Mohon tunggu...
Yohanes Andrianto Sir
Yohanes Andrianto Sir Mohon Tunggu... Desainer - Sebuah Catatan Perjalanan

Ingin berbagi dengan dunia; belajar menuangkan sebuah perjalanan ke media tulisan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Melihat Lebih Dekat "Emas Kei" di Banda Eli

29 Mei 2022   11:02 Diperbarui: 29 Mei 2022   11:13 2377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siapa yang tidak kenal dengan Kuningan? Ya, logam "serbaguna" yang memiliki kilau keemasan ini mudah kita temui dalam beragam bentuk; dari perlengkapan rumah tangga, gagang mebelier, apalagi setelah dibuat dengan bentuk / ragam hias yang fungsional sebagai perhiasan, pastinya akan memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Warna keemasan inilah yang membuat masyarakat di Kepulaun Kei menyebut'nya sebagai "Emas".  Ya, Emas Kei / Kuningan Kei sampai saat ini masih digunakan sebagai sarana adat maupun sebagai bentuk mahar pernikahan saat meminang perempuan Kei. Tidak hanya itu, saking berartinya "Emas Kei" ini, bahkan digunakan juga sebagai media permintaan maaf di salah satu desa yang saya kunjungi yang terletak di Pulau Kei Besar, Kab. Maluku Tenggara; Banda Eli.

Tidak mudah untuk menuju salah satu sentra kerajinan kuningan di Kei ini. Saya harus menyeberang dengan Kapal Pelni semalaman dari Ambon menuju Tual. Dari Tual saya harus kembali lagi menyeberang dengan kapal cepat menuju Desa Elat, kemudian naik ojek selama tiga jam lamanya menuju Banda Eli.  Di Banda Eli inilah saya berkesempatan tinggal di kediaman Bapak Raja Langsung Latar. Sebagai salah satu sentra pengrajin kuningan yang masih bertahan di Kepulauan Kei, kami bertukar cerita mengenai sejarah desa serta pentingnya "Emas Adat" yang masih berlaku di masyarakat Larvul Ngabal. Beliau menyampaikan bahwa sampai saat ini emas adat Kei masih digunakan untuk maso minta (lamaran).

Emas adat tersebut nilai'nya bisa dari ratusan sampai jutaan rupiah, tergantung dari jenis, berat, bentuk serta kerumitannya. Selain itu Beliau juga menyampaikan bahwa emas ini bisa digunakan sebagai mediator. Jangan sembarangan sesumbar menyakiti orang secara ferbal, fisik maupun emosional di desanya. Bisa jadi kita harus membayar emas adat ini kepada orang / keluarga yang tidak terima karena ucapan dan tindakan yang kita lakukan. Menjadi "benda konsekuensi / benda jaminan", sebuah simbolisasi komitmen dan permintaan maaf dari apa yang sudah kita lakukan. Nah, kalau sudah begini sepertinya masyarakat akan berpikir berkali lipat untuk berkata yang tidak sopan kan ya..hhe..

Pengrajin Emas Banda Eli *Dok. Pribadi
Pengrajin Emas Banda Eli *Dok. Pribadi

Menariknya, jika suatu saat nanti anak / cucu dari keluarga tersebut juga melakukan kesalahan kepada anggota keluarga kita, emas adat sebagai barang jaminan tersebut bisa kita minta kembali. Kearifan lokal yang fair play menurut saya..hhe.. Bapak Raja menyarankan saya untuk membeli emas adat tersebut sebagai kenang-kenangan "Adek kan sudah jauh-jauh datang kemari, tidak ada salah'nya jika membeli emas ini sebagai bukti tanda mata bahwa sudah sampai di Banda Eli" ujar Beliau. Setelah mempertimbangkan (karena harganya yang tidak murah,hehe..), akhirnya saya memutuskan untuk membeli emas tersebut. Kabar baiknya saya mendapatkan harga spesial malam itu, wah mantab! Jika bukan karena jangkauan listrik di desa ini yang masih terbatas, mungkin diskusi dan pembicaraan kami bisa berlanjut sampai larut malam. Kamipun menutup diskusi dan berbagi cerita malam itu dengan beristirahat.

*Catatan ini saya rangkum kembali dari hasil kunjungan saya ke Banda Eli di 2018. Penulis siap merevisi jika terdapat kekeliruan dalam interprestasi / penulisan.

Untuk akses menuju Banda Eli, dapat kunjungi catatan melalui blog pribadi saya via : www.jejakakibeta.blogspot.com

Terimakasih

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun