Keberagaman, suatu kata yang sudah banyak didengarkan dan dibaca dari berbagai macam media baca. Keberagaman jugalah identitas Indonesia yang dibanggakan, kebanggaan ini pun muncul dalam bentuk hormat yang terus menerus diungkit, yakni toleransi. Toleransi ini muncul untuk menunjukkan rasa hormat pada keberagaman suku, ras, dan utamanya pada agama. Agama merupakan satu bagian identitas besar dari Indonesia dan di saat yang bersamaan menjadi suatu topik yang sering di permasalahkan. Walau Indonesia selalu mengedepankan toleransi dalam beragama, ini tidak memastikan semua masyarakat Indonesia untuk memiliki sikap ini. Ini lah yang menghasilkan mereka tidak pasti memiliki sifat itu.
Dalam upaya untuk mengembangkan sikap toleran pada keberagaman dalam beragama, SMA Kolese Kanisius memberikan murid-muridnya kesempatan untuk hidup dan belajar bersama para santri di pondok pesantren. Kesempatan ini datang dalam bentuk kegiatan ekskursi. Ketika saya mendapatkan berita bahwa saya akan mengikuti kegiatan ekskursi yang tinggal di pondok pesantren, awalnya saya merasa malas. Saya awalnya merasa kegiatan ini akan memakan waktu di jadwal semester 1 yang sudah sempit, walau aku tahu bahwa mengikuti kegiatan ini mungkin dapat mengubah sesuatu di diri saya, saya tetap merasa kekeh dengan perasaan bahwa ini hanya akan menjadi pengalaman yang tidak akan terlalu berkesan karena tema besar di kegiatan ini adalah untuk mengembangkan sifat toleransi kepada sesama saya yang berbeda keyakinan. Saya merasa saya sudah cukup mengerti akan arti dari toleransi itu dan contohnya.
Tetapi melihat dan mengalami sesuatu adalah dua pengalaman yang sangat jauh berbeda. Seperti quote, "Kamu hanya akan tahu jika sudah mencoba", pengalaman saya hidup di pondok pesantren benar-benar memiliki pengaruh yang jauh berbeda. Saya yang awalnya berpikiran pengalaman ini hanya akan menjadi pengalaman biasa saja menjadi berubah pendapat mengenai ini, saya rasa ini menjadi sebuah memori inti atau pengalaman yang cukup penting bagi saya tentang cara pandang saya terhadap orang-orang di luar kepercayaan saya. Ketika saya sampai di pondok pesantren, saya disambut dengan hangat oleh para santri yang secara aktif berusaha membuat saya dan teman-teman saya nyaman dengan mengajak berbincang yang harus saya akui adalah usaha yang cukup menyentuh hati saya melihat mereka ingin menjalin hubungan yang baik dengan kita walau berbeda keyakinan. Tidak hanya itu, mereka terus mencoba menjaga tutur kata yang sopan, namun tetap gaul agar saya dan lain merasa nyaman berbincang dengan mereka. Lebih dari itu, saya mampu menonton langsung dedikasi mereka kepada ibadah mereka.
Setiap pagi, saya akan dibangunkan juga untuk mengikuti sholat subuh yang kurang lebih dilaksanakan pada jam 4 pagi. Sholat ini bukanlah satu-satunya ibadah yang mereka lakukan dalam satu hari itu, mereka akan ibadah hingga dapat mencapai mungkin sekitar 5 atau 6 kali dalam sehari. Menonton mereka mendedikasikan diri mereka untuk beribadah benar-benarlah merupakan pengalaman yang membukakan saya akan bagaimana agama di luar katolik, khususnya Islam, mendedikasikan diri mereka untuk beribadah.
Pengalaman ini memberikan diri saya sebuah pandangan yang positif tentang kehidupan di pondok pesantren dan saya berpikir kegiatan ekskursi ini adalah pengalaman penting yang setidaknya harus dialami oleh murid-murid yang lain, karena ini membantu generasi muda Indonesia untuk menjadi lebih toleran dalam masalah agama. Namun di saat yang bersamaan, saya juga merasa bahwa pengalaman ekskursi sangat tergantung dengan lokasi kegiatannya. Ini disebabkan oleh cerita teman-teman saya yang mengatakan pengalamannya yang kurang baik di ponpes-ponpes tertentu, dari perlakuan yang kurang baik dan semacamnya. Sehingga saya yakin bahwa kegiatan ini dapat dilakukan disembarang tempat, karena pengalaman benar-benar mempengaruhi pendapat dan pandangan seseorang akan suatu topik.
"Kita semua berbeda, itulah kekuatan kita."
- Darren Criss
Masyarakat Indonesia adalah masyarakat multikultural dengan berbagai macam keberagaman yang hadir di Indonesia. Keberagaman dan perbedaan adalah kekuatan yang seharusnya kita pelihara terus dengan sikap toleransi sebab masyarakat mampu menggunakannya sebagai aset untuk mengembangkan diri, membantu memperkaya perspektif, dan pertukaran ide yang lebih luas. Sayangnya, tidak bisa dipungkiri bahwa perbedaan sering juga menjadi akar konflik jika tidak disikapi dengan bijak. Menurut pandangan Jeje Wiradinata dalam debat kedua Pilgub Jabar 2024, terjadinya intoleransi disebabkan faktor kecurigaan adanya upaya intervensi terhadap agama lain. Kecurigaan ini menyebabkan orang-orang menjadi paranoid dengan umat dari kepercayaan lain dan yang dapat berakhir dengan kekerasan dalam konflik beragama ini.
Di saat yang bersamaan, Jeje juga mengatakan bahwa adanya keperluan untuk duduk bersama demi membangun kesamaan untuk suatu hal, ini adalah kebersamaan di tingkat paling rendah menurutnya. Kebersamaan dalam keberagaman ini menjadi target utama yang seharusnya dicapai masyarakat. Kebersamaan ini tentu hanya dapat dicapai jika masyarakat bersedia untuk saling menjalin hubungan yang baik dengan keberagaman yang dimiliki. Untuk menacapai kebersamaan sangat memerlukan usaha bersama dari semua kelompok masyarakat yang berbeda-beda di Indonesia dan pada saat itu terjadi, impian kebersamaan dan keberagaman dapat terwujudkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H