Hari ini, bahasa Indonesia berusia 92 tahun. Semoga selalu berjaya.
Menurut catatan sejarah, pada Kongres Pemuda Kedua yang diadakan di Batavia (Jakarta, 27-28 Oktober 1928), ketika Mr. Sunario tengah berpidato pada sesi terakhir kongres itu, kepada Soegondo, dengan berbisik, Mr. Moehammad Yamin (1903--1962) menyodorkan secarik kertas tulisannya yang isinya kemudian disetujui oleh para anggota kongres.Â
Bunyi tiga keputusan kongres itu--yang ditulis dengan menggunakan ejaan van Ophuysen (1901--1947)--sebagaimana tercantum pada prasasti di dinding Museum Sumpah Pemuda di Jakarta adalah
Pertama:
Kami poetra dan poetri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia.
Kedoea:
Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.
Ketiga:
Kami poetra dan poetri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.
Satu hal yang menarik adalah ketika menyodorkan secarik kertas tulisannya itu, Mr. Moehammad Yamin berbisik dalam bahasa Belanda, katanya "Ik heb een eleganter formulering voor de resolutie."Â
Terjemahan Indonesia kalimat itu adalah "Saya mempunyai suatu formulasi yang lebih elegan untuk keputusan Kongres ini". Tampaknya bahasa Belanda berperanan penting dalam kongres tersebut. Namun, pada akhirnya ia digantikan oleh bahasa Indonesia.
Hal lain yang penting untuk diperhatikan adalah bahwa kongres itu (dibuktikan dengan butir ketiga) menjamin keberadaan bahasa-bahasa Nusantara. Sebagai orang Indonesia, kita tetap menggunakan bahasa-bahasa daerah kita sambil menjunjung bahasa persatuan (hasil Sumpah Pemuda): bahasa Indonesia.
CATATAN:
1. Sumber informasi dan kutipan: wikipedia.org
2. Tulisan singkat untuk memperingati "Sumpah Pemuda" (Oktober 1928) ini dimuat kembali dengan perubahan seperlunya setelah tercantum di ymanhitu.blogspot.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H