana harusnnya kementrian KLHK beroperasi dalam aktifitas kementriannya demi menjaga keharmonisan lingkungan. Namun dilain sisi dapat dilihat bahwa cuitan mentri LHK Siti Nurbaya membantah dengan jelas akan keterlibatan dan keberpihakan kementrian LHK dalam melawan musuh Bersama pemanasan global akibat emisi karbondioksida dan gas beracun lainnya. Selanjutnnya kita mencoba mejawab pertanyaan radikal yang telah dibuat sebelumnnya.

Atas dasar apa mentri LHK menyatakan membuat cuitannya tersebut?

Cuitan Siti Nurbaya tentu bukan tanpa alasan. cuitan yang telah mengundang cercaan public kemudian di "bantah"  dengan pembelaan yang penyampainnya mendasari UU agar terlihat berdasar. Kita berusaha melihat sejauh mana pembelaan ini disebut berdasar. Dalam cuitan selanjutnya Siti Nurbaya juga menyebut bahwa menghentikan pembangunan atas nama zero deforestation adalah tindakan yang melawan mandat UUD 1945.

 "Menghentikan pembangunan atas nama zero deforestation sama dengan melawan mandat UUD 1945 untuk values and goals establishment, membangun sasaran nasional untuk kesejahteraan rakyat secara sosial dan ekonomi.

Jika ceroboh melihat statement ini masyarakat sipil bisa saja menilai sikap ini sebagai sebuah alasan yang omong kosong. Bagaimana tidak, jika dikaji lebih jauh pernyataan mentri LHK ini mencoba mengangkat sifat logis pembangunan dan konsekuensinnya yang pada periode jokowi ini tengah gencar dilaukan di berbagai pulau dan sektor di Indonesia. Ibu kota negara di Kalimantan tidak akan pernah ada dan terwujud jika hutan yang ada tidak di tebang, ini adalah konsekuensi, kira kira seperti itu maksud mentri LHK.

"Kalau konsepnya tidak ada deforestasi, berarti tidak boleh ada jalan, lalu bagaimana dengan masyarakatnya, apakah mereka harus terisolasi? Sementara negara harus benar-benar hadir di tengah rakyatnya,".

Lantas bagaimana membantah kalimat siti nurbaya tersebut seandainnya hari ini kita berada dalam ruang dialog akan perdebatan keberpihakan pemerintah pada kelestarian lingkungan. Apakah mungkin kalimat tersebut dapat dipandang murni sebagai sebuah kejujuran bukan tanpa sentimen pada pemerintah dengan rekam jejak yang memilukan atas kerusakan lingkungan dan bencana alam yang muncul akhir akhir ini? Mari melihatnya lagi. 

Temuan betahita dan beberapa media juga organisasi berlainan sisi dengan Menteri Siti. Investigasi TEMPO 2020 soal jalan menyebut: Area restorasi Hutan Harapan yang menjadi perlintasan satwa endemis Sumatera itu akan dibelah sepanjang 26 kilometer selebar 60 meter. Tak hanya akan menyebabkan hilangnya kayu hutan sekunder yang besar-besar senilai lebih dari Rp 400 miliar, pembukaan jalan tambang juga mengancam keberagaman hayati dan masyarakat adat serta membuka celah bagi para perambah untuk masuk ke area hutan produksi yang sedang dipulihkan itu.

Laporan Investigasi Rainforest Action Network (RAN) menyebutkan Perusahaan kelapa sawit nakal milik menantu mantan Penjabat Gubernur Aceh, PT. Nia Yulided Bersaudara (NYB), terus melakukan perusakan hutan di Kawasan Ekosistem Leuser. Menurut Kajian RAN perusakan ini dilakukan di hutan hujan dataran rendah di Kawasan Ekosistem Leuser, Kabupaten Aceh Timur. 

Investigasi RAN sepanjang Januari hingga Agustus 2021 menunjukkan terdapat 600 hektar lahan hutan kawasan itu telah dibabat. Di lapangan, dipergoki juga alat berat yang digunakan melakukan penggundulan hutan.

Tidak hanya itu, Investigasi Greenpeace menyebut Korindo Grup diduga telah melakukan penghancuran hutan di Provinsi Papua, seluas sekitar 57 ribu hektare, sejak 2001 silam. Dugaan penghancuran hutan itu disebut-sebut juga termasuk yang dilakukan untuk pembangunan perkebunan sawit oleh anak usaha Korindo Grup, PT Dongin Prabhawa, di Kabupaten Merauke dan Kabupaten Mappi. Penghancuran hutan dimaksud di antaranya diduga dilakukan mengunakan api atau dengan cara dibakar, demikian hasil investigasi Greenpeace International bekerja sama dengan Forensic Architecture. 

