Mohon tunggu...
yohanes christiansen tanjung
yohanes christiansen tanjung Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Pria

Saya adalah seorang yang berprofesi sebagai fotografer

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Komodifikasi Tayangan Pernikahan Raffi Ahmad dan Nagita Slavina

12 November 2014   17:41 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:59 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Perkembangan sebuah Media semakin maju dari tahun ke tahun, tidak hanya diam di satu ranah, tetapi menjalar kesemua sesuai kejadian-kejadian yang sedang terjadi. Tak terkecuali perubahan isi dari sebuah acara yang di berikan oleh media. Salah satunya Komodifikasi.

Komodifikasi yang berasasl dari salah satu ideology Karl Marx yang mengatakan bahwa kata tersebut bisa di artikan sebagai upaya dalam peraihan keuntungan dengan mengorbankan aspek-aspek masyarakat.

Sebuah teori dari Baran dan Davis, yang mengungkapkan bahwa komoditas adalah peralihan nilai-nilai manusia yang bisa di tukarkan menjadi nilai tukar seperti Rupiah, Dollar, atau mata uang lainnya.

Perubahan tersebut dikarenakan desakan akan kebutuhan antar individu, menghilangkan konteks sebuah produk sosial menjadi produk bisnis. Membuat sebuah komodifikasi sebuah media menjalar ke semua idiologi pemilik media, menjadikannya sebuah budaya untuk menciptakan keuntungan.

Salah satunya tanyangan pernikahan Raffi Ahmad dengan Nagita Slavina yang di siarkan oleh 2 stasiun tv yang berbeda. Dengan membawa nama Raffi Ahmad yang sudah terkenal di masyarakat, 2 stasiun tv ini menghadirkan sebuah produk “spesial” kepada masyarakat. Ternyata, cara ini ampuh, membuat produk tersebut menjadi bahan perbincangan di masyarakat.

Tetapi jika dilihat dari nilai-nilai, ini semua sudah melenceng jauh. Dari aspek ekonomi, media hanya mencari keuntungan yang sangat besar, dari aspek sosial yang sudah tidak ada produk yang inspiratif dan mendidik, bahkan dari aspek budaya yang sudah hilang moral dan privasi.

Ini semua menjurus pada Kapitalisme yang sudah mengusai aspek sosial dunia dengan produk-produk yang sarat akan bisnis. Para Kapitalisme (Pemilik Media) melihat kesempatan ini dengan cerdik, melihat bahwa penonton bukan hanya sekedar penonton, melainkan penonton merupakan “pekerja” dari sebuah media itu sendiri. Maksudnya, media mengiring penonton untuk secara tidak sengaja menonton produk yang diberikan, dengan topik yang sedang hangat dibicarakan tetapi sudut pandang yang berbeda. Sudut pandang yang berbeda inilah, yang menjadi salah satu faktor Media memainkan perannya.

Peran ini yang akhirnya menentukan RATING dan SHARE dari sebuah produk yang dihasilkan, dan seperti media-media kebanyakan, RATING dan SHARE seolah-olah menjadi sebuah roh yang sangat di sanjung-sanjung tinggi. Sebagai perawan yang tidak boleh dinodai sedikit pun guna menghasilkan hasil yang memuaskan, yaitu keuntungan.

Memang sangat memprihatinkan, semula media di ciptakan untuk mendidik masyarakat, sekarang dijadikan lahan untuk berdagang dan mencetak uang. Sehingga, harapan masyarakat akan produk-produk yang inspiratif, edukatif, dan sarata akan budaya semakin hari semakin berkurang.

Deengan demikian, maka Komodifikasi semata-mata adalah cara Para Kapitalis mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Hantu Pocong Lembang, Hiburan Siang di Jalan Macet!

4 bulan yang lalu
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun