Dalam perayaan liturgi Kamis Putih umat diajak mengenang peristiwa makan malam terakhir yang dilakukan oleh Yesus dan para rasul. Salah satu bagian dalam liturgi adalah pencucian kaki, maka banyak Gereja yang melakukan upacara itu. Tetapi seringkali upacara itu dilakukan hanya untuk meniru apa yang dilakukan Yesus, sehingga kehilangan maknanya.Â
Pada jaman murid yang mencuci kaki gurunya, atau hamba yang mencuci kaki tuannya. Maka Petrus menolak ketika tahu Yesus akan mencuci kakinya. Dia merasa tidak pantas. Tetapi Yesus dengan tegas mengatakan, bahwa hal itu harus dilakukan sebagai teladan agar para murid juga melakukan kepada sesamanya.Â
Pada saat membasuh kaki itu Yesus tahu bahwa Yudas sudah merencanakan pengkhianatan. Maka dikatakan "tidak semua kamu bersih". Tetapi Yesus tetap mencuci kaki Yudas. Inilah cinta tanpa syarat seperti yang diajarkan dalam kotbah di bukit hendaklah kasih kita sempurna seperti kasih Bapa yang menerbitkan matahari bagi orang jahat dan orang baik (Matius 5:45-48). Kasih yang tidak membedakan apakah musuh atau bukan.Â
Kita lebih mudah atau pada umumnya mengasihi orang yang mengasihi dan membenci orang yang membenci. Maka Yesus membongkar kebiasaan itu dengan memberi teladan mengasihi Yudas. Dia memberi teladan akan kasih tanpa syarat. Tetapi sering kita puas telah melakukan liturgi pencucian kaki yang difoto, direkam video lalu disebarkan jadi konten, tetapi kita lupa akan tujuan dan makna tentang kasih tanpa syarat yang telah diteladankan oleh Yesus. Kita melupakan perintah Yesus "Aku telah memberikan suatu  teladan kepadamu, supaya kamu juga melakukan seperti yang telah Aku lakukan kepadamu" (Yohanes 13:15) Apakah kita sudah mencintai sesama tanpa syarat? Relakah kita memposisikan diri sebagai orang yang rendah dihadapan musuh kita?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H