Mohon tunggu...
Yopiklau
Yopiklau Mohon Tunggu... Lainnya - Penyuka hal-hal sederhana

Banyak keajaiban tersembunyi dalam kesederhanaan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Apa Gunanya Agama?

15 November 2024   15:32 Diperbarui: 15 November 2024   15:38 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber Gambar: iStock Photo)

Sejarah peradaban dunia tidak lepas dari sentuhan agama. Terutama jika kita berbicara tentang abad pertengahan (500-1500 M). Kala itu agama sangat mendeterminasi urusan negara. Corak kehidupan masyarakat dominan diwarnai agama. Kemudian, merekahnya abad pencerahan (renaissance) sedikit mengurangi otoritasnya. 

Akan tetapi, keadaan itu tidak lekas melenyapkan peran agama dari kehidupan manusia. Renaissance memang berhasil mendorong lahirnya positivisme di abad ke-19 yang dipionir oleh Auguste Comte. Kelahiran positivisme itu sempat membuat dunia mempunyai 'nahkoda baru' yakni teknologi modern, menggantikan agama. 

Namun, narasi besar teknologi modern yang menawarkan solusi baru bagi kehidupan ternyata hanya isapan jempol belaka. Alih-alih menyelesaikan masalah, teknologi modern  yang tidak dibarengi pegangan moral yang kuat justru perlahan-lahan menggiring kehidupan ke arah yang mengkhawatirkan. 

Karena itu Hans Jonas, seorang filsuf moral asal Jerman yang berpengaruh di abad ke-20 meneriakkan pentingnya etika tanggung jawab untuk menyelamatkan dunia dari ancaman teknologi modern. Baginya, kita harus bertanggung jawab terhadap masa depan dengan cara membangun heuristika ketakutan, yakni membayangkan keadaan buruk di masa depan agar mendorong tindakan yang tepat pada hari ini demi mencegah terjadinya bencana itu (Jonas: 1984, 27).

Keraguan terhadap jaminan positivisme membuat sejumlah orang kembali mempercayai agama sebagai salah satu jalan penting walaupun tidak sempurna untuk meneruskan peradaban manusia. Tidak heran jika hingga saat ini masih banyak orang yang mau beragama. Meski demikian, di sisi lain kita tidak bisa memungkiri juga adanya orang-orang yang memilih tidak beragama. 

Orang yang tidak beragama tergolong menjadi tiga jenis. Pertama, orang yang hanya menganut kepercayaan tertentu. Misalnya kepercayaan Merapu di Sumba dan kepercayaan Kejawen di Jawa. Mereka itu tetap mengakui wujud Tuhan atau Yang Maha Tinggi tetapi tidak memeluk agama. Kedua, orang tidak beragama yang juga tidak menganut kepercayaan. 

Orang yang tergolong dalam jenis ini memilih tidak beragama atas pilihan sadar. Mereka tidak menyangkal adanya Tuhan. Mereka hanya memilih untuk tidak tergabung secara resmi dalam salah satu agama karena tidak mau disibukkan oleh kaidah institusional sebuah agama. Ketiga, orang yang tidak beragama karena menyangkal adanya Tuhan. Jenis yang ketiga ini disebut ateis (a 'tidak', theos 'Tuhan"). Mereka tidak beragama dan sekaligus tidak mengakui adanya Tuhan.

Di Indonesia yang sarat dengan pengakuan atas Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan pernyataan sila pertama Pancasila, nyatanya terdapat juga orang-orang ateis. Menurut laporan dari Hanung Sito Rohmawati dalam 'Studi Pandangan Ateis terhadap Agama' terdapat 1, 5 % penduduk Indonesia yang ateis. Artinya 4 juta-an penduduk Indonesia ateis. Jumlah yang tidak sedikit, bukan? Apalagi jika ditambah dengan orang-orang non ateis yang tidak beragama. 

Saya sendiri pernah menjumpai orang seperti itu di salah satu rumah sakit swasta di Jakarta. Saat itu saya sedang melaksanakan praktek pengabdian sosial sebagai bagian dari tugas kampus. 

Di sebuah bilik perawatan, saya melihat seorang pemuda sedang duduk menemani ibunya. Awalnya kami berbincang ringan tentang berbagai hal. Ia merupakan putra dari ibu yang sedang dirawat di bilik tersebut. Singkat kata, kami sampai pada obrolan tentang agama. Ia mengaku tidak beragama, walaupun tetap mengakui adanya Tuhan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun