Mohon tunggu...
Yohanes Endo
Yohanes Endo Mohon Tunggu... Lainnya - Management Enthusiast and Character Development

Perubahan yang paling efektif dimulai dari diri sendiri

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ketika Nurani Berbicara

7 Maret 2024   17:40 Diperbarui: 7 Maret 2024   17:41 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di suatu kota kecil yang terletak di lereng bukit, hiduplah seorang pemuda bernama Adi. Adi adalah seorang yang bertanggung jawab dan bijaksana. Namun, hidupnya tak pernah berjalan mulus. Ia selalu diperhadapkan pada pilihan-pilihan sulit yang menguji kebijaksanaannya.Pagi itu, Adi duduk di teras rumahnya, memandang jauh ke arah kota. Selembar surat terbuka di pangkuannya. Surat itu adalah undangan beasiswa ke luar negeri yang telah lama ia tunggu-tunggu. Namun, di sebelah surat itu terletak pula sebuah kertas putih yang berisi kabar tentang kesehatan ibunya yang semakin memburuk.

Adi merasa terjepit di antara dua pilihan. Dia dapat menerima beasiswa itu dan mengejar impian masa depannya, tetapi akan meninggalkan ibunya yang sakit. Atau, dia bisa tinggal bersama ibunya, merawatnya, tetapi harus mengorbankan kesempatan yang begitu langka ini.

Saat malam tiba, Adi masih memikirkan pilihannya. Dia menghampiri ibunya yang sedang duduk di kursi goyang di sudut ruangan. "Ibu," ucapnya pelan, "saya memiliki sebuah pilihan yang sulit."

Ibu Adi menatap anaknya dengan lembut. "Ceritakan padaku, nak," ucapnya.

Adi menceritakan tentang beasiswa itu dan kondisi ibunya. Dia berkata bahwa dia tidak ingin meninggalkan ibunya sendirian, tetapi juga tidak ingin mengecewakan harapan keluarganya.

Ibu Adi tersenyum lembut. "Anakku, hidup ini memang penuh dengan pilihan-pilihan sulit. Namun, yang paling penting adalah memilih dengan hati nurani dan mempertimbangkan baik buruknya."

Adi memahami kata-kata ibunya. Setelah memikirkan dengan matang, dia memutuskan untuk menolak beasiswa tersebut. Meskipun itu adalah kesempatan besar, tetapi merawat ibunya adalah prioritasnya yang utama.

Beberapa bulan berlalu, kondisi ibu Adi semakin membaik. Meskipun dia kecewa karena Adi tidak mengambil beasiswa itu, tetapi hatinya dipenuhi oleh rasa bangga dan syukur. Mereka menghabiskan waktu bersama dengan bahagia, mengumpulkan kenangan indah yang tidak akan pernah tergantikan.

Pesan moral dari cerita ini adalah bahwa dalam menghadapi pilihan-pilihan sulit, kita harus selalu mempertimbangkan baik buruknya, tetapi juga mengikuti hati nurani kita. Terkadang, memilih yang membawa kebaikan bagi orang lain lebih berharga daripada mencari keuntungan pribadi. (YEM).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun