Mohon tunggu...
YOHANES KURNIAWAN
YOHANES KURNIAWAN Mohon Tunggu... Mahasiswa - AKADEMISI

Akademisi : Teknolog Pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Indonesia: Satu-satunya dari 5 Negara dengan Jumlah Penduduk Terbanyak yang Tidak Bisa Membuat Pesawat Tempur

15 Mei 2024   17:30 Diperbarui: 15 Mei 2024   17:36 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia, meskipun menjadi salah satu negara dengan populasi terbesar di dunia, masih tertinggal dalam kemampuan memproduksi pesawat tempur sendiri. Ada beberapa alasan mengapa Indonesia berada dalam posisi ini, dan jika dilihat dari sudut pandang negatif, kita dapat mengidentifikasi sejumlah faktor yang menghambat perkembangan industri pertahanan Indonesia.

Berikut adalah beberapa faktor utama yang menjadi penghambat 

 Salah satu masalah terbesar adalah "kurangnya investasi dan dana" dalam sektor pertahanan. Pengembangan pesawat tempur memerlukan dana yang sangat besar untuk penelitian, pengembangan, dan produksi. Sementara negara-negara seperti Amerika Serikat, Rusia, dan Tiongkok memiliki anggaran pertahanan yang sangat besar, Indonesia masih tertinggal jauh dalam hal alokasi dana. Ketidakmampuan pemerintah untuk mengalokasikan anggaran yang memadai menunjukkan lemahnya prioritas dan komitmen terhadap pengembangan teknologi militer yang esensial untuk kedaulatan negara.

Selain masalah dana, "keterbatasan teknologi dan infrastruktur" menjadi penghambat besar. Produksi pesawat tempur memerlukan infrastruktur teknologi tinggi yang mencakup fasilitas manufaktur canggih, laboratorium penelitian, dan jaringan pemasok komponen. Indonesia masih sangat tertinggal dalam hal ini. Negara ini belum memiliki fasilitas yang memadai untuk mendukung produksi pesawat tempur. Kurangnya investasi dalam infrastruktur teknologi menunjukkan kurangnya visi jangka panjang dalam pembangunan industri pertahanan.

"Kekurangan sumber daya manusia yang terampil" adalah masalah serius lainnya. Produksi pesawat tempur membutuhkan tenaga ahli yang sangat terampil dalam berbagai disiplin ilmu teknik dan teknologi. Sistem pendidikan dan pelatihan di Indonesia belum mampu menghasilkan tenaga ahli yang diperlukan. Universitas dan lembaga riset di Indonesia masih kalah bersaing dengan negara-negara produsen pesawat tempur. Hal ini mencerminkan kurangnya perhatian dan investasi dalam pengembangan sumber daya manusia yang esensial untuk industri pertahanan.

"Prioritas strategis dan politik"  yang tidak jelas juga menjadi faktor penghambat. Kebijakan pertahanan Indonesia seringkali tidak konsisten dan kurang fokus. Pemerintah cenderung memprioritaskan angkatan laut atau pasukan darat, mengingat karakteristik geografi kepulauan. Namun, hal ini justru mengorbankan kemampuan pengembangan teknologi udara yang esensial. Ketergantungan pada kerjasama internasional menunjukkan kelemahan dalam kemandirian pertahanan. Alih-alih mengembangkan industri dalam negeri, Indonesia lebih memilih membeli teknologi dari negara lain, yang menunjukkan kurangnya visi untuk membangun kekuatan pertahanan mandiri.

"Sejarah dan perkembangan industri pertahanan"  Indonesia yang lebih pendek dibandingkan negara-negara lain juga menjadi masalah. Negara-negara seperti Amerika Serikat, Rusia, dan Tiongkok memiliki sejarah panjang dalam pengembangan dan produksi pesawat tempur sejak Perang Dunia II. Indonesia, di sisi lain, baru memulai pengembangan industri pertahanannya beberapa dekade terakhir dan masih tertinggal jauh. Upaya seperti kerjasama dengan Korea Selatan dalam proyek KF-X/IF-X memang langkah positif, tetapi masih jauh dari cukup. Proyek ini belum menunjukkan hasil signifikan dan masih dalam tahap awal, yang mencerminkan lambatnya perkembangan industri pertahanan Indonesia.

Kesimpulan

Secara keseluruhan, ketidakmampuan Indonesia untuk memproduksi pesawat tempur sendiri menunjukkan sejumlah kelemahan mendasar dalam sektor pertahanan dan industri. Kurangnya investasi dan dana, keterbatasan teknologi dan infrastruktur, kekurangan sumber daya manusia yang terampil, prioritas strategis dan politik yang tidak jelas, sejarah industri yang singkat, serta kurangnya ekonomi skala menjadi penghambat utama. Situasi ini mencerminkan kurangnya visi jangka panjang dan komitmen pemerintah terhadap pembangunan industri pertahanan yang kuat dan mandiri. Tanpa perubahan signifikan dalam pendekatan dan kebijakan, Indonesia akan terus tertinggal dalam hal kemampuan pertahanan udara, yang dapat berdampak negatif terhadap kedaulatan dan keamanan nasional.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun