Mohon tunggu...
Yohanes Supriyanto
Yohanes Supriyanto Mohon Tunggu... Penulis - Sebagai pribadi yang menyukai belajar, membaca dan menulis merupakan kegiatan yang paling menyenangkan.

Sebagai seorang penulis, trainer hypnotherapy, trainer Neo NLP, executive coach, saya sangat menyenangi diskusi yang produktif,

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pahlawan itu Pahalanya Menawan!

10 November 2021   08:31 Diperbarui: 10 November 2021   09:39 510
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selamat Hari Pahlawan Kawan !!!

Setiap tanggal 10 Nopember kita seluruh Bangsa Indonesia memeringatinya. Mengenang pahlawan. Membayangkan jadi pahlawan. Sepertinya kok membanggakan.  Sedari sekolah dulu pasti upacara. Hari ini juga. Kami mengikuti upacara melalui kanal resmi kementerian via youtube. Tidak kepanasan. Tidak mungkin pingsan. Bahkan bisa kena terpaan AC di ruangan. Terus, apakah mengurangi makna 'kepahlawanan'? 

Dalam benakku pahlawan itu identik dengan perang. Senjata: bambu runcing, parang, senapan rampasan, atau tombak ala kerajaan. Pahlawan idolaku adalah Pangeran Diponegoro. Gagah nian naik kuda. Jubahnya, blangkonnya...wah...tampan menawan. Di Magelang ada museumnya loh. Ada jubahnya yang tinggi, ada tempat duduk yang luka karena kuku beliau. Ada tempat ibadah beliau. Masuk ruangannya jadi berasa adem, tenteram. Ketika duduk di lantai ruangan itu, terbayang perjuangan beliau. Terkenang keberanian beliau. Pengorbanan tanpa pamrih. Saya semakin mengagumi. Pahlawanku inspirasiku. 

Pangeran Diponegoro punya semangat juang yang dahsyat. Alih-alih menikmati fasilitas kemewahan, beliau malah membaur dengan masyarakat. Perang. Mengadu strategi dengan musuh yang jelas-jelas lebih canggih. Mempertaruhkan nyawa demi tanah dan harga diri.

Berapa upahnya? 

Apa insentif yang didapat? 

Apakah terpikirkan kelak akan dikenang sebagai pahlawan?

Saya kok yakin gaess....tak satupun terpikirkan oleh beliau dan para pengikutnya. Mereka semua bersatu padu atas nama cinta tanah air.  Tidak memikirkan darah yang mengalir. Tak peduli dikatakan pandir. Namun mereka tetap satu sampai akhir.  Itulah bukti cinta itu hadir. Bukan hanya uang yang dipikir. Bukan hanya nama yang disanjung semua bibir. Atau semerbak bak anyelir. Sungguh...sungguh saya yakin beliau semua tidaklah seperti orang-orang amatir.

Niat, tekad, dan semangat yang melekat di hati dan pikiran Pangeran Diponegoro dan pengikutnya layak kita teladani. Ya..hari ini... apapun bukti baktimu bagi negeri....lakukan sepenuh hati. Pastikan kita bukanlah pencari muka di depan petinggi. Jamin bahwa kita bukanlah manusia yang penuh rasa iri. Mengisi kemerdekaan bukanlah dengan darah, kali ini. Namun dengan hati.....ya dengan hati.

Satukan hati membangun negeri. Sumbangkan harta yang menjadi hak negara bukan sebagai upeti. Bukan upeti!  Lihatlah negeri ini semakin dihormati. Lihatlah kualitas hidup kita semakin tinggi. Itu semua karena apa yang sudah kita beri. Maka lakukan yang terbaik saat ini.

Mari renungkan makna kepahlawanan, kawan:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun