Mohon tunggu...
Yopiklau
Yopiklau Mohon Tunggu... Lainnya - Penyuka hal-hal sederhana

Banyak keajaiban tersembunyi dalam kesederhanaan

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Salah Satu Alasan Sederhana Mengapa Masyarakat Indonesia Perlu Belajar Filsafat

11 Desember 2024   18:46 Diperbarui: 11 Desember 2024   19:18 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: Pixabay

Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-bangsa (UNESCO) menetapkan hari Kamis pekan ketiga bulan November sebagai Hari Filsafat Sedunia. Peringatan itu telah dimulai sejak 21 November 2002 lalu. Jadi, tahun ini sudah masuk ke tahun yang ke-22 . Pertanyaannya, mengapa ada peringatan hari filsafat sedunia? Dilansir dari laman unesco.org, UNESCO menggarisbawahi nilai abadi filsafat bagi pengembangan pemikiran manusia, bagi setiap budaya dan bagi setiap individu.

Walaupun UNESCO telah menetapkan Hari Filsafat Sedunia, kita patut mengakui bahwa di Indonesia ilmu filsafat bukan merupakan ilmu faforit untuk ditekuni. Bahkan ilmu filsafat terkesan kuno. Karena itu, tidak banyak masyarakat Indonesia yang tertarik mempelajari filsafat. Ada juga anggapan ilmu filsafat terlalu sulit, terlalu banyak menggunakan istilah aneh. Belajarnya sulit tapi setelah itu pekerjaan apa yang cocok dengan jurusan filsafat? Ketidakpastian lapangan kerja sebagai sasaran akhir belajar filsafat turut membuat jurusan filsafat tidak banyak tersedia di setiap perguruan tinggi di Indonesia. Hanya sejumlah kecil perguruan tinggi saja yang mempunyai program studi itu, misalnya Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada; dan beberapa sekolah tinggi dan institut khusus filsafat, seperti Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara dan Institut Filsafat dan Teknologi Kreatif Ledalero.

Kabar baiknya, ilmu filsafat di Indonesia ternyata perlahan-lahan mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang positif. Satu dekade belakangan ini tema filsafat makin ramai diperbincangkan di kalangan masyarakat Indonesia. Terkait ini, kita tidak bisa mengabaikan peran Rocky Gerung yang sering tampil spartan dalam setiap debat di sejumlah stasiun televisi nasional. Ia adalah dosen filsafat di Universitas Indonesia. Popularitas Rocky mulai melambung sejak ia mengucapkan pernyataan problematik yang menilai kitab suci sebagai fiksi. Pernyataan yang booming di tahun 2018 silam itu memancing reaksi pro maupun kontra dari sejumlah masyarakat Indonesia. Namun Rocky sanggup menangkis setiap serangan dengan aneka jurus filsafatnya. Dari itu, ia semakin sering diundang untuk berbagai diskusi, debat, dan talkshow. Berita kehebatan Rocky untuk berdebat dan berargumen dengan lawan-lawannya serentak ikut membawa filsafat menjadi bahan pembicaraan. 

Hal itu menjadi suntikan tersendiri bagi para calon mahasiswa baru untuk belajar ke kampus-kampus filsafat di Indonesia. Calon mahasiswa yang mendaftar di jurusan filsafat terus mengalami penambahan dari tahun ke tahun. Misalnya di Fakultas Filsafat UGM, pada tahun 2016 jumlah pendaftar mencapai 1.492. Di tahun 2018 meningkat menjadi 1.6043. Kemudian makin bertambah lagi di tahun 2019 menjadi 2.217 pendaftar. Hal itu diungkapkan oleh Dekan Fakultas UGM, Dr. Arqom Kuswanjono dalam Laporan Dekan 2019 saat Dies Natalis ke-52 Fakultas UGM (Senin, 19 Agustus 2019). Potret itu semakin kuat dibuktikan oleh beberapa artis tanah air yang mengambil jurusan filsafat dalam negeri maupun di luar negeri sebagai pilihan ilmunya. Sebut saja artis Dian Sastro yang mengambil jurusan filsafat di Fakultas Filsafat, Universitas Indonesia. Nama lain juga seperti artis Maudy Ayunda yang menempuh studi filsafat di Universitas Oxford, Inggris.

Melihat perkembangan filsafat yang meningkat di Indonesia, sebetulnya apakah masyarakat Indonesia perlu belajar filsafat? Saya pikir, masyarakat Indonesia sangat perlu mempelajari filsafat entah secara formal maupun otodidak. Secara formal kebetulan ilmu filsafat di Indonesia hanya tersedia sebagai mata kuliah di perguruan tinggi, sedangkan di pendidikam dasar dan menengah belum ada. Maka seseorang yang mau belajar filsafat secara formal harus menunggu saat memasuki jenjang perguruan tinggi. Sedangkan secara otodidak, filsafat bisa dipelajari dari berbagai buku atau artikel filsafat dan tayangan-tayangan video yang membahas seputar ilmu filsafat.

Kembali lagi terkait pentingnya masyarakat Indonesia mempelajari filsafat, bagi saya salah satunya karena alasan berikut. Harus kita ketahui bahwa sejarah kelahiran filsafat Yunani kuno sebagai cikal bakal ilmu filsafat mulanya menandai runtuhnya kemapanan mitos. Filsafat tampil menawarkan jalan baru untuk menjelaskan realitas tanpa sepenuhnya bergantung pada kepastian mitos yang sulit diterima nalar. Filsafat membuka kreativitas berpikir untuk menyuguhkan berbagai kemungkinan jawaban. Aktivitas berpikir itu tetap dilandasi sikap kritis agar tidak jatuh pada kemutlakan. Tidak heran, beberapa filsuf awal mempunyai beragam argumen untuk menjawab pertanyaan apa arche (Yunani_prinsip dasar) dari segala sesuatu. Misalnya menurut Thales, prinsip dasar segala sesuatu adalah air. Sedangkan menurut Anaximenes adalah udara. Kemudian, keberagaman berpikir juga tampak pada lahirnya beragam ilmu-ilmu turunan filsafat serta cara memperoleh pengetahuan. Dari rahim filsafat, lahir ilmu alam, sosial, dan lan sebagainya yang kita pelajari sekarang. Filsafat juga menelurkan beragam cara memperoleh pengetahuan seperti rasionalisme, empirisme, dan idealisme. Ketiganya mempunyai klaim kebenaran masing-masing, tapi dengan teropong filsafat ketiganya menjadi paduan yang lengkap sebagai cara mendapatkan pengetahuan. Yang satu tidak meniadakan yang lain.

Apa relevansinya untuk masyarakat Indonesia? Pertama, di tengah kehidupan masyarakat Indonesia yang masih banyak percaya total pada kebenaran cerita-cerita mitos, filsafat hadir menawarkan opsi lain dengan berdasar pada kekuatan akal budi. Di sini kita tidak bermaksud menyangkal secara mutlak kebenaran mitos. Filsafat sekadar membantu agar kita tidak terjebak pada satu jalan semata dalam menjelaskan kebenaran. Kita perlu menggunakan akal yang sehat juga untuk menguji kebenaran suatu hal. Jangan cukup hanya dengan penjelasan mitos. Lebih-lebih mitos yang justru merusak nilai kemanusiaan dan tidak mendukung kehidupan. Mitos yang bermanfaat bagi kehidupan tidak salah jika dipertahankan. Namun sebaliknya yang merusak harus dikritisi dengan akal sehat untuk segera ditinggalkan. Filsafat Yunani kuno sudah pernah melakukan itu di zaman awal kemunculannya dan berhasil membantu meningkatkan peradaban masyarakat menjadi lebih maju.

Kedua, Indonesia adalah bangsa yang terdiri atas beragam daerah, suku, budaya, bahasa, agama, ras, karakter, dan lain sebagainya. Ancaman persatuan Indonesia bisa dipicu hanya karena masing-masing mempertahankan kebenarannya dan tidak terbuka mengakui kebenaran di luar kelompoknya. Belajar dari filsafat, Indonesia tidak perlu mengingkari fakta keberagaman itu yang jelas-jelas tercipta dari rahimnya sendiri. Setiap agama, budaya, atau daerah mungkin memiliki klaim kebenarannya masing-masing, tetapi kita tetap harus menggunakan kacamata besar Indonesia untuk melihat semuanya sebagai aneka kemungkinan untuk membuat Indonesia ini semakin berkembang menuju tujuannya. Kebenaran-kebenaran partikular itu harus dipadukan untuk saling melengkapi satu sama lain. Justru, paduan berbagai perbedaan itu membuat Indonesia mempunyai segudang opsi kebenaran untuk mewujudkan Indonesia maju dan kuat. Itulah yang dipertahankan juga dalam tradisi keilmuan filsafat sehingga ia bisa bertahan hingga hari ini. Dari zaman ke zaman, selalu hadir filsuf-filsuf besar yang berdiri di aliran filsafat tertentu dan saling mengritik untuk bisa membuktikan pertanggungjawabannya. Itu bukan bentuk peperangan untuk saling melenyapkan, melainkan cara untuk memurnikan kebenaran argumentasi yang dipertahankannya. Demikianpun Indonesia. Tidak masalah jika ada keberagaman apapun di bumi Indonesia ini. Jika ada persaingan, lihat saja itu sebagai jalan untuk meningkatkan kualitas masing-masing demi membentuk Indonesia yang lebih bermutu. Sesungguhnya kita harus bersyukur bahwa Indonesia telah melahirkan keberagaman agama, budaya, bahasa dan lain sebagainya yang menjadi kekayaan besar bangsa ini untuk masing-masing bersumbangsi membuat Indonesia bertahan mengarungi zaman dan berkembang menjadi bangsa yang besar. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun