Melalui keputusan ini tentu akan melahirkan budaya politik baru, di mana dengan sistem multi partai yang saat ini berlaku di Indonesia, tentu akan mencipatakan dan melimpahkan tanggung jawab politik yang besar kepada partai politik di dalam menjalankan visi dan misi politiknya terutama berkaitan dengan sosialisasi dan pendidikan politik di masyarakat.
Hal ini diupayakan supaya partai politik lebih dekat dengan rakyat, dengan kepentingan menjaga dan mendulang dukungan konstituennya.Â
Selain itu, di dalam perspektif politik ketatanegaraan, jabatan presiden itu bukanlah sekelas jabatan kepala desa tau lurah yang barang kali hanya perlu diadiminstrasi dan didaftar tanpa adanya adanya ambang batas pencalonan.Â
Melainkan jabatan presiden adalah sebuah organisasi kelembagaan dan mempunyai kekuasaan yang penuh terhadap seluruh tatakelola negara, maka untuk itu diperlukan adanya sistem dan daya dukung politik, terutama dukungan parlemen sebagai perwakilan rakyat. Sehingga, presidential threshold 20% itu merupakan sebuah kebijakan politik hukum dari MK yang sah.
Di dalam perspektif supremasi hukum konstitusi, keputusan MK bersifat final dan mengikat. Dengan demikian, segala upaya untuk mengajukan kembali gugatan terhadap presidential threshold 20% terkait isi pasal 222 UU pemilu No 7 Tahun 2017 bisa dilakukan dengan syarat harus memiliki dalil permohonan yang berbeda dari sebelumnya.Â
Namun, perlu digaris bawahi pula bahwa selama tidak ada konstruksi hukum yang baru dan lebih komprehensif untuk menguji keputusan hakim terdahulu, maka gugatan itu tetap saja ditolak. Sebab, menurut doktrin konstitusi, MK tetap berpatokan pada keputusan hakim terdahulu untuk mempertimbangkan dan memutuskan terkait gugatan permohonan yang sama, dalam hal ini gugatan terhadap presidential threshold 20%.
Dinamika politik seperti ini menjelang momentum pemilu 2024 merupakan suatu gambaran bagiamana demokrasi berjalan senyap di dalam ruang sidang pengadilan MK. Politik tanpa adanya kelengkapan dan sistem hukum yang baik tentu akan memperlambat ruang gerak demokrasi Indonesia saat ini.Â
Keputusan MK terkait judicial review presidential threshold 20% merupakan amanat konstitusi. Di mana, keputusan itu bersifat final dan mengikat terhadap proses politik pencalonan prsedien di pemilu 2024 mendatang.
Dengan demikian, polarisasi dukungan sekaligus arah gerak perpolitikan Indonesia sebenarnya bukan bermuara dari presidential threshold 20% itu, melainkan dilatarbelakangi oleh berbagai kepentingan dan ambisi politik para penguasa, elite partai/para politisi dengan segala macam cara mencoba mendulang simpatisan dan dukungan politik, terutama melalui instrumen politik identitas, berselimut di balik jubah agama, ras, dan golongan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H