Mohon tunggu...
Yohanes Candra
Yohanes Candra Mohon Tunggu... -

Jurnalis lepas

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Rekam Jejak Sang Kandidat; Noktah Hitam Dibalik Perjalanan Arsid Sebagai Camat

5 Februari 2011   12:43 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:52 1213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
12969093211121736957

Sebagai wartawan, saya terikat dengan kode etik dan prinsip jurnalisme: independen dalam sikap, objektif dalam menulis, dan tidak boleh punya hubungan intim dengan calon penguasa. Bertahun-tahun lamanya saya batinkan prinsip-prinsip itu dalam gerak langkah. Saya sadar betul, tanggung jawab wartawan sangat besar,  ia tulang punggung demokrasi. Lebih-lebih dalam masa Pilkada seperti sekarang ini.

Ketergantungan para kandidat pada media massa sangat besar. Apalagi dalam masyarakat urban dengan tingkat pendidikan masyarakat relatif tinggi seperti di Tangerang Selatan (Tangsel). Mereka butuh pencitraan, pemberitaan positif untuk mempengaruhi massa pemilih. Dan tentu saja meminimalisir sedimikian rupa berita negatif yang bisa menjatuhkan pamornya. Tak ayal, berbagai strategi dan jurus dilancarkan untuk mengontrol media, dari mendekati hingga menekan para jurnalis. Saya yakin bener para jurnalis Tangsel bisa menjaga tugasnya dengan baik, termasuk  ketika dirayu para kandidat. Namun satu hal yang belum bisa saya mengerti: kenapa tidak ada yang berani mengangkat kisah Arsid selama bertugas jadi Camat Serpong? Padahal kisah itu sudah menjadi rahasia umum di masyarakat setempat. Cukup lama saya merenung dan kembali mengingat-ngingat pengalaman saya sewaktu bertugas di Tangsel (dulu Kab. Tangerang) 9 tahun lalu, tepatnya pada tahun 2002. Waktu itu Arsid menjadi Camat Serpong. Syahdan, renungan saya terhenti pada satu sosok, seorang kepala desa yang pusing tujuh keliling karena harus menyelamatkan wajah atasannya (Camat Arsid) di mata masyarakat. Dengan modal strategi investigasi seadanya, saya berhasil mengorek cerita darinya. Inilah ceritanya: “........Ditengah kesibukannya sebagai Camat, Arsid sering beristirahat disiang hari di rumah Armanih, warga Jl. H. Jamat RT 2 RW 4 Kelurahan Buaran Kecamatan Serpong. Armanih wanita muda putri alm., Rais. Mula-mula biasa saja, tapi lama-lama rupanya Arsid dan Arminah menjalin hubungan intim, tapatnya hubungan kasih atau asmara. Memang hubungan mereka sudah menjadi buah bibir masyarakat sekitar. Tapi toh yang namanya asmara, pantang mundur demi kepuasan hasrat birahi. Arsid pun tak ambil pusing dengan statusnya yang sudah beristri. Lama ia menjalani perselingkuhan itu dan tak ada yang berani mencegahnya. Akhirnya, dari perselingkuhan itu Arsid-Armanih menghasilkan seorang anak yang kini bersekolah di sebuah SD. Konon, keluarga Armanih sudah mendesak keduanya untuk menikah secara resmi. Tapi itu tidak bisa dilaksanakan karena  keluarga Arsid tidak merestui. Sempat terjadi permusuhan antara kedua keluarga. Tapi apa daya, Arsid pun memilih untuk tunduk pada kemauan keluarganya sendiri: tidak menikahi Armanih. Merasa dirugikan dengan sikap keluarga Arsid, kakak Armanih, yaitu Herman Rais terus mengancam dan menekan Arsid, tak jarang pula ia memeras Camat Serpong itu. Karena jika Arsid tidak memenuhi keinginannya, Herman Rais akan membocorkan seluruh cerita rahasia ini......” Seketika saya menghela nafas “Astaghfirullah Hal Adzim”. Dulu, pertama kali saya mendengar cerita itu, saya menduga bahwa Arsid akan tamat karirnya sebagai birokrat. Bagaimanapun dia sudah cacat secara moral. Orang seperti ini tidak pantas memimpin apapun, apalagi jabatan publik. Jangankan jabatan publik, Ariel Peterpen saja yang cuma musisi hancur karirnya gara-gara suka selingkuh. Sekarang, setelah 9 tahun lamanya, ternyata dugaan saya meleset. Arsid bahkan jadi Calon Walikota. Dan dengan bangganya dia menyandang status ‘birokrat’ sebagai salah satu jualan politiknya untuk meraih suara. Saya heran se-heran-herannya. Ditambah tidak ada yang mengangkat cerita hitam perselingkuhannya dengan Armanih. Maka dalam keterheranan, saya memaksakan diri untuk menulis dan mengangkat (kembali) noktah hitam sang Camat Arsid. Karena masyarakat punya hak untuk tahu rekam jejak semua kandidat walikota-nya. Demikian, semoga bermanfaat. YOHANES CANDRA Jurnalis lepas kini tinggal di Jakarta

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun