Mohon tunggu...
Yohanes Andaru Raditya
Yohanes Andaru Raditya Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

Murid SMA Kanisius

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Belajar Anekdot dengan Guyonan Gus Dur

17 Mei 2023   20:32 Diperbarui: 17 Mei 2023   20:38 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Guyonan merupakan hal yang dapat membantu kita menghadapi suatu situasi dengan tenang dan ceria. Hal ini pun dipakai oleh Presiden Gus Dur dalam berbagai kesempatan. Dari hal ini kita dapat mengatakan bahwa presiden ke 4 Republik Indonesia merupakan presiden yang sangat humoris. menurut saya, cara presiden Gus Dur dalam menyampaikan pesannya merupakan hal yang sangat kreatif dan patut dikagumi. Dimana beliau membuat pesan yang seharusnya terkesan harus disampaikan serius, menjadi dipenuhi dengan canda tawa. Tetapi hal ini tentunya juga tidak jauh dari kesalahpahaman seseorang dalam memahami pesan yang ingin disampaikan. Hal ini pun dapat membuat terjadinya kerusuhan ataupun hal negatif lainnya. Tetapi dibalik hal itu semua, menurut saya presiden ke 4 Republik Indonesia. Menuntut kita untuk dapat berfikir mendalam mengenai memahami suatu pesan positif dalam sebuah guyonan.

Guyonan sendiri dapat disampaikan melalui sebuah teks yang bernama teks anekdot. Seperti yang kita tahu, teks anekdot merupakan sebuah teks yang bersifat menghibur tetapi juga memiliki fungsi sebagai teks yang menyindir atau mengkritik pihak ataupun suatu kelompok lain. Selain memiliki tujuan, teks anekdot juga memiliki ciri - ciri yang menjadi ciri khasnya. Ciri - ciri tersebut antara lain adalah bersifat lucu, menggelitik, serta memiliki tujuan tertentu atau khusus, bersifat mengkritik atau menyindir, fiksi atau non fiksi, dan berkaitan dengan orang penting.

Sebagai sebuah teks yang memiliki tujuan menghibur dan memiliki tujuan lain seperti menyindir atau mengkritik. Kita dapat melihat contoh seseorang dalam menggunakan atau memanfaatkan tujuan dari teks ini untuk menyampaikan apa yang ingin disampaikannya. Untuk contohnya sendiri dapat kita lihat pada saat Gus Dur yang berguyon tentang agamanya sendiri. Hal ini berawal ketika Gus Dur bercerita tentang agama apa yang paling dekat dengan Tuhan, hal ini pun tentunya memancing minat dari tokoh agama Islam, Kristen dan Buddha saling melempar pendapat mereka masing - masing. Tetapi, Gus Dur yang mendengar perdebatan antara tokoh - tokoh agama hanya tertawa. Pendeta yang pada saat itu mengikuti perdebatan pun bertanya "Loh, kenapa Anda kok tertawa terus, Gus?". Disahut biksu lanjut "Apa Anda merasa Agama Anda lebih dekat dengan Tuhan?". Gus Dur yang masih tertawa lalu secara perlahan berhenti pun menjawab "Ndak kok! Saya ndak bilang gitu. Boro - boro dekat justru agama saya malah paling jauh sendiri dengan Tuhan". Pendeta pun bertanya "Lah kok bisa?". Gus Dur kembali menjawab "Lah gimana tidak, lah wong kalau di agama saya itu kalau memanggil Tuhan saja harus memakai toa alias pengeras suara, Lima kali sehari lagi". Hal ini pun memancing tawa dari pada orang - orang yang berada di sekitarnya.

Dari contoh yang diberikan, kita sebenarnya dapat mengatakan. Bahwa fungsi dominan dari teks anekdot lebih kepada menyindir dibandingkan melucu atau menghibur. Hal ini sendiri menurut saya dikarenakan menghibur merupakan sebuah cara yang dapat digunakan untuk membungkus sindiran yang ingin diberikan sang pembicara. Tetapi fokus atau fungsi utama suatu kalimat anekdot dillontarkan adalah untuk menyindir atau mengkritik seseorang, agama, bahkan suatu instansi.

Hal ini sendiri dapat kita hubungkan dengan peristiwa yang terjadi di sekitar kita. Dimana banyak orang yang kurang berani dalam menyampaikan sindiran yang mereka miliki secara terang - terangan. Mereka menggunakan kata - kata yang menghibur sebagai suatu cara membungkus sindiran yang mereka miliki. Sehingga hal ini membuat orang yang menyindir tidak menyindir suatu objek atau subjek dengan terang - terangan demi menghindari terjadinya permusuhan atau rasa benci satu sama lain.

Dari hal tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa seseorang menggunakan teks anekdot sebagai sebuah sarana untuk mereka menyampaikan sindiran yang mereka miliki. Tetapi dengan membungkusnya menjadi sebuah bahan komedi. Membuat kritikan yang tadinya bersifat harus ditanggapi dengan serius, tetapi malahan ditanggapi dengan sebuah tawa yang meriah dari orang - orang yang mendengar kritikan atau sindiran yang diberikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun