Terkadang aku menyalahkan cermin
Dari jauh ia menertawakan aku
Dari dekat ia lebih menertawakan aku.
Segenggam hayalan yang selalu menggunakan
“seandainya, jikalau, apabila….”
Seperti tak pernah berlari dan beranjak dari ku.
Segerombolan perasaan datang
Beradu pandang dengan apa yang ku kenal sebagai
Hakekat diriku.
Ia katakan aku hitam
Ia katakan aku berjerawat
Ia katakan aku gemuk
Ia katakan aku kurus
Ia katakan aku pesek
Ia katakan aku pendek
Ia katakan aku juling
Ia selalu katakan aku kurang
Ia selalu katakan aku jelek
Mundur dari realitas dan menerawang dunia idola
Jadikan aku semakin memusuhi cermin
Perasaankulah yang akibatkan kegagalan sebuah niat persahabatan membuat sebuah luka tersendiri dan inilah penambah luka itu agar semakin memborok.
Dan aku semakin tak sanggup beradu pandang dengan pandanganku sendiri yang terbersit pada orang lain, tapi…
Aku khawatir tak akan melihat wajahku lagi
Di antara sekian wajah, karena aku selalu membencinya.
Aku kerap ingin lari darinya
Dari segala yang ada
Dari realitas pribadiku yang telah menjadi bagian hidupku.
Aku tak dapat mengupas apa lagi merobek
Lalu menghancurkannya.
Yang kumiliki ialah ini dan
Harus kupertahankan bagai berlian yang tak tergantinkan.
Kesadaran timbul
Bahwa aku tak mungkin menerima orang lain kalau
Aku tak mampu menerima aku.
Aku harus menggunakannya buat orang lain tersenyum
Menemani orang yang tak ditemani
Dan dengan ini aku harus membuat kekosongan menjadi suatu keutuhan.
Aku harus membayarnya
dengan membuat wajah lain bersumringah.
Aku tak akan memiliki yang lebih indah
Namun inilah aku, milikku akan kugunakan.
Dan pilihan ya atau tidak
ada padaku saat ini
Aku memilikinya hari ini
Aku memilikinya hari esok
Aku memilikinya selamanya
Aku tidak lagi akan bandingkan diriku
Aku dibentuk dengan ketepatan dan keunikan yang jitu
Aku tak akan menghancurkannya
apalagi dengan cermin.
Aku berharga kawan..
Memang aku berharga.
24 September 2005