Mohon tunggu...
Yohanes Demo Tri Anggara
Yohanes Demo Tri Anggara Mohon Tunggu... Jurnalis - Mahasiswa

Pengagum Stoikisme.

Selanjutnya

Tutup

Bola

Menolak Lupa, Tragedi kanjuruhan

7 Januari 2023   23:08 Diperbarui: 7 Januari 2023   23:17 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bola. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Masih belum kering ingatan kita pada peristiwa kelam yang menggores luka begitu dalam bagi pecinta sepakbola di Indonesia. Seratusan lebih nyawa melayang. 100 hari lebih 6 hari sejak peristiwa itu terjadi, belum ada tanda-tanda penyelesaian yang cukup baik yang bisa diterima oleh para orangtua, kerabat, teman dan insan sepakbola tanah air. Mereka masih ingin menggugat pihak-pihak yang dianggap paling bertanggungjawab atas terjadinya peristiwa ini.

Seratusan nyawa lebih hilang di Kanjuruhan. Banyak yang menyebut mereka tewas terkena gas air mata. Terkurung, saling berdesak, berebut pintu keluar stadion dan terinjak oleh sesama penonton di stadion. 

Laga sempat dihentikan, menunggu sampai kasus diselesaikan, katanya. Tak berselang lama, liga kembali digulirkan meski tanpa kehadiran penonton, dan dengan sistem berbeda pula. Kerinduan para penggemar sepakbola untuk menyaksikan tim kesayangan dan pemain andalan bisa diobati. Tetapi, apakah mereka akan lupa?

Sampai kapanpun, tragedi Kanjuruhan tak akan pernah hilang dari ingatan. Terus menempel di ingatan. Seperti luka bakar yang meninggalkan bekasnya. Tetapi, ada sebagian orang, yang tampak jelas memiliki tanggungjawab atas terjadinya peristiwa ini justru masih bisa tersenyum lebar. Saya tak habis pikir, terbuat dari apakah hati orang itu. 

Saya bukan seorang maniak bola. Tetapi, jika mengingat sungguh getir rasanya. Saya yang berprofesi sebagai seorang jurnalis, menjadi orang yang terlebih dahulu menerima pesan foto, video puluhan jasad manusia tergelatak berjejeran di ruang stadion, sebelum akhirnya banyak tersebar di media sosial.

Apakah memang benar, puluhan nyawa itu hanya dianggap sebagai angka? Saya tidak ingin menebak-nebak. Toh sudah lazim ketika ada suatu kejadian ujung kasusnya tidak terselesaikan. Saya juga tidak ingin banyak berharap. Tetapi setidaknya saya ingin berempati bukan sebagai keluarga atau sesama pencinta sepakbola, tetapi sebagai sesama manusia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun