Mohon tunggu...
Hans Hayon
Hans Hayon Mohon Tunggu... Freelancer - Yohanes W. Hayon

Suka membaca, malas makan, dan senang berjumpa dengan sesama

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Filsafat Mantan

12 Juli 2021   14:20 Diperbarui: 12 Juli 2021   14:50 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Ya, karena filsafat cukup kesulitan menganalisis kasus putus hubungan karena salah kirim emoticon melalui wa atau pesan di fesbuk, misalnya. Anda butuh, katakan saja, netnografi.

Lalu, apa peran filsafat mantan? Menjawabi pertanyaan ini, kita perlu sejenak memikirkan konsekuensi-konsekuensi etis dan politis dari tindakan me-mantan-kan seseorang atau sekelompok orang. 

Saya katakan demikian karena sejak Auschwitz, tulis Ardono, rasa takut akan mati berarti rasa takut akan yang lebih buruk ketimbang mati. Dengan kata lain, menjadikan seseorang itu mantan karena takut kemapanan kekuasaanmu diusik adalah jauh lebih buruk daripada kemapanan itu sendiri.

Tepat di situlah, membincang mantan, berarti menguak masa lampau bangsa ini. Sebab satu-satunya penanda bahwa bangsa ini belajar dari sejarah adalah bahwa ia tidak mempelajari sejarah sama sekali. Tidak mengherankan jika mental dan kondisi psikis bangsa ini mengingatkan saya pada Erich Kastner dalam In Memoriam Memoriae, siapa lupa akan yang indah, dia akan jadi jahat. Siapa lupa akan yang buruk, dia akan jadi bodoh. Atau mengutip Orwell, who controls the past, controls the future. Who controls the present, controls the past.

Saya kira, inilah alasan utama mengapa filsafat mantan dan psikoanalisa tidak dipelajari secara masif di Indonesia dibandingkan Marxisme. Akibatnya, kelas-kelas sosial kita berisi anggota yang rentan depresi dan mudah diperlakukan seperti mantan-mantan 65/66. 

Oleh sebab itu, saya berharap menteri pendidikan perlu memikirkan adanya fakultas atau program studi filsafat mantan dalam rangka memulihkan sekaligus mengobati luka-luka dan derita tidak sedikit rakyat Indonesia saat ini. 

Dengan cara demikian, kita diajarkan untuk tidak mudah lupa pada masa lampau karena kata Milan Kundera, sastrawan Cekoslovakia dalam bukunya The Book of Laughter Forgetting: the struggle of man against power is the struggle of memory against forgetting (perjuangan manusia melawan kekuasaan adalah perjuangan ingat melawan lupa).

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun