Cisile adalah seorang gadis yang baru menginjak dunia remaja. Sejak kecil dirinya selalu terbiasa dengan hal-hal yang mewah dan juga telah selalu dimanja oleh kedua orang tuanya.
Dirinya yang lahir sebagai anak tunggal membuatnya selalu mendapatkan apapun yang diinginkannya dengan mudah.
Selain itu, Cisile juga memiliki sifat negatif lainnya yaitu egois dan selalu tidak peduli dengan keadaan disekitarnya.
Singkat cerita, Cisile sudah memasuki usia 17 tahun. Saat sedang liburan, pamannya yang mengetahui sifat buruk Cisile mengajak pergi liburan di suatu tempat yang jauh dari tempat tinggalnya, kebetulan kedua orang tua Cisile sedang berada di luar negeri karena sibuk dengan pekerjaan.
Sang paman menjemput Cisile di rumahnya dan membawanya pergi di tempat yang telah ditujukan kepadanya, yaitu sebuah rumah kosong yang kecil di pedesaan dan tentunya rumah kecil tersebut tidak semewah rumah yang dimiliki Cisile.
Setelah melihat-lihat, Cisile enggan untuk tinggal di rumah tersebut, namun pamannya memaksanya untuk tetap tinggal.
Kemudian, Cisile juga diperkenalkan dengan tetangga yang ada disebelah rumahnya tersebut, yang hanya dihuni oleh seorang ibu tua dan tiga orang anak kecil yang ternyata rumahnya jauh lebih kecil dari rumah yang akan ditinggali Cisile selama liburan.
Melihat keadaan yang membuat Cisile merasa tidak betah, dirinya menyatakan ingin pulang dan tidak mau liburan.
Meski sempat terjadi perdebatan, ditambah pamannya tidak ikut tinggal untuk menemani Cisile, namun pada akhirnya Cisile berhasil dibujuk oleh pamannya.
Waktu malam pun tiba, Cisile yang sedang asyik menonton film di laptopnya tiba-tiba dikejutkan dengan matinya lampu pada rumah tersebut.
Ia pun lebih kesal karena saat itu baterai di laptopnya juga kebetulan sudah habis dan perlu di-charge.
"Benar saja yang kubilang, tempat ini sungguh menyebalkan, belum ada satu hari, listrik disini sudah tidak becus!" keluh Cisile.
Karena terbiasa hidup mewah, dirinya terpaksa untuk mencari tahu pusat stop kontak listrik yang ada pada rumah tersebut dengan menggunakan cahaya lampu pada handphone-nya dan ternyata setelah dilihat, listrik pada komplek perumahannya memang dimatikan dari pusat.
"Bener-bener sial rumah ini. Liburan jadi rusak cuma gara-gara hal yang gak penting!" keluh Cisile kembali.
Kemudian ia bergegas untuk mencari lilin di dalam rumahnya guna menerangi rumah tersebut. Â Ketika baru menemukan beberapa batang lilin, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu yang ternyata anak kecil dari tetangganya tersebut.
"Mau apa kamu k esini?" tanya Cisile dengan nada ketus.
"Maaf kak, aku hanya mau nanya, apakah kakak memiliki lilin?" tanya anak kecil itu.
Cisile berpikir dalam hati, jika ia menjawab punya maka persediaan batang lilinnya akan berkurang.
"Tidak ada!" jawab Cisile kembali dengan nada lebih tinggi.
"Wah, aku sudah duga, pasti kakak tidak memiliki lilin. Ini kamu ada beberapa lilin dari rumah kami, aku bawakan separuhnya untuk kakak," jawab anak tersebut dengan senyuman.
Melihat anak itu membagikan lilin miliknya, Cisile menjadi terharu dan segera memeluk anak tersebut.
Pemadaman listrik dari pusat ternyata hanya terjadi pada malam itu saja, namun membuat Cisile menjadi dekat dengan keluarga tetangganya tersebut.
Hingga pada akhirnya, Cisile dijemput oleh pamannya. Ada pemandangan yang berbeda ketika Cisile ingin pulang, yaitu dirinya justru belum mau pulang dari rumah tersebut.
Namun, Cisile mengaku memang lebih nyaman tinggal di rumahnya yang berada di kota, tetapi ia juga tidak mau berbohong kalau dirinya juga betah tinggal di rumah pedesaan tersebut, setelah mengucapkan salam perpisahan, Cisile pun kembali pulang.
Dalam perjalanan pulang, pamannya bertanya "Apa yang kamu dapatkan selama liburan disana?"
"Pengalaman yang berharga, kepedulian dan kekeluargaan yang belum pernah kurasakan," jawab Cisile dengan nada lirih karena mengingat kedua orang tuanya selalu sibuk dengan pekerjaan. Pamannya hanya tersenyum dan mengusap-usap kepala keponakannya tersebut.
Sesampainya di rumah, kedua orang tuanya rupanya telah datang, segera Cisile menghampiri mereka dan memeluknya serta menceritakan apa yang ia dapat selama liburan.
ia juga mengungkapkan keinginannya untuk memiliki hubungan kekeluargaan yang baik seperti yang dialaminya selama liburan.
Kedua orang tua Cisile yang mendengar kisah liburan Cisile menjadi tersadar akan sikap mereka yang selalu sibuk dengan pekerjaan, mereka juga heran melihat anaknya menjadi begitu peduli terhadap keadaan.
Akhirnya, mereka menjadi keluarga yang harmonis yang sering berkumpul. Mereka juga sering meluangkan waktu untuk pergi berlibur di rumah pedesaan tersebut untuk menemui keluarga tetangga yang memberikan dampak kepada keluarga mereka.
Tak hanya sekedar liburan, keluarga Cisile juga memberikan sejumlah fasilitas, seperti pakaian baru, kulkas, kompor, televisi, dan masih banyak lagi sebagai ungkapan terima kasih.
Satu kebaikan, mendatangkan kebaikan lainnya jika dilakukan dengan tulus, semoga bermanfaat ya Sones, Selamat Hari Minggu, God Bless.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H