Jika kemudian komentar masyarakat akan Siti nurbaya dibantah dengan pernyataan nya di atas yang dalam arti lain menyebutkan bahwa sebuah kesalahan jika pembantahan itu ditujukan padanya terlebih masyarakat yang memberi komentar tidak memfasilitasi diri dengan data akurat. Namun, Data mana yang dimaksud Menteri Siti salah? Sementara hasil temuan diambil dari lapangan dengan bertanggung jawab.

Bantah membantah ini memberi kesimpulan yang semakin jelas tentang bangsa yang sedang dibangun ini sedang berada dalam proses demokrasi yang jelas. Namun siapa yang dapat memastikan data dan semuannya dapat kita katakan benar dan menilai nya sebagai kebenaran yang mutlak. Pemerintah menguasai semua elemen penting dari negeri ini. Data statistic pun diperoleh nya sendiri untuk melihat progres pembangunan nya. Namun dalam pelaksanaanya tubuh kekuasaan terkesan rapuh dalam menopang tekanan tendensi yang ada dalam dinamika negara demokrasi.

 Apalagi, riuhnnya cuitan mentri LHK muncul pada  agenda penting negara dalam memberi gagasan akan pandangannya melihat situasi perubahan iklim dunia melalui pidato kebangsaan Presiden Joko Widodo dalam KTT G20.

"Sebagai salah satu pemilik hutan tropis terbesar di dunia, Indonesia memiliki arti strategis dalam menangani perubahan iklim. Inilah yang antara lain saya sampaikan dalam KTT G20 sesi II dengan topik perubahan iklim, energi dan lingkungan hidup di La Nuvola, Roma, hari ini," tulis akun Twitter resmi Presiden Jokowi pada Minggu (31/10/2021) setelah berpidato pada forum KTT G20.

Deforestasi di Indonesia dapat ditekan ke titik terendah 20 tahun terakhir. Indonesia telah merehabilitasi 3 juta ha lahan kritis pada 2010-2019. Indonesia ingin G20 memimpin dunia mengatasi perubahan iklim dan mengelola lingkungan secara berkelanjutan dengan tindakan nyata. lanjut Jokowi

Pidato Jokowi telah memberi citra yang menakjubkan akan wajah bangsa di hadapan dunia. Jokowi dalam pidatonnya, menyatakan keseriusan Indonesia dalam upaya penekanan emisi dunia. Apresiasi dan ruih tepuk tangan pemimpin atas kekagumannya pada Jokowi dan Indonesia.

Namun terang terangan mentri LHK membantah dan menelanjangin" pernyataan Jokowi tersebut yang kemudian dianggap omong kosong Ketika melihat sikap mentrinya yang dasarnya mengetahui situasi lapangan dan pembangunan negeri dalam sector lingkungan hidup. Ini seperti sebuah aib pemerintah yang coba ditutupi Jokowi dengan rapat, namun kemudian mentri Siti membukannya dengan jelas, secara gamblang ingin mengatakan "ini loh situasi dan komitmen negara yang sebenarnya". Seakan seperti itu, saya tegaskan ini adalah kesan saya.

Dalam kerumitan ini, kita mencari jati diri dengan memilih jalan mana yang yang kita putuskan. Namun satu yang pasti adalah, hari ini kita telah hidup pada realitas yang dengan jelas kita lihat. Tanpa melihat data, menilai soal Kalimantan atau daerah lain sebagai pusat industri kelapa sawit dan tambang pun dapat kita nilai dengan jelas melalui pengamatan dan derita rakyat yang merasakan dampak itu secera langsung. Namun bukan berarti juga data dapat diabaikan dalam melihat kebenaran. Kita tetap memperhatiakan acuan dalam melihat ini dari jauh, "memegang data adalah jalan ninja kita", begitu kira kira. 

Kita adalah generasi yang memutuskan sejak awal tentang pilihan kita akan keberpihakan pada lingkungan. Namun kehidupan mengajakan kita melihat sebuah realitas yang menggagalkan pilihan itu. Selanjutnnya, sebagai manusia merdeka kita diingatkan untuk menentukan jalan tersebut Kembali. Dan sebuah harapan agar yang dulu tetap tumbuh dan berdiri ditempatnnya, artinnya, kita semua penentang kerusakan alam atau rumah kita bersama (bumi).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun