Mohon tunggu...
yohanes wibowo
yohanes wibowo Mohon Tunggu... Wiraswasta - Praktisi UMKM

Membebaskan diri kita untuk melihat dunia dan mengekspresikanya. Apalagi yang berkaitan dengan keresahan perjalanan hidup kita

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ketergantungan yang Tinggi Wirausaha terhadap Supranatural (Perdukunan)

15 Februari 2023   10:22 Diperbarui: 15 Februari 2023   10:29 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belum ada penelitian tentang berapa banyak Usahawan baik besar ataupun UMKM yang tidak menggunakan jasa ahli supranatural. Saya tidak coba untuk menggunakan kata dukun, karena istilah ini sudah tergeneralisasi menjadi kata negatif. 

Karena yang dimaksud supranatural dalam hal ini adalah kepercayaan terhadap identitas gaib dari berbagai macam aliran spiritual, termasuk dalam agama besar yang telah di sahkan di Indonesia, dimana terdapat para agamawan yang juga memberikan peluang di situ. 

Sebab banyak sekali popularitas agama, kelompok penganut kepercayaan, atau personal ahli supranatural dari latar belakang agama maupun perdukunan tertentu, mendapatkan banyak pengikut karena merasa bisa memberikan bantuan gaib untuk membantu, terutama di problem ekonomi, selain masalah lain diluar itu termasuk pengobatan dan masalah rumah tangga.

Pembicaraan dipasar akan terdengar para pedagang atau penjual barang sering berkomunikasi mengenai dua hal dengan substansi sama tapi berbeda cara penangananya apabila berbicara tentang wirausaha. 

Pertama bagaimana secara rasional diantara mereka memberikan trik tertentu pada saat diantara mereka mengalami kesulitan penjualan atau masalah lain dengan sangat rasional. Tetapi disamping itu ada pembicaraan tentang supranatural untuk berbicara tentang wirausaha dalam mensuport penyelesaian problemnya. 

Misalnya pada saat dagangan sepi selama beberapa waktu berturut turut akan membuat kesedihan bagi pelaku wirausahanya. Pada saat membuka ruang komunikasi dengan pebisnis lain, jawabanya akan berbicara tentang rasionalisasi kenapa barang itu kurang cepat penjualanya, tentang strategi atau barangkali memang ada kebijakan dari Negara yang tidak menguntungkan pelaku usaha. Diluar itu akan disangkut pautkan tentang tuduhan gaib seperti di guna-guna sama pedagang yang lain, atau ada makhluk gaib tertentu yang mengganggu.

Kalau sudah mengarah ke arah supranatural akan berbicara juga mengenai dua hal substantif  tetapi mempunyai makna yang berlawanan, yang populer disebut penglarisan dan pesugihan. 

Dari dua hal itu mempunyai arti yang sama sebenarnya, dalam bahasa jawa penglaris berasal dari kata laris, artinya laku. Berarti membuat dagangan menjadi laku yang bermakna bahwa dengan menggunakan persyaratan gaib tertentu berefek kepada dagangan yang nantinya akan laku keras. 

Kemudian pesugihan berasal dari kata sugih artinya kaya, ini juga sama dengan keinginan untuk sukses atau kaya, ada persyaratan tertentu yang membuat pedagang akan menjadi sukses dalam ekonomi atau pendapatan yang besar.

Makna pesugihan sudah menjadi istilah buruk dari sejarahnya karena pesugihan selalu digolongkan pencarian kekayaan dengan berbuat buruk kepada orang lain dan bisa merugikan orang lain, paling tidak mencuri hak orang lain untuk kita miliki melalui proses gaib. Ini seperti pesugihan babi ngepet, tuyul, dan banyak lainya. 

Orang akan bersimpatik kepada penglarisan dari pada pesugian karena istilah buruk yang sudah di ceritakan turun temurun. Penglarisan akan diterima semua orang sebagai bagian usaha untuk menyokong secara gaib aktivitas kerja yang di lakukan guna menghindari berbagai macam rintangan yang akan di hadapi. Dan ini selalu dianggap semua orang sebagai itikad baik untuk bertekad dengan niat yang baik mencapai tujuanya.

Masyarakat Indonesia tidak bisa berpaling dari nilai supranatural dengan mengandalkan rasionalitas, karena masyarakat Indonesia sudah berpedoman kepada dua hal yang saling mengimbangi antara rasionalitas dari ilmu pengetahuan dan supranatural dari agama dan tradisi kearifan lokal yang mempengaruhi budaya. 

Pendidikan Indonesia tanpa sadar membuat konsep tentang pola keseimbangan ini. Ilmu pengetahuan yang diajarkan di pendidikan formal di sekolah akan diimbangi pendidikan etika moral yang didapatkan dari agama dan kebiasaan adat yang dilandasi keyakinan tertentu. 

Sehingga sikap ultra sekuler, tidak bisa mencapai posisinya karena sikap sekuler ini akan selalu dibayangi ketakutan terhadap nilai spiritual agama dan budaya sebagai sandaran moral etikanya.

Kemungkinan orang beridentitas ateis di Indonesia tidak ada, karena selama ini identitas itu diberikan kepada orang atau kelompok yang meyakini ketuhanan di luar agama resmi yang diakui oleh pemerintah. 

Sampai akhirnya keyakinan lokal diakui negara sebagai salah satu keyakinan yang disebut sebagai Penghayat Kepercayaan yang terlihat terbukti menyingkirkan arti ateismenya menurut tuduhan lama. Kalaupun ada itupun memang ateisme produk import yang biasanya berdasarkan dua versi, ateis dengan landasan filsafat atau ateis berlandaskan  saintifis.

Landasan filsafat lebih tua umurnya semenjak manusia penasaran tentang keberadaan adanya tuhan yang melalui teori-teori seperti filsafat eksistensialisme yang terus berkembang. 

Landasan saintis akan menyandarkan dirinya kepada pembuktian sains untuk menunjukan tentang ketuhanan, inipun cenderung kepada orang yang belajar sains serta ada lingkungan yang mendukungnya, seperti pernah tinggal di Negara yang memberikan pilihan ateis karena perlindungan yang besar terhadap privasi manusia dan keyakinan spiritual menjadi urusan privasi tadi.

Apabila memang dilakukan penelitian mengenai usahawan atau pebisnis yang tidak menggunakan sama sekali dukungan gaib melalui profesional di bidang tersebut di Indonesia terutama, dirasa sedikit sekali yang melakukanya. 

Kemungkinan hanya orang dengan berwirausaha, sementara mereka masih mempunyai pekerjaan utama dengan pendapatan ekonomis yang masih diandalkan dari pekerjaan utama itu. Biasanya tipe wirausahawan seperti ini ingin mencoba coba keluar dari zona amanya, tetapi masih tidak terlalu peduli dengan keuntungan dan kerugian dari usaha bisnisnya yang baru, melihat pendapatan utamanya yang cukup.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